Jumat, 04 Juli 2014

Skripsi Syariah: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAGIAN HAK WARIS DENGAN CARA LOTRE (Studi Kasus di Desa Kemlokolegi Kab. Nganjuk)


BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah Agama  Islam  yang  dibawakan  Nabi  Muhammad  SAW  merupakan  sebuah  aturan  yang  lengkap  dan  sempurna  yang  mengatur  segala  aspek  kehidupan  untuk  keselamatan  dunia  dan  akhirat.  Salah  satu  syari’at  yang  diatur  dalam  agama  Islam  adalah  tentang  hukum  waris,  yakni  pemindahan  harta  waris  kepada  ahli  waris  yang  berhak  menerimanya.  Harta  waris  yaitu  segala  jenis  harta  benda  atau  kepemilikan  yang  ditinggalkan  pewaris,  baik  berupa uang, tanah dan sebagainya.
 Hukum  kewarisan  menempati  tempat  yang  sangat  penting  dalam  perkembangan  sejarah  hukum  Islam.  Karenanya,  para  fuqaha  banyak  membincangkan masalah tersebut, mulai dari masalah klasik sampai  modern.
Bahkan  para  fuqaha  menjadikan  hukum  tersebut  sebagai  salah  satu  cabang  ilmu tersendiri yang disebut dengan ilmu “waris” atau faraid.

 Bagi  seorang  muslim,  tidak  terkecuali  apakah  dia  laki-laki  atau  perempuan  yang  tidak  memahami  atau  tidak  mengerti  hukum  waris  Islam maka  wajib  hukumnya  (dilaksanakan  berpahala,  tidak  dilaksanakan  berdosa)  Muhammad Ali Ash-Shabuni, Pmembagian Warisan Menurut Islam, (Jakarta: Gema Insani  Press, 1996),   Ahmad Azhar Basyir, Hukum Waris Islam, (Yogyakarta: bagian penerbit FE UII, 1990), 7   baginya  untuk  mempelajarinya.  Dan  sebaliknya  bagi  siapa  saja  yang  telah  memahami dan menguasai hukum waris Islam,  maka berkewajiban pula untuk  mengajarkannya  kepada  orang  lain.  Kewajiban  belajar  dan  mengajarkan  tersebut  dimaksudkan  agar  di  kalangan  kaum  muslimin  (khususnya  dalam  keluarga)  tidak  terjadi  perselisihan-perselisihan  disebabkan  masalah  pembagian  harta  warisan  yang  pada  gilirannya  akan  melahirkan  perpecahan/keretakan dalam hubungan kekeluargaan kaum muslimin.
 Syariat Islam telah menetapkan peraturan-peraturan untuk mewaris di  atas  sebaik-baik  aturan  kekayaan,  terjelas  dan  paling  adil.  Sebab,  Islam mengakui  pemilikan  seseorang  atas  harta,  baik  ia  laki-laki  atau  perempuan,  melalui  jalan  yang  dibenarkan  syariah,  sebagaimana  Islam  mengakui  berpindahnya  sesuatu  yang  dimiliki  seseorang  ketika  hidupnya  kepada  ahli  warisnya sesudah matinya, baik ahli waris itu laki-laki atau perempuan, tanpa  membedakan antara anak kecil atau orang dewasa.
Al-Qur’an yang mulia telah menerangkan hukum-hukum kewarisan,  keadaan-keadaan setiap ahli waris dengan penjelasan yang  cukup memadai, di  mana tidak seorang pun di antara manusia yang luput dari bagian atau batasan  warisan.  Sebab,  Al-Qur’an  sebagai  sandaran  dalam  menetapkan  hukum  dan  kadar bagiannya.
  Surahwadi K. Lubis, Hukum Waris Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 1995), 1.
 Muhammad Ali Ash-shabuniy, Hukum Waris Islam, ( Surabaya: Al- Ikhlas, 1995),  47.
 Di antara aturan yang mengatur hubungan antar sesama manusia yang  diciptakan  Allah  adalah  aturan  tentang  harta  warisan  (Hukum  Kewarisan  Islam)  yang  mengatur  peralihan  harta  dari  seseorang  yang  telah  meninggal  kepada yang masih hidup.  Harta yang ditinggalkan oleh seseorang yang telah  meninggal  dunia  memerlukan  pengaturan  tentang  siapa  yang  berhak  menerimanya, berapa jumlahnya, dan bagaimana cara mendapatkannya.
Berkaitan dengan masalah waris, hukum Islam telah mengatur dengan  sedemikian rupa sebagaimana yang termaktub dalam al- Qur’an:  َ Artinya:  “Allah  mensyariatkan  bagimu  tentang  pembagian  pusaka  untuk  anakanakmu.  Yaitu:  bagian  seorang  anak  laki-laki  sama  dengan  bagian  dua  anak  perempuan;  dan  jika  anak  itu  semuanya  anak  perempuan  lebih  dari  dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika  anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan  untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta  yang  ditinggalkan,  jika  yang  meninggal  itu  mempunyai  anak;  jika  orang  yang  meninggal  itu  tidak  mempunyai  anak  dan  ia  diwarisi  oleh  bapakibunya  (saja),  maka  ibunya  mendapat  sepertiga;  jika  yang  meninggal  itu  mempunyai  beberapa  saudara,  maka  ibunya  mendapat  seperenam.
(pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia  buat  atau  (dan)  sesudah  dibayar  hutangnya.  (Tentang)  orang  tuamu  dan  anak-anakmu,  kamu  tidak  mengetahui  siapa  diantara  mereka  yang  lebih  dekat  (banyak)  manfaatnya  bagimu.Ini  adalah  ketetapan  dari   Allah.Sesungguhnya Allah maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (Q.S.
An-Nisa’ :11).
 Surat An-nisa’ ayat 12: َ Artinya: “  Dan  bagimu  (suami-suami)  seperdua  dari  harta  yang  ditinggalkan  oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika Isteriisterimu  itu  mempunyai  anak,  Maka  kamu  mendapat  seperempat  dari  harta  yang  ditinggalkannya  sesudah  dipenuhi  wasiat  yang  mereka  buat  atau  (dan)  seduahdibayar  hutangnya.  para  isteri  memperoleh  seperempat  harta  yang  kamu  tinggalkan  jika  kamu  tidak  mempunyai  anak.  jika  kamu  mempunyai  anak,  Maka  para  isteri  memperoleh  seperdelapan  dari  harta  yang  kamu  tinggalkan  sesudah  dipenuhi  wasiat  yang  kamu  buat  atau  (dan)  sesudah  dibayar  hutang-hutangmu.  Jika  seseorang  mati,  baik  laki-laki  maupun  perempuan  yang  tidak  meninggalkan  ayah  dan  tidak  meninggalkan  anak,  tetapi  mempunyai  seorang  saudara  laki-laki  (seibu  saja)  atau  seorang  saudara  perempuan  (seibu  saja),  Maka  bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta.
tetapi  jika  Saudara-saudara  seibu  itu  lebih  dari  seorang,  Maka  mereka  bersekutu  dalam  yang  sepertiga  itu,  sesudah  dipenuhi  wasiat  yang  dibuat  olehnya  atau  sesudah  dibayar  hutangnya  dengan  tidak  memberi  mudharat  (kepada  ahli  waris)[274].  (Allah  menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at  yang benar-benar   Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: Syaamil Cipta Media,  2005), 78.
 dari  Allah,  dan  Allah  Maha  Mengetahui  lagi  Maha  Penyantun.
(Q.S. An-Nisa’: 12).
 Surat An-Nisa’ ayatArtinya:  “Mereka  meminta  fatwa  kepadamu  (tentang  kalalah).  Katakanlah:  "Allah  memberi  fatwa  kepadamu  tentang  kalalah  (yaitu):  jika  seorang  meninggal  dunia,  dan  ia  tidak  mempunyai  anak  dan  mempunyai  saudara  perempuan,  Maka  bagi  saudaranya  yang  perempuan  itu  seperdua  dari  harta  yang  ditinggalkannya,  dan  saudaranya  yang  laki-laki  mempusakai  (seluruh  harta  saudara  perempuan),  jika  ia  tidak  mempunyai  anak;  tetapi  jika  saudara  perempuan  itu  dua  orang,  Maka  bagi  keduanya  dua  pertiga  dari  harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. dan jika mereka (ahli  waris  itu  terdiri  dari)  Saudara-saudara  laki  dan  perempuan,  Maka  bahagian  seorang  saudara  laki-laki  sebanyak  bahagian  dua  orang  saudara  perempuan.  Allah  menerangkan  (hukum  ini)  kepadamu,  supaya  kamu  tidak  sesat.dan  Allah  Maha  mengetahui  segala  sesuatu.(Q.S. An-Nisa’: 176).
 Surat An-nisa’ ayat 7: Artinya:  “Bagi  orang  laki-laki  ada  hak  bagian  dari  harta  peninggalan  ibubapak  dan kerabatnya, dan bagi orang  wanita ada hak bagian (pula)   Ibid, 79.
 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: Syaamil Cipta Media,  2005), 106.
 dari  harta  peninggalan  ibu-bapak  dan  kerabatnya,  baik  sedikit  atau  banyak  menurut  bahagian  yang  Telah  ditetapkan.  (Q.S.  An-  Nisa’  :  7).
 Dalam ayat tersebut Allah SWT menegaskan  bagian setiap ahli waris  yang berhak untuk menerimanya. Ayat tersebut juga menjelaskan syarat-syarat  serta keadaan orang yang berhak mendapatkan warisan dan orang-orang yang  tidak  berhak  mendapatkannya.  Selain  itu,  ayat  tersebut  juga  menjelaskan  keadaan setiap ahli waris, kapan ia menerima bagian secara tertentu dan kapan  pula ia menerima secara “as}abah”.
 Namun  dalam  praktik  kehidupan  sehari-hari  tidak  banyak  masyarakat  menggunakan  aturan  pembagian  seperti  yang  telah  dijelaskan  dalam  AlQur’an.  Masyarakat  lebih  sering  menggunakan  hukum  adat  pada  masingmasing  daerah  mereka.  Hal  tersebut  dikarenakan  minimnya  pengetahuan masyarakat  mengenai  aturan-aturan  pembagian  waris  menurut  hukum  waris  Islam  dan  masih  melekatnya  tradisi  pembagian  waris  dari  daerah  mereka.
Mereka menganggap  pembagian waris secara  Islam  rumit dilakukan karena  harus mengkalkulasi seluruh nilai harta  peninggalan pewaris kemudian dibagi  menurut pecahan-pecahan sesuai dengan bagian waris masing-masing.
  Ibid, 78.
 Muhammad Ali As- Shabuni, Pembagian Waris Menurut Islam, (Jakarta: Gema Insani, 1995),  15.
 Ibid., 25.
 Sebagai  gambaran  umum,  penulis  paparkan  adat-istiadat  atau  tradisi  pewarisan  tesebut.  Secara  selintas  pewarisan  masyarakat  Kemlokolegi  dalam  membagi  harta  warisan  menggunakan  metode  pembagian  waris  dengan  cara  dilotre/diundi  karena  sebagian  besar  harta  warisannya  adalah  tanah/pekarangan.
Metode  pembagian  seperti  ini,  tidak  membedakan  antara  anak  lakilaki  dan  perempuan,  mereka  mendapat  bagian  dengan  cara  dilotre.  Beberapa  bidang tanah yang ukurannya berbeda-beda setelah itu diurutkan dari ukuran  paling besar sampai yang terkecil dan jika ahli waris namanya keluar pertama  dalam  lotrean  tersebut  maka  ahli  waris  tersebut  mendapatkan  harta  warisan  pertama  sekaligus  mendapatkan  jumlah  yang  paling  besar,  dan  pembagian  tersebut  dilanjut  sampai  ahli  waris  yang  terakhir.  Pembagian  waris  di  atas  dilakukan melalui musyawarah dan atas kesepakatan keluarga.
Oleh  sebab  itu,  penulis  menganggap  perlu  mengadakan  penelitian  untuk mengetahui metode pembagian waris yang terjadi pada masyarakat Desa  Kemlokolegi Kab. Nganjuk yang mencakup tiga hal yaitu: Metode pembagian  waris  dengan  cara  dilotre;  Alasan  masyarakat  Kemlokolegi  dalam  pembagiannya dengan cara dilotre; Bagaimana Analisis Hukum Islam terhadap  metode  pembagian  waris  dengan  cara  dilotre  di  Desa  Kemlokolegi  kab.
Nganjuk tersebut.
 B.  Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas terdapat beberapa masalah  dalam  penelitian  ini.  Adapun  masalah-masalah  tersebut  dapat  diidentifikasi  sebagai berikut: 1.  Metode pembagian waris dalam Islam 2.  Metode pembagian waris dengan cara lotre.
3.  Alasan  masyarakat  di  Desa  Kemlokolegi  Nganjuk  menggunakan  pembagian waris dengan cara lotre 4.  Praktek pembagian waris dengan cara lotre.
5.  Sistem pembagian waris menurut syari’at Islam Sedangkan  batasan  masalah  digunakan  untuk  memfokuskan  permasalahan.  Maka  dari  identifikasi  masalah  tersebut,  penulis  hanya  membatasi pada masalah-masalah tentang: 1.   Metode  pembagian  waris  dengan  cara  lotre  di  Desa  Kemlokolegi  Kab.
Nganjuk 2.  Alasan  masyarakat  di  Desa  Kemlokolegi  Nganjuk  menggunakan  pembagian waris dengan cara lotre 3.  Analisis hukum Islam terhadap metode pembagian waris dengan cara lotre  di Desa Kemlokolegi Kab. Nganjuk.
 C.  Rumusan Masalah Berangkat  dari  latar  belakang  di  atas,  maka  dapat  dirumuskan  permasalahannya sebagai berikut: 1.  Bagaimana  metode  pembagian  waris  dengan  cara  lotre  di  Desa  Kemlokolegi Kab. Nganjuk? 2.  Mengapa  masyarakat  di  Desa  Kemlokolegi  Nganjuk  menggunakan  pembagian waris dengan cara lotre? 3.  Bagaimana  tinjauan  hukum  Islam  terhadap  pembagian  hak  waris  dengan  cara lotre di Desa Kemlokolegi Kab. Nganjuk?
D.  Kajian Pustaka Kajian pustaka adalah deskripsi singkat tentang kajian atau penelitian  yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang diteliti sehingga terlihat  jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan atau  duplikasi dari kajian atau penelitian tersebut.
 Sebelumnya  masalah  waris  telah  banyak  ditulis  secara  teoritis  di  dalam  literature,  akan  tetapi  masalah  metode  pembagian  waris  dengan  cara  lotre di Desa Kemlokolegi Kab. Nganjuk  adalah penelitian yang pertama kali  dikupas dan dibahas 


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi