Sabtu, 05 Juli 2014

Skripsi Syariah: ANALISIS TIDAK DITERIMANYA KUMULASI GUGATAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA KABUPATEN KEDIRI


BAB I PENDAHULUAN  
A.  Latar Belakang Masalah  Salah satu kewenangan absolut Pengadilan Agama adalah menangani  masalah perceraian, yang juga merupakan bagian dari bidang Perkawinan.
Perceraian di sini dimaksudkan sebagai perceraian bagi mereka yang  beragama Islam, sedangkan perceraianbagi yang selain beragama Islam  menjadi kekuasaan/kewenangan Peradilan Umum.
 Perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang pengadilan setelah  pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan  kedua belah pihak. Selain itu perceraian dilaksanakan harus ada cukup alasan  antara lain suami-isteri itu tidak dapat lagi rukun sebagai keluarga. Ketika  gugatan cerai mempunyai cukup alasan maka gugatan perceraian dapat  dikabulkan.
Dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang  pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, Jo  Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam, disebutkan bahwa perceraian dapat terjadi  dengan alasan-alasan sebagai berikut  :  1.  Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat,  penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

 Roihan Rosyid, Hukum Acara Peradilan Agama, h.
 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, h.141  2.  Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun  berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau  karena hal lain di luar kemampuanya.
3.  Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau  hukuman yang lebih berat yang membahayakan pihak lain.
4.  Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat  yang membahayakan pihak yang lain.
5.  Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat  tidak dapat menjalankan kewajibanya sebagai suami atau istri.
6.  Antara suami-isteri terus menerus terjadi perselisihan dan  pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam  rumah tangga.
7.  Suami melanggar taklik-talak.
8.  Peralihan Agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya  ketidakrukunan dalam Rumah tangga.
Menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang  perkawinan disebutkan bahwa perkawinan adalah “ Ikatan lahir batin antara  seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan  membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia, kekal dan sejahtera  berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”  .
Kenyataan yang terjadi di masyarakat menunjukkan hal yang berbeda,  suatu problem yang terjadi antara suami-isteri banyak berakhir perceraian. Hal  itu terjadi dengan banyak cara yang ditempuh diantaranya, seperti yang sudah  penulis sebutkan diatas. Dengan syarat perceraian cukup beralasan bahwa  suami-isteri itu tidak lagi dapat hidup rukun sebagai suami-isteri dan  perceraian hanya dapat dilakukan di depan pengadilan.
Tetapi perceraian merupakan suatu perkara yang dibenci Allah SWT,   Arkola, Undang-Undang Perkawinan di Indonesia, h. 5  dan bukanlah sesuatu yang dianggap sepele. Karena ketika akan melakukan  hal tersebut perlu dipikirkan dan dipertimbangkan tentang resiko yang  timbul setelah perceraian.
Perceraian merupakan sebuah solusi pintu darurat (emergency exit) yang digunakan dalam kondisi tertentu dan terakhir, ketika tidak ada lagi  harapan untuk memperbaiki dan meneruskan ikatan perkawinan. Upaya  setelah melakukan perdamaian antara suami-isteri ataupun dari keluarga  kedua belah pihak. Maka, solusi jalan terakhir ini dapat dibenarkan dalam  keadaan terpaksa dan mendesak, dengan memenuhi perbagai persyaratan.
Perceraian walaupun diperbolehkan tetapi agama Islam tetap  diperbolehkan tetapi agama Islam tetap memandangbahwa perceraian adalah  sesuatu yang bertentangan dengan asas-asas hukum Islam. Hal ini bisa  dilihat dalam hadis Nabi Rasullullah S.A.W mengatakan  Artinya:”Dari Abdullah Ibnu Umarr.a bahwa Nabi Muhammad  SAW beliau bersabda : Perkara halal yang paling dibenci Allah Azza Wa  Jalla itu adalah perceraian. Hadis ini dikeluarkan oleh Ibnu Maja>h”.
Dengan melihat hadis Nabi tersebut dapat dipahami bahwa perceraian  (talak) walaupun diperbolehkan oleh agama, tetapi pelaksanaanya harus   Abu ‘Abdillah Muhammad Bin Mazid Al-Quzwaini, Ibnu Maja>h, h.633  berdasarkan suatu alasan yang kuat dan merupakan jalan terakhir yang  ditempuh oleh suami-isteri ketika menghadapi permasalahan di dalam rumah  tangga. Apabila cara-cara lain telah diusahakan sebelumnya tetapi tidak  dapat mengembalikan keutuhan kehidupan rumah tangga suami-isteri  tersebut, maka diperbolehkan melakukan perceraian.
 Salah satu akibat adanya perceraian adalah pembagian harta bersama,  yang diperoleh dari percampuran harta benda dari suami-isteri selama dalam  ikatan perkawinan. Pembagian harta  bersama atau harta gono-gini sering  menimbulkan kerancuan dan kerawanan dalam pelaksanaanya. Alasanya  karena harta bersama biasanya muncul ketika setelah terjadi perceraian antara  suami-isteri, atau pada saat proses sidang perceraian sedang berlangsung di  Pengadilan Agama, sehingga timbul berbagai masalah hukum yang kadangkadang dalam penyelesaianya menyimpang dari perundang-undangan yang  berlaku.
 Di kalangan masyarakat Indonesia harta yang diperoleh selama masa  perkawinan (harta bersama) biasanyadisebut dengan harta gono gini atau  dalam artian harta yang di dapat dari hasil usaha setelah perkawinan.
Sebagaimana diatur dalam pasal 35 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun  1974 Tentang Perkawinan, dimana dijelaskan bahwa harta bersama adalah   Soemiyati,Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan (Undang-Undang  Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan), h.
 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, h.103   harta yang diperoleh selama suami-isteridiikat dalam suatu perkawinan, tanpa  melihat siapa yang bekerja.
 Bagaimana cara mengatur hubungan hukum harta benda suami-isteri  dalam rumah tangga, mana yang termasuk harta bersama, dan mana pula yang  tidak termasuk harta bersama, agar tidak terjadi kerancuan di dalamnya. Harta  benda dalam perkawinan diatur menurut Undang-Undang Perkawinan Nomor 1  Tahun 1974 tentang perkawinan dalam pasal 35, pasal 36 dan pasal   .
Pasal 35:  1.  Harta benda diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
2.  Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda  yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah  dibawah penguasa masing-masing  sepanjang para pihak tidak  menentukan lain.
Pasal 36:  1.  Mengenai harta bersama suami atau istri dapatlah bertindak atas  persetujuan kedua belah pihak.
2.  Mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan istri mempunyai  hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta  bendanya.
Pasal 37 :  ”Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur  menurut hukumnya masing-masing”.
Peradilan Agama adalah salah satu diantara tiga Peradilan khusus di  Indonesia. Dua peradilan khusus lainya adalah Peradilan Militer dan Peradilan   Ibid.
 Arkola, Undang-Undang Perkawinan di Indonesia, h.17   Tata Usaha Negara. Dikatakan peradilan khusus karena Peradilan Agama  mengadili perkara-perkara tertentu di bidang perdata tertentu saja.
 Konsep ini  sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Peradilan Agama Pasal 49  disebutkan:  ”Pengadilan Agama bertugas dan berwenang untuk memeriksa,  memutus dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orangorang yang beragama Islam di bidang:Perkawinan, kewarisan,wasiat dan  hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam, wakaf, shadaqah dan Ekonomi  Syariah”.
  Hukum Acara Peradilan Agama bersumber pada dua aturan. Pertama,  Undang-Undang Peradilan Agama Nomor 7 Tahun 1989 yang damandemen  dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan telah diamandemen lagi  dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun   . Sumber intinya adalah  Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 yang telah diamandemen dengan  Undang- undang Nomor 03 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung  , dan  Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, Peraturan  Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor  1 Tahun 1974. Kedua, Undang-Undang yang berlaku di lingkungan Peradilan  Umum yang sumber intinya adalah HIR (Het Herziene Inlandsche  Reglement)/RIB (Reglemen Indonesia yang diperbarui), untuk daerah Jawa   Roihan A.Rosyid, Hukum Acara Peradilan Agama. h.5-  M. Fauzan, Himpunan Undang-Undang Lengkap tentang Badan Peradilan,h.
 http://www.google.co.id/search?hl=id&q=undang-undang+peradilan+agama+tahun+2009,  diakses Tanggal 11 Februari   http://www.mahkamahagung.go.id/images/news/scan0001.pdf,  diakses Tanggal 11  Februari 2010  dan Madura, RBg (Rechts Reglement Buitengewesten)/untuk daerah luar Jawa  dan Madura, Rv untuk golongan eropa, BW (Burgerlijke  Wetboek)/KUHPerdata serta Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 yang  diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang  Peradilan Umum  .
 Dengan demikian Peradilan Agama dalam hukum acaranya minimal  harus berpedoman pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah  diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan  diamandemen lagi dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 009 tentang  Peradilan Agama, ditambah dengan Undang-Undang yang berlaku pada  Peradilan umum, selain itu Peradilan Agama masih harus memperhatikan  proses peradilan berdasarkan hukum Islam.
Adapun Peraturan Perundang-Undangan tentang Acara Perdata yang  sama-sama berlaku di lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Agama  adalah: Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 yang diamandemen dengan  Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok  Kuasaan Kehakiman  , Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 yang  diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 03 Tahun 2009 tentang   http://www.google.co.id/search?hl=id&q=undang-undang+peradilan+umum+tahun+2009,  diakses Tanggal 11- Februari   http://www.google.co.id/search?hl=id&q=undangundang+kekuasaan+kehakiman+tahun+ 009, diakses Tanggal 11- Februari 2010  Mahkamah Agung  , Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Dan Peraturan  Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang perkawinan dan pelaksanaanya.
 Melihat situasi dan kondisi Indonesia yang sedang berkembang  terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang telah diubah  diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang diamandemen  dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan diamandemen lagi dengan  Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama, UndangUndang Nomor 25 Tahun 1986 yang telah diamandemen dengan UndangUndang Nomor 8 Tahun 2004 yang diamandemen dengan Undang-Undang  Nomor 49 Tahun 2009 Tentang Peradilan Umum, Undang-Undang Nomor 35  Tahun 1999 yang telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 4  Tahun 2004 dan diamandemen lagi dengan Undang-Undang Nomor 48 Tahun  2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun  1985 yang telah diamandemen denganUndang-Undang Nomor 5 Tahun 2004  yang diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang  Mahkamah Agung.
Peradilan Agama merupakan lembaga yang bertugas untuk  menyelenggarakan kekuasaan kehakiman guna menegakkan hukum dan  keadilan yang mempunyai lingkup dan kewenangan peradilan bagi rakyat   http://www.mahkamahagung.go.id/images/news/scan0001.pdf,diakses Tanggal 11-02    Roihan A Rosyid, Hukum Acara Peradilan Agama, h.21  pencari keadilan khususnya beragama Islam, untuk memeriksa, memutus dan  menyelesaikan perkara perdata tertentudi bidang: Perkawinan, kewarisan,  wasiat, dan hibah yang dilakukan berdasarkan Islam, wakaf dan sedekah.
 Dalam menjalankan tugas peradilan mulai dari penerimaan perkara,  pemeriksaan dan pengambilan putusan di persidangan, serta pelaksanaan  putusan pengadilan selalu dalam monitoring dan pengawasan hukum acara.
Para petugas pengadilan dan hakim dalam menjalankan tugas pokok peradilan  terikat dan wajib menjalankan HukumAcara secara konsisten. Alasanya  karena salah atau lalai dalam menerapkan Hukum Acara dalam suatu perkara,  berakibat fatal dan batalnya seluruh persidangan yang telah berlangsung lama,  sehingga banyak pihak yang menjadi korban akibat kesalahan penerapan  Hukum Acara tersebut.
Dalam suatu gugatan, minimum terdapat dua pihak yaitu pihak yang  menggugat hak disebut sebagai penggugat, dan pihak yang dituntut untuk  melaksanakan kewajiban disebut sebagai tergugat. Penggugat adalah orang  yang merasa haknya telah dilanggar. Tergugat adalah orang yang diajukan di  depan pengadilan karena dianggap melanggar hak seseorang atau beberapa  orang bila jumlahnya lebih dari seorang.
 Perkara perdata yang sederhana masing-masing terdiri dari seorang   Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspitasari, Aspek-Aspek Perkembangan Kekuasaan di  Indonesia, h.
 Romdlon, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata, h.14  penggugat dan seorang tergugat yang menyengketakan satu tuntutan. Tapi  tidak jarang terjadi penggugat yang terdiri lebih dari seorang melawan  tergugat yang hanya seorang saja, atau seorang penggugat melawan tergugat  yang terdiri lebih dari seorang atau kedua pihak masing-masing terdiri lebih  seorang  
nya- � d l p�� �3� ntasi Pengadilan Agama Surabaya dalam  menolak hak pengasuhan ibu pada anak yang belum mumayyiz, ditulis oleh   Wahyu Hidayah, Penolakan Pencabutan Hak Anak di Pengadilan Agama Surabaya, Skripsi  pada Jurusan Ahwal Al-Syakhsiyah Fakultas Syari'ah IAIN Sunan Ampel, 2005.
  Ahmad Tantowi. Skripsi ini membahas tentang alasan Pengadilan Agama  Surabaya yang memberikan hak asuh anak yang belum mummayiz kepada  ayahnya.
  Selanjutnya, penelitian tentang Hak hadlanahterhadap anak belum  mumayyiz akibat perceraian di Pengadilan Agama Jombang oleh Anik Wahyuni.
 Skripsi ini membahas tentang putusan Pengadilan Agama Jombang yang  menerima dan mengabulkan hak hadlanahdengan alasan ibu telah merelakan hak  hadlanahnya beralih kepada ayah dan pergi dengan tidak diketahui alamatnya   Dari beberapa penelitian di atas, penulis mencoba membahas masalah  penolakan hakim terhadap pemeliharaan anak yang diajukan oleh ibunya.
 Penelitian-penelitian sebelumnya hanya membahas masalah pemeliharaan anak  secara global. Sedangkan penelitian ini mencoba menganalisis putusan hakim  yang memberikan hak asuh kepada ayahnya karena kurangnya fakta hukum yang  diperoleh dalam persidangan dari saksi yang diajukan di pengadilan. Dengan  demikian penelitian ini sangat berbeda dengan penelitian-penelitian yang  terdahulu.
  Ahmad Tantowi, Argumentasi PA Surabaya dalam Menolak Hak Pengasuhan Ibu pada  Anak Belum Mumayyiz, Skripsi pada Jurusan Ahwal Al-Syakhsiyah Fakultas Syari'ah IAIN Sunan  Ampel, 2003.
  Anik Wahyuni, Hak Hadlanah Terhadap Anak belum Mumayyiz Akibat Perceraian di PA  Jombang, Skripsi pada Jurusan Ahwal Al-Syakhsiyah Fakultas Syari'ah IAIN Sunan Ampel, 2002.
  D. Tujuan Penelitian  Dalam penelitian kepustakaan ini, maka tujuan dari pada penelitian ini di  dasarkan pada kerangka rumusan masalah, antara lain: 1.  Untuk mengetahui Kenapa hakim Pengadilan Agama Jombang menolak  gugatan perkara pemeliharaan anak dalam Nomor:1485/pdt.G/PA.Jbg?  2.  Untuk mengetahui dasar hukum bagi hakim Pengadilan Agama Jombang  menolak gugatan perkara dalam pemeliharaan anak?  3.  Untuk mengetahui bagaimana analisisHukum Islam tentang putusan hakim  Pengadilan Agama Jombang terhadap penolakan gugatan pemeliharaan anak?  E. Kegunaan Hasil Penelitian  Kegunaan hasil Penelitian ini diharapkan berguna dan bermanfaat antara lain,  yaitu: 1.  Aspek Teoritis, hasil penelitian ini dapat menambah khasanah keilmuan  yaitu untuk dijadikan bahan studi dalam rangka mengembangkan teori  tentang hukum pemeliharaan anak.
 2.  Aspek Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan  pedoman bagi masyarakat, khususnya tokoh agama dan penegak hukum dan  juga hakim dalam menghadapi kasus pemeliharaan anak.
 3.  Aspek Akademis, penelitian ini adalah sebagai tugas akhir dan kelengkapan  syarat untuk memenuhi gelar strata satu.
  F.  Definisi Operasional  Untuk menghindari kesalahpahaman pembaca terhadap judul tersebut, maka  perlu dijelaskan konsep yang terdapat dalam skripsi ini, yaitu menjelaskan kata  Analisis Hukum Islam Terhadap Putusan Hakim Pengadilan Agama Jombang Tentang Penolakan Perkara Pemeliharaan Anak (Studi Kasus Atas Putusan  Pengadilan Agama No.1485/pdt.G/2008/PA.Jbg tentang Pemeliharaan Anak) Yaitu: Analisis adalah sifat uraian; penguraian, pengupasan.
  Dari beberapa makna  tersebut digunakanlah tinjauan, untuk  meneliti, meninjau pendapat atau  pandangan  Hukum Islam adalah seperangkat peraturan yang berdasarkan wahyu Allah  dan Sunnah Rasul tentang tingkah laku manusiadan diakui serta diyakini berlaku  mengikat untuk semua umat yang beragama Islam.
  Putusan adalah suatu perbuatan hukum yang di lakukan oleh hakim untuk  memecahkan suatu masalah yang mempunyai akibat hukum yang jelas,  Hakim dalah mengetahui yang benar;pengadil, adil, yang mengadili  perkara.
  Dalam hal ini hakim Pengadilan Agama adalah hakim di Pengadilan  Agama Jombang yang mengadili dan memutuskan sengketa hadlanah.
  Pius A Partanto dan M. Dahlan al Barry, Kamus Ilmiah Popular. (Surabaya. Arkola. 1994),  h. 29   Poerwodarminto, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka. Tt), h.1078   Djamil Fathurrahman, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1997), h. 34   Pius Abdillah dan Anwar Syarifuddin, Kamus Mini Bahasa Indonesia, (Surabaya: Arkola.
 1995), h. 298   Penolakan adalah hasil putusan Pengadilan Agama yang menolak atas  permohonan gugatan pemeliharaan anak karena adanya bukti-bukti yang kurang  kuat dari saksi-saksi pemohon dalam persidangan.
  Perkara adalah hal, urusan yang harus dikerjakan dan sebagainya.
  Pengadilan Agama adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi  rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata  tertentu  Pemeliharaan anak adalah kegiatan mengasuh,memelihara dan mendidik anak  hingga dewasa atau mampu berdiri sendiri  Dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian secara  keseluruhan dari judul skripsi ini adalah suatu penelitian yang membahas analisis  Hukum Islam terhadap putusan hakim dalam memutuskan sengketa hadlanahdi  Pengadilan Agama Jombang  G. Metode Penelitian  1.  Data Yang Dikumpulkan  Sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan di atas maka dalam  penelitian ini data pokok yang dikumpulkan adalah data tentang putusan  perkara hadlanah yang meliputi :   Pius a Partanto. Kamus ilmiah, h. 211   M. Yahya Harahap. Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama. h. 30    Pius Abdillah dan Anwar Syarifuddin, Kamus Mini Bahasa Indonesia, h. 275   M. Yahya Harahap. Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, h. 9   Abdurrahman. Kompilasi Hukum Islam, h.113   a.  Data putusan hakim PA Jombang perkara Nomor : 1485/pdt.G/PA.Jbg  tentang Pemeliharaan Anak.
 b.  Data tentang hak hadlanah menurut KHI dan Undang-Undang Nomor 1  Tahun1974.
 2.  Sumber Data   Dalam penelitian ini data-data yang diperlukan diambil dari sumber  yang berkaitan dengan penelitian yaitu :  -  Putusan Pengadilan Agama Jombang Nomor : 1485/pdt.G/PA.Jbg tentang  Pemeliharaan Anak  -  Berita Acara Pemeriksaan Perkara Nomor : 1485/pdt.G/PA.Jbg tentang  Pemeliharaan Anak  -  Undang-Undang Nomor 1 Tahun1974 dan Kompilasi Hukum Islam  3.  Teknik Pengumpulan Data  Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini  melalui studi dokumentasi, yaitu penggalian data yang dilakukan melalui  berkas-berkas yang ada untuk mengumpulkan data-data yang berkaitan  dengan deskripsi penyelesaian hadlanah.
 Kemudian untuk melengkapi data-data yang dibutuhkan dilakukan  pula wawancara dengan majelis hakim yang menangani perkara hadlanah  tersebut untuk mengetahui bagaimana pendapat dan komentar mereka  terhadap apa yang telah mereka hasilkan.    4.  Teknis Analisis Data  Dalam melakukan analisa, penulis menggunakan deskriptif verifikatif,  yaitu menggambarkan secara jelas, luas dan mendalam secara sistematis dari  sebuah obyek tentang realitas yang terdapat dalam perkara tersebut.
 Kemudian dilakukan penilaian berdasarkan teori dan dasar hukum yang  terkait dengan dokumen tersebut.
 Selanjutnya, digunakan analisis isi (content analysis) terhadap  putusan Pengadilan Agama Jombang Nomor : 1485/ Pdt.G/ 2008/ PA. Jbg  dengan tinjauan Hukum Islam terhadap dasar dan pertimbangan hukum  majelis Hakim Pengadilan Agama Jombang dalam menerima dan  menyelesaikan perkara hadlanah tersebut.
 H. Sistematika Pembahasan  Dalam penelitian ini, sistematika pembahasan dibagi menjadi lima bab, yakni  sebagai berikut:  Bab Pertama Pendahuluan, yaitu berisigambaran umum yang merupakan  pola dasar seluruh skripsi ini, yang meliputi: latar belakang masalah, rumusan  masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi  operasional, metode penelitian serta sistematika pembahasan.
 Bab Kedua Landasan Teori, Karena dalam pembahasan skripsi ini membahas  masalah tentang pemeliharaan anak, maka dalam bab ini berfungsi sebagai   landasan teori. Untuk itu dalam bab ini akan di uraikan secara umum tentang:  Pengertian hadlanah, hak hadlanah, syarat-syarat hadlanah, urutan pemegang  hadlanah, upah hadlanah, batas usia mendapatkan hak hadlanah, hadlanah dalam Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan dan Putusan verstek. .
 Bab Ketiga Tinjauan Hukum Perkara Pemeliharaan Anak, Sejarah Pengadilan  Agama, Struktur organisasi Pengadilan Agama Jombang dan deskripsi kasus,  pertimbangan hakim Pengadilan Agama Jombang dalam penyelesaian kasus.
 Bab Keempat Analisis Hukum Islam tentang putusan hakim Pengadilan  Agama Jombang terhadap perkara No.1485/pdt.G/2008/PA.Jbg tentang  pemeliharaan anak, bab ini merupakan intipembahasan skripsi, yang akan di  analisis.
 Bab Kelima Penutup, bab ini merupakan bab terakhir dari pembahasan  skripsi yang berisi kesimpulan sebagai Jawaban dari pokok permasalahan dan  saran-saran.
  


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi