BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Salah satu kewenangan absolut Pengadilan Agama
adalah menangani masalah perceraian,
yang juga merupakan bagian dari bidang Perkawinan.
Perceraian di sini dimaksudkan
sebagai perceraian bagi mereka yang beragama
Islam, sedangkan perceraianbagi yang selain beragama Islam menjadi kekuasaan/kewenangan Peradilan Umum.
Perceraian hanya dapat dilakukan didepan
sidang pengadilan setelah pengadilan
yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Selain itu perceraian
dilaksanakan harus ada cukup alasan antara
lain suami-isteri itu tidak dapat lagi rukun sebagai keluarga. Ketika gugatan cerai mempunyai cukup alasan maka
gugatan perceraian dapat dikabulkan.
Dalam pasal 19 Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, Jo Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam, disebutkan
bahwa perceraian dapat terjadi dengan
alasan-alasan sebagai berikut : 1.
Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar
disembuhkan.
Roihan Rosyid, Hukum Acara Peradilan Agama, h.
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di
Indonesia, h.141 2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain
selama dua tahun berturut-turut tanpa
izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuanya.
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara
lima tahun atau hukuman yang lebih berat
yang membahayakan pihak lain.
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau
penganiayaan berat yang membahayakan
pihak yang lain.
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau
penyakit dengan akibat tidak dapat
menjalankan kewajibanya sebagai suami atau istri.
6. Antara suami-isteri terus menerus terjadi
perselisihan dan pertengkaran dan tidak
ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah
tangga.
7. Suami melanggar taklik-talak.
8. Peralihan Agama atau murtad yang menyebabkan
terjadinya ketidakrukunan dalam Rumah
tangga.
Menurut pasal 1 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan
disebutkan bahwa perkawinan adalah “ Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami isteri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia, kekal dan sejahtera berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” .
Kenyataan yang terjadi di
masyarakat menunjukkan hal yang berbeda, suatu problem yang terjadi antara suami-isteri
banyak berakhir perceraian. Hal itu
terjadi dengan banyak cara yang ditempuh diantaranya, seperti yang sudah penulis sebutkan diatas. Dengan syarat
perceraian cukup beralasan bahwa suami-isteri
itu tidak lagi dapat hidup rukun sebagai suami-isteri dan perceraian hanya dapat dilakukan di depan
pengadilan.
Tetapi perceraian merupakan suatu
perkara yang dibenci Allah SWT, Arkola,
Undang-Undang Perkawinan di Indonesia, h. 5 dan bukanlah sesuatu yang dianggap sepele.
Karena ketika akan melakukan hal
tersebut perlu dipikirkan dan dipertimbangkan tentang resiko yang timbul setelah perceraian.
Perceraian merupakan sebuah
solusi pintu darurat (emergency exit) yang digunakan dalam kondisi tertentu dan
terakhir, ketika tidak ada lagi harapan
untuk memperbaiki dan meneruskan ikatan perkawinan. Upaya setelah melakukan perdamaian antara
suami-isteri ataupun dari keluarga kedua
belah pihak. Maka, solusi jalan terakhir ini dapat dibenarkan dalam keadaan terpaksa dan mendesak, dengan memenuhi
perbagai persyaratan.
Perceraian walaupun diperbolehkan
tetapi agama Islam tetap diperbolehkan
tetapi agama Islam tetap memandangbahwa perceraian adalah sesuatu yang bertentangan dengan asas-asas
hukum Islam. Hal ini bisa dilihat dalam
hadis Nabi Rasullullah S.A.W mengatakan Artinya:”Dari
Abdullah Ibnu Umarr.a bahwa Nabi Muhammad SAW beliau bersabda : Perkara halal yang
paling dibenci Allah Azza Wa Jalla itu
adalah perceraian. Hadis ini dikeluarkan oleh Ibnu Maja>h”.
Dengan melihat hadis Nabi
tersebut dapat dipahami bahwa perceraian (talak) walaupun diperbolehkan oleh agama,
tetapi pelaksanaanya harus Abu
‘Abdillah Muhammad Bin Mazid Al-Quzwaini, Ibnu Maja>h, h.633 berdasarkan suatu alasan yang kuat dan
merupakan jalan terakhir yang ditempuh
oleh suami-isteri ketika menghadapi permasalahan di dalam rumah tangga. Apabila cara-cara lain telah
diusahakan sebelumnya tetapi tidak dapat
mengembalikan keutuhan kehidupan rumah tangga suami-isteri tersebut, maka diperbolehkan melakukan
perceraian.
Salah satu akibat adanya perceraian adalah
pembagian harta bersama, yang diperoleh
dari percampuran harta benda dari suami-isteri selama dalam ikatan perkawinan. Pembagian harta bersama atau harta gono-gini sering menimbulkan kerancuan dan kerawanan dalam
pelaksanaanya. Alasanya karena harta
bersama biasanya muncul ketika setelah terjadi perceraian antara suami-isteri, atau pada saat proses sidang
perceraian sedang berlangsung di Pengadilan
Agama, sehingga timbul berbagai masalah hukum yang kadangkadang dalam
penyelesaianya menyimpang dari perundang-undangan yang berlaku.
Di kalangan masyarakat Indonesia harta yang
diperoleh selama masa perkawinan (harta
bersama) biasanyadisebut dengan harta gono gini atau dalam artian harta yang di dapat dari hasil
usaha setelah perkawinan.
Sebagaimana diatur dalam pasal 35
ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan, dimana dijelaskan bahwa harta bersama adalah Soemiyati,Hukum Perkawinan Islam dan
Undang-Undang Perkawinan (Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan), h.
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam
di Indonesia, h.103 harta yang diperoleh selama suami-isteridiikat
dalam suatu perkawinan, tanpa melihat
siapa yang bekerja.
Bagaimana cara mengatur hubungan hukum harta
benda suami-isteri dalam rumah tangga,
mana yang termasuk harta bersama, dan mana pula yang tidak termasuk harta bersama, agar tidak terjadi
kerancuan di dalamnya. Harta benda dalam
perkawinan diatur menurut Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dalam pasal 35,
pasal 36 dan pasal .
Pasal 35: 1.
Harta benda diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
2. Harta bawaan dari masing-masing suami dan
istri dan harta benda yang diperoleh
masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasa masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Pasal 36: 1.
Mengenai harta bersama suami atau istri dapatlah bertindak atas persetujuan kedua belah pihak.
2. Mengenai harta bawaan masing-masing, suami
dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk
melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.
Pasal 37 : ”Bila perkawinan putus karena perceraian,
harta bersama diatur menurut hukumnya
masing-masing”.
Peradilan Agama adalah salah satu
diantara tiga Peradilan khusus di Indonesia.
Dua peradilan khusus lainya adalah Peradilan Militer dan Peradilan Ibid.
Arkola, Undang-Undang Perkawinan di Indonesia,
h.17 Tata Usaha Negara. Dikatakan peradilan khusus
karena Peradilan Agama mengadili
perkara-perkara tertentu di bidang perdata tertentu saja.
Konsep ini sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang
Peradilan Agama Pasal 49 disebutkan: ”Pengadilan Agama bertugas dan berwenang untuk
memeriksa, memutus dan menyelesaikan
perkara-perkara di tingkat pertama antara orangorang yang beragama Islam di
bidang:Perkawinan, kewarisan,wasiat dan hibah
yang dilakukan berdasarkan hukum Islam, wakaf, shadaqah dan Ekonomi Syariah”.
Hukum
Acara Peradilan Agama bersumber pada dua aturan. Pertama, Undang-Undang Peradilan Agama Nomor 7 Tahun
1989 yang damandemen dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan telah diamandemen lagi dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun . Sumber intinya adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 yang telah
diamandemen dengan Undang- undang Nomor
03 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung ,
dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang perkawinan, Peraturan Pemerintah
Nomor 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Kedua, Undang-Undang yang
berlaku di lingkungan Peradilan Umum
yang sumber intinya adalah HIR (Het Herziene Inlandsche Reglement)/RIB (Reglemen Indonesia yang
diperbarui), untuk daerah Jawa Roihan
A.Rosyid, Hukum Acara Peradilan Agama. h.5-
M. Fauzan, Himpunan Undang-Undang Lengkap tentang Badan Peradilan,h.
http://www.google.co.id/search?hl=id&q=undang-undang+peradilan+agama+tahun+2009,
diakses Tanggal 11 Februari http://www.mahkamahagung.go.id/images/news/scan0001.pdf, diakses Tanggal 11 Februari 2010 dan Madura, RBg (Rechts Reglement
Buitengewesten)/untuk daerah luar Jawa dan
Madura, Rv untuk golongan eropa, BW (Burgerlijke Wetboek)/KUHPerdata serta Undang-Undang Nomor
2 Tahun 1986 yang diamandemen dengan
Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum
.
Dengan demikian Peradilan Agama dalam hukum
acaranya minimal harus berpedoman pada
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2006 dan diamandemen lagi dengan
Undang-Undang Nomor 50 Tahun 009 tentang Peradilan Agama, ditambah dengan Undang-Undang
yang berlaku pada Peradilan umum, selain
itu Peradilan Agama masih harus memperhatikan proses peradilan berdasarkan hukum Islam.
Adapun Peraturan
Perundang-Undangan tentang Acara Perdata yang sama-sama berlaku di lingkungan Peradilan Umum
dan Peradilan Agama adalah:
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 yang diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Kuasaan
Kehakiman , Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1985 yang diamandemen dengan
Undang-Undang Nomor 03 Tahun 2009 tentang http://www.google.co.id/search?hl=id&q=undang-undang+peradilan+umum+tahun+2009,
diakses Tanggal 11- Februari http://www.google.co.id/search?hl=id&q=undangundang+kekuasaan+kehakiman+tahun+
009, diakses Tanggal 11- Februari 2010 Mahkamah
Agung , Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
1975 tentang perkawinan dan pelaksanaanya.
Melihat situasi dan kondisi Indonesia yang
sedang berkembang terdapat beberapa
peraturan perundang-undangan yang telah diubah diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989 yang diamandemen dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan diamandemen lagi dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang
Peradilan Agama, UndangUndang Nomor 25 Tahun 1986 yang telah diamandemen dengan
UndangUndang Nomor 8 Tahun 2004 yang diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 Tentang Peradilan Umum,
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 yang
telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 dan diamandemen lagi dengan
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
Tentang Kekuasaan Kehakiman, dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 yang telah diamandemen
denganUndang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 yang
diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung.
Peradilan Agama merupakan lembaga
yang bertugas untuk menyelenggarakan kekuasaan
kehakiman guna menegakkan hukum dan keadilan
yang mempunyai lingkup dan kewenangan peradilan bagi rakyat http://www.mahkamahagung.go.id/images/news/scan0001.pdf,diakses
Tanggal 11-02 Roihan A Rosyid, Hukum
Acara Peradilan Agama, h.21 pencari
keadilan khususnya beragama Islam, untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara perdata tertentudi
bidang: Perkawinan, kewarisan, wasiat,
dan hibah yang dilakukan berdasarkan Islam, wakaf dan sedekah.
Dalam menjalankan tugas peradilan mulai dari
penerimaan perkara, pemeriksaan dan
pengambilan putusan di persidangan, serta pelaksanaan putusan pengadilan selalu dalam monitoring dan
pengawasan hukum acara.
Para petugas pengadilan dan hakim
dalam menjalankan tugas pokok peradilan terikat
dan wajib menjalankan HukumAcara secara konsisten. Alasanya karena salah atau lalai dalam menerapkan Hukum
Acara dalam suatu perkara, berakibat
fatal dan batalnya seluruh persidangan yang telah berlangsung lama, sehingga banyak pihak yang menjadi korban
akibat kesalahan penerapan Hukum Acara
tersebut.
Dalam suatu gugatan, minimum
terdapat dua pihak yaitu pihak yang menggugat
hak disebut sebagai penggugat, dan pihak yang dituntut untuk melaksanakan kewajiban disebut sebagai
tergugat. Penggugat adalah orang yang
merasa haknya telah dilanggar. Tergugat adalah orang yang diajukan di depan pengadilan karena dianggap melanggar hak
seseorang atau beberapa orang bila
jumlahnya lebih dari seorang.
Perkara perdata yang sederhana masing-masing
terdiri dari seorang Bambang Sutiyoso
dan Sri Hastuti Puspitasari, Aspek-Aspek Perkembangan Kekuasaan di Indonesia, h.
Romdlon, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata, h.14
penggugat dan seorang tergugat yang
menyengketakan satu tuntutan. Tapi tidak
jarang terjadi penggugat yang terdiri lebih dari seorang melawan tergugat yang hanya seorang saja, atau seorang
penggugat melawan tergugat yang terdiri
lebih dari seorang atau kedua pihak masing-masing terdiri lebih seorang
nya-
� d l p�� �3� ntasi Pengadilan Agama Surabaya dalam menolak hak pengasuhan ibu pada anak yang
belum mumayyiz, ditulis oleh Wahyu
Hidayah, Penolakan Pencabutan Hak Anak di Pengadilan Agama Surabaya, Skripsi pada Jurusan Ahwal Al-Syakhsiyah Fakultas
Syari'ah IAIN Sunan Ampel, 2005.
Ahmad
Tantowi. Skripsi ini membahas tentang alasan Pengadilan Agama Surabaya yang memberikan hak asuh anak yang
belum mummayiz kepada ayahnya.
Selanjutnya,
penelitian tentang Hak hadlanahterhadap anak belum mumayyiz akibat perceraian di Pengadilan Agama
Jombang oleh Anik Wahyuni.
Skripsi ini membahas tentang putusan
Pengadilan Agama Jombang yang menerima
dan mengabulkan hak hadlanahdengan alasan ibu telah merelakan hak hadlanahnya beralih kepada ayah dan pergi
dengan tidak diketahui alamatnya Dari beberapa penelitian di atas, penulis
mencoba membahas masalah penolakan hakim
terhadap pemeliharaan anak yang diajukan oleh ibunya.
Penelitian-penelitian sebelumnya hanya
membahas masalah pemeliharaan anak secara
global. Sedangkan penelitian ini mencoba menganalisis putusan hakim yang memberikan hak asuh kepada ayahnya karena
kurangnya fakta hukum yang diperoleh
dalam persidangan dari saksi yang diajukan di pengadilan. Dengan demikian penelitian ini sangat berbeda dengan
penelitian-penelitian yang terdahulu.
Ahmad
Tantowi, Argumentasi PA Surabaya dalam Menolak Hak Pengasuhan Ibu pada Anak Belum Mumayyiz, Skripsi pada Jurusan
Ahwal Al-Syakhsiyah Fakultas Syari'ah IAIN Sunan Ampel, 2003.
Anik
Wahyuni, Hak Hadlanah Terhadap Anak belum Mumayyiz Akibat Perceraian di PA Jombang, Skripsi pada Jurusan Ahwal
Al-Syakhsiyah Fakultas Syari'ah IAIN Sunan Ampel, 2002.
D.
Tujuan Penelitian Dalam penelitian
kepustakaan ini, maka tujuan dari pada penelitian ini di dasarkan pada kerangka rumusan masalah, antara
lain: 1. Untuk mengetahui Kenapa hakim
Pengadilan Agama Jombang menolak gugatan
perkara pemeliharaan anak dalam Nomor:1485/pdt.G/PA.Jbg? 2.
Untuk mengetahui dasar hukum bagi hakim Pengadilan Agama Jombang menolak gugatan perkara dalam pemeliharaan
anak? 3.
Untuk mengetahui bagaimana analisisHukum Islam tentang putusan hakim Pengadilan Agama Jombang terhadap penolakan
gugatan pemeliharaan anak? E. Kegunaan
Hasil Penelitian Kegunaan hasil
Penelitian ini diharapkan berguna dan bermanfaat antara lain, yaitu: 1.
Aspek Teoritis, hasil penelitian ini dapat menambah khasanah keilmuan yaitu untuk dijadikan bahan studi dalam rangka
mengembangkan teori tentang hukum
pemeliharaan anak.
2.
Aspek Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
bahan pedoman bagi masyarakat, khususnya
tokoh agama dan penegak hukum dan juga
hakim dalam menghadapi kasus pemeliharaan anak.
3.
Aspek Akademis, penelitian ini adalah sebagai tugas akhir dan kelengkapan
syarat untuk memenuhi gelar strata satu.
F. Definisi Operasional Untuk menghindari kesalahpahaman pembaca
terhadap judul tersebut, maka perlu
dijelaskan konsep yang terdapat dalam skripsi ini, yaitu menjelaskan kata Analisis Hukum Islam Terhadap Putusan Hakim
Pengadilan Agama Jombang Tentang Penolakan Perkara Pemeliharaan Anak (Studi
Kasus Atas Putusan Pengadilan Agama
No.1485/pdt.G/2008/PA.Jbg tentang Pemeliharaan Anak) Yaitu: Analisis adalah
sifat uraian; penguraian, pengupasan.
Dari
beberapa makna tersebut digunakanlah
tinjauan, untuk meneliti, meninjau
pendapat atau pandangan Hukum Islam adalah seperangkat peraturan yang
berdasarkan wahyu Allah dan Sunnah Rasul
tentang tingkah laku manusiadan diakui serta diyakini berlaku mengikat untuk semua umat yang beragama Islam.
Putusan
adalah suatu perbuatan hukum yang di lakukan oleh hakim untuk memecahkan suatu masalah yang mempunyai akibat
hukum yang jelas, Hakim dalah mengetahui
yang benar;pengadil, adil, yang mengadili perkara.
Dalam
hal ini hakim Pengadilan Agama adalah hakim di Pengadilan Agama Jombang yang mengadili dan memutuskan
sengketa hadlanah.
Pius A
Partanto dan M. Dahlan al Barry, Kamus Ilmiah Popular. (Surabaya. Arkola.
1994), h. 29 Poerwodarminto, Kamus Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka. Tt), h.1078 Djamil
Fathurrahman, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1997), h. 34 Pius Abdillah dan Anwar Syarifuddin, Kamus
Mini Bahasa Indonesia, (Surabaya: Arkola.
1995), h. 298 Penolakan adalah hasil putusan Pengadilan
Agama yang menolak atas permohonan
gugatan pemeliharaan anak karena adanya bukti-bukti yang kurang kuat dari saksi-saksi pemohon dalam
persidangan.
Perkara
adalah hal, urusan yang harus dikerjakan dan sebagainya.
Pengadilan
Agama adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam
mengenai perkara perdata tertentu Pemeliharaan anak adalah kegiatan mengasuh,memelihara
dan mendidik anak hingga dewasa atau
mampu berdiri sendiri Dari definisi di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian secara keseluruhan dari judul skripsi ini adalah
suatu penelitian yang membahas analisis Hukum
Islam terhadap putusan hakim dalam memutuskan sengketa hadlanahdi Pengadilan Agama Jombang G. Metode Penelitian 1. Data
Yang Dikumpulkan Sesuai dengan
permasalahan yang dirumuskan di atas maka dalam penelitian ini data pokok yang dikumpulkan
adalah data tentang putusan perkara
hadlanah yang meliputi : Pius a
Partanto. Kamus ilmiah, h. 211 M. Yahya
Harahap. Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama. h. 30 Pius
Abdillah dan Anwar Syarifuddin, Kamus Mini Bahasa Indonesia, h. 275 M. Yahya Harahap. Kedudukan Kewenangan dan
Acara Peradilan Agama, h. 9 Abdurrahman.
Kompilasi Hukum Islam, h.113 a. Data putusan hakim PA Jombang perkara Nomor :
1485/pdt.G/PA.Jbg tentang Pemeliharaan
Anak.
b. Data
tentang hak hadlanah menurut KHI dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun1974.
2.
Sumber Data Dalam penelitian ini data-data yang diperlukan
diambil dari sumber yang berkaitan
dengan penelitian yaitu : - Putusan Pengadilan Agama Jombang Nomor : 1485/pdt.G/PA.Jbg
tentang Pemeliharaan Anak -
Berita Acara Pemeriksaan Perkara Nomor : 1485/pdt.G/PA.Jbg tentang Pemeliharaan Anak -
Undang-Undang Nomor 1 Tahun1974 dan Kompilasi Hukum Islam 3.
Teknik Pengumpulan Data Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini melalui studi dokumentasi, yaitu penggalian
data yang dilakukan melalui berkas-berkas
yang ada untuk mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan deskripsi penyelesaian hadlanah.
Kemudian untuk melengkapi data-data yang dibutuhkan
dilakukan pula wawancara dengan majelis
hakim yang menangani perkara hadlanah tersebut
untuk mengetahui bagaimana pendapat dan komentar mereka terhadap apa yang telah mereka hasilkan. 4. Teknis Analisis Data Dalam melakukan analisa, penulis menggunakan
deskriptif verifikatif, yaitu
menggambarkan secara jelas, luas dan mendalam secara sistematis dari sebuah obyek tentang realitas yang terdapat
dalam perkara tersebut.
Kemudian dilakukan penilaian berdasarkan teori
dan dasar hukum yang terkait dengan
dokumen tersebut.
Selanjutnya, digunakan analisis isi (content
analysis) terhadap putusan Pengadilan
Agama Jombang Nomor : 1485/ Pdt.G/ 2008/ PA. Jbg dengan tinjauan Hukum Islam terhadap dasar dan
pertimbangan hukum majelis Hakim
Pengadilan Agama Jombang dalam menerima dan menyelesaikan perkara hadlanah tersebut.
H. Sistematika Pembahasan Dalam penelitian ini, sistematika pembahasan
dibagi menjadi lima bab, yakni sebagai
berikut: Bab Pertama Pendahuluan, yaitu
berisigambaran umum yang merupakan pola
dasar seluruh skripsi ini, yang meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian,
kegunaan hasil penelitian, definisi operasional,
metode penelitian serta sistematika pembahasan.
Bab Kedua Landasan Teori, Karena dalam
pembahasan skripsi ini membahas masalah
tentang pemeliharaan anak, maka dalam bab ini berfungsi sebagai landasan teori. Untuk itu dalam bab ini akan
di uraikan secara umum tentang: Pengertian
hadlanah, hak hadlanah, syarat-syarat hadlanah, urutan pemegang hadlanah, upah hadlanah, batas usia
mendapatkan hak hadlanah, hadlanah dalam Pedoman Pelaksanaan Tugas dan
Administrasi Pengadilan dan Putusan verstek. .
Bab Ketiga Tinjauan Hukum Perkara Pemeliharaan
Anak, Sejarah Pengadilan Agama, Struktur
organisasi Pengadilan Agama Jombang dan deskripsi kasus, pertimbangan hakim Pengadilan Agama Jombang
dalam penyelesaian kasus.
Bab Keempat Analisis Hukum Islam tentang
putusan hakim Pengadilan Agama Jombang
terhadap perkara No.1485/pdt.G/2008/PA.Jbg tentang pemeliharaan anak, bab ini merupakan
intipembahasan skripsi, yang akan di analisis.
Bab Kelima Penutup, bab ini merupakan bab
terakhir dari pembahasan skripsi yang
berisi kesimpulan sebagai Jawaban dari pokok permasalahan dan saran-saran.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi