BAB I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH Tidak
semua individu dilahirkan dalam keadaan normal. Beberapa diantaranya terkadang memiliki keterbatasan
fisik maupun psikis, yang telah mereka
alami sejak kelahirannya atau masa perkembangannya.Gangguan perkembangan intelektual atau yang bisaa
disebut dengan gangguan cacat mental
merupakan salah satu diantaranya.
Reterdasi mental atau cacat
mentaladalah suatu kondisi yang ditandai oleh intelegensi yang rendah yang menyebabkan
ketidakmampuan individu untuk belajar
dan beradaptasi dimasyarakat atas tuntutan yang dianggap normal.Anak-anak serta orang dewasa yang
memiliki keterbelakangan mental bisaanya
memiliki intelegensi dibawah rata-rata, yaitu dengan IQ dibawah 70.
Orang-orang ini bisaanya tidak
bisa mengikuti proses belajar mengajar (sekolah) seperti halnya pada orang normal pada umumnya,
karena cara berfikirnya yang terlalu
sederhana, daya tangkap dan dayanalarnya yang sangat sederhana, serta daya ingatnya yang amat lemah, bukan hanya
dalam kemampuan bahasa saja melainkan
dalam proses berhitungnya jugasangat lemah. Selain itu orang yang memiliki keterbelakangan mental jugamemiliki
gangguan perilaku adiktif, diantara
perilaku yang paling menonjol adalah sulitnya berproses dengan 2 masyarakat
dan juga perilaku kekanak-kanankan yang tidak sesuai dengan umurnya.
Banyak wilayah di Indonesia,
khususnyadi daerah-daerah yang jauh dari pusat kota, dimana sebagian besar penduduknya
belum banyak mengetahui informasi
mengenai penyakit cacat mental dan reterdasi mental, para penderita gangguan ini mendapatkan perlaku yang tidak
selayaknya sebagai warga pada umumnya.
Yang paling parah perlakuan yang tidak selayaknya dalam permasalahan ini adalah dianggap “GILA”oleh
masyarakat dan tidak mendapat perawatan
yang tepat.Anggapan inilah yang menyebabkan banyak hak-hak mereka terabaikan.
Terlepas dari berbagai kondisi
yang dialami, pada dasarnya setiap manusia
memiliki hak yang sama untuk memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya. Setiap orang berhak dan tumbuh dan
berkembang dalam lingkungan yang
kondusif dan supportif, termasuk bagi mereka yang memiliki keterbelakangan mental.Dalam deklarasi hak
penyandang cacat yang dicetuskan oleh
majlis umum PBB, bahwa berperan aktif dalam sebuah keluarga merupakan salah satu dari hak mereka.
Di Indonesia sendiri hak-hak mereka dilindungi
dalam UU.No. 4 tahun 1997 tentang
penyandang cacat.
Deklarasipenyandangcacat, di
cetuskanolehmajlisumumPBB denganResolusi3447 (XXX) tertanggal 9 Desember1975 di New York.
3 Manusia dalam menjalani hidup di masyarakat
tidak dapat lepas dari ketergantungan
kepada masyarakat ataupun manusia disekitarnya, hal ini dikarenakan manusia tercipta sebagai zoon
politicon atau mahluk social yang dalam
kodratnya memang membutuhkan interaksi dengan manusia yang lain.
Hidup bersama-sama merupakan
salah satu solusi dimana ketergantungan tersebut
bisa terpecahkan dan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan jasmani maupun rohani. Demikian pula
bagi laki-laki dan perempuan yang telah
mencapai usia tertentu, maka ia tidak akan lepas dari permasalahan tersebut. Sudah pasti ia ingin memenuhi
kebutuhannya baik kebutuhan jasmani maupun
rohaninya bersama dengan orang lainyang bisa dijadikan curahan hati dan penyejuk jiwa, serta dijadikan menjadi
tempat berbagi dalam suka maupun duka.
Hidup bersama antara laki-laki dan perempuan sebagai pasangan suami istri dan telah memenuhi ketentuan hukumnya
inilah yang lazim disebut dengan istilah
pernikahan.
Perkawinan merupakan jalan yang
paling bermanfaat dan paling utama dalam
upaya merealisasikan serta menjaga kehormatan. Karena dengan pernikahan inilah seseorang dapat terhindar
dari apa yang telah di haramkan oleh
Allah. Itulah sebabnya rosulullah SAW mendorong untuk mempercepat pernikahan dan mempermudah untuk memberantas
kendala-kendala yang dianggap sebagai
batu sandungan untuk mempersulit proses mulia ini.
4 Pernikahan atau perkawinan merupakan naluriah
manusia dalam mencapai dan membina rumah
tangga untuk mencapai kedamaian, ketentraman hidup dan menimbulkan kasih sayang.Sebagaimana
firman Allah SWT. Dalam surat ar-rum
ayat 21, yang berbunyi : Artinya : Dan
di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir.
Dalam ayat diatas menjelaskan bahwa tujuan
dari pernikahn sangatlah mulia, yaitu
menciptakan keluarga yang damai, aman, dan tentram (sakinah, mawaddah wa rahmah). Akan tetapi untuk
mewujudkan maksud dari pernikahan yang
baik tidak hanya bisa dilakukan dengan sekedar pernikahan saja, melainkan harus dibekali dengan kedewasaan dan
kematangan bagi kedua mempelai, hingga
nantinya akan terjadi suatu tanggung jawab dalam rumah tangga diantara mereka.
Departemen Agama RI, al-Qur’an
danterjemahnya,edisibaru (Surabaya : Duta Ilmu, 2005 ), 570.
5 Senada dengan ayat diatas, Nabi Muhammad
memberikan tuntunan agar dalam
melaksanakan perkawinan harus mempunyai persiapan-persiapan, bukan hanya persiapan fisik saja melainkan persiapan
jasmani, rohani, batin dan ekonomi,
sebagaimana hadits nabi yang cukup populair dikalangan akademisi maupun santri dalam maslah pernikahan, yakni : Kemampuan yang dikehendaki dalam hadits nabi
diatas menunjukkan tentang adanya
kemampuan yang tidak hanya kemampuan batin saja, melainkan kemampuan jasmani, rohani, dan batiniah, serta
kemampuan fisik maupun non fisik kepada
pasangannya. Dalam kehidupan rumah tangga, kerja keras dan saling pengertian mutlak untuk dilakukan,
sehingga akan mewujudkan kehidupan yang
harmonis antara suami istri. Dan untuk merealisasikan tujuan tersebut dibutuhkan persiapan yang matang,
baik dalam segimateriel maupun non
materiel.
Dalam pasal 1 undang-undang no. 1
tahun 1974 tentang perkawinan tercantum
rumusan tentang perkawinan yang berbunyi : perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan
seorang wanita sebagai suami istri Al
–Imam Abi>abdillah Muhammad IbnIsma’il al-Bukhari, Sahih al Bukhari,
an-Nikah, (Beirut : Dar al-Fikr, 1994),
VI : 143.
6 dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah
tangga) yang kekal berdasarkan ketuhanan
Yang Maha Esa.
Untuk dapat mewujudkan fungsi dan tujuan
pernikahan tersebut maka kematangan
mental dan fisik kedua mempelai menjadi factor paling penting dalam menunjang keberhasilan cita-cita rumah
tangga. Karena tanpa kematangan fisik
dan mental dari suami istri maka hak dan kewajiban mereka akan sulit untuk terpenuhi. Sejalan dengan hal
itu undang-undang perkawinan menganut
prinsip bahwa calon suami harus telah siap serta masak jiwa dan raganya untuk dapat melangsungkan
perkawinan.Tujuannya adalah agar dapat mewujudkan
tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir dengan perselisihan atau bahkan perceraian.
Dalam kenyataanya antara tuntutan
idealitas dan realitas sering kali tidak
berjalan beriringan.Para penyandang cacat mental yang juga sebagai manusia normal juga dikaruniai hasrat seksual
juga tentunyaingin mengikatkan dirinya
dalam ikatan suci atau yang lebih kita kenal dengan perkawinan.Hal ini menjadi sesuatu yang sangat wajar.Namun
melihat kecerdasan mereka yang berada
dibawah normal dikawatirkanmereka tidak dapat mengatasi permasalahan secara dewasa dan mengendalikan
emosi sepertihalnya pada manusia normal
pada umumnya.Bukan itu saja yang menjadi kekhawatiran jika Undang-Undang No. 1 Pasal 1 tahun 1974,
TentangPerkawinan. 7 terjadi
perkawinan antara orang yang memiliki keterbelakangan mental, yakni tidak terpenuhinya siklus nafkah dalam
keluarga yang menjadi bagian penting dalam
perkawinan. Hal ini pada akhirnyadapat menimbulkan berbagai masalah baru yang dari hari kehari terus bermunculan
dan yang paling parah sudah dipastikan
akan membuat beban kepada keluarga atau orang tua masing-masing mempelai.
Melihat adanya keinginan dalam
diri penyandang cacat mental yang sama-sama
memiliki perasaan suka-sama suka dan sama-sama memiliki kenginan untuk melangsungkan perkawinan
dikarenakan perkembangan seksual yang
telah matang, tanpa memikirkan sebab akibat yang diakibatkan dalam perkawinan kedua insan yang memiliki
keterbelakangan mental maka penulis tertarik
untuk mengangkatnya dalam skripsi “Analisis Hukum Islam Terhadap Pernikahan Orang Gila di Ponpes As-Syifa Dusun
Ngrandon, Desa Cepoko Kecamatan Ngrambe
Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur ” B. IDENTIFIKASI DAN BATASAN MASALAH 1.
Identifikasi Masalah Berdasarkan gambaran diatas dapat difahami bahwa
masalah yang akan diteliti adalah : a.
Deskripsi pernikahan orang gila di Ponpes As-Syifa Dusun Ngrandon, Desa Cepoko Kecamatan Ngrambe Kabupaten Ngawi.
8 b.
Factor-faktor terjadinya pernikahan orang gila di Ponpes As-Syifa Dusun Ngrandon, Desa Cepoko Kecamatan Ngrambe
Kabupaten Ngawi.
c. Bagaimana solusi pemasalahan rumah tangga
yang disebabkan dari pernikahan orang
gila di Ponpes As-Syifa Dusun Ngrandon, Desa Cepoko Kecamatan Ngrambe Kabupaten Ngawi.
d. Bagaimana metode istimbat hukum Islam yang
dipakai dalam Pernikahan orang gila di
Ponpes As-Syifa Dusun Ngrandon, Desa Cepoko Kecamatan Ngrambe Kabupaten Ngawi.
e. Bagaimana pandangan hukum Islam dalam
memandang pernikahan orang gila di
Ponpes As-Syifa Dusun Ngrandon, Desa Cepoko Kecamatan Ngrambe Kabupaten Ngawi.
2. Pembatasan Masalah Dalam penelitian ini
penulis membatasi pada : a. Mengapa
terjadi pernikahan di Ponpes As-Syifa di Dusun Ngrandon, Desa Cepoko Kecamatan Ngrambe Kabupaten Ngawi.
b. Apaalasan dalam pengesahan pernikahan di
Ponpes As-Syifa di Dusun Ngrandon, Desa
Cepoko Kecamatan Ngrambe Kabupaten Ngawi.
c. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap
pernikahan orang gila di Ponpes As-Syifa
Dusun Ngrandon, Desa Cepoko Kecamatan Ngrambe Kabupaten Ngawi.
9 C.
Rumusan Masalah Dari penjelasan
di atas, dapat dibentuk beberapa rumusan masalah untuk acuan dalam pembuatan skripsi, yaitu : 1.
Mengapa terjadi pernikahan di Ponpes As-Syifa Di Dusun Ngrandon, Desa Cepoko Kecamatan Ngrambe Kabupaten Ngawi.
2. Apaalasan dalam pengesahan pernikahanoleh KUA
di Ponpes As-Syifa di Dusun Ngrandon,
Desa Cepoko Kecamatan Ngrambe Kabupaten Ngawi.
3. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap
pernikahan orang gila di Ponpes As-Syifa
Dusun Ngrandon, Desa Cepoko Kecamatan Ngrambe Kabupaten Ngawi.
D. Kajian Pustaka Berdasarkan penelusuran kajian pustaka, dapat
ditemukan dua buah karya ilmiah yang
bersinggungan dengan adanya suatu unsur penyakit gila dalam sebuah pernikahan, yaitu: 1.
Skripsi karya Mat Rosih dengan judul Analisis Hukum Islam Terhadap Perkawinan Wanita Berpenyakit Gila (Studi
Kasus di Desa Lantek Barat Kecamatan
Galis Kabupaten Bangkalan).
Pada skripsi yang pertama di
atas, membahas tentang perkawinan bagi
wanita yang berpenyakit gila saja.Jadi, jelas berbeda bahasan antara 10 penelitian
yang sebelumnya dengan penelitian yang di bahas dalam penulis skripsi ini.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi