Jumat, 04 Juli 2014

Skripsi Syariah:ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERNIKAHAN ORANG GILA DI PONPES STRES AS-SYIFA DUSUN NGRANDON DS.CEPOKO KEC.NGRAMBE KAB.NGAWI


BAB I  PENDAHULUAN
 A.  LATAR BELAKANG MASALAH  Tidak semua individu dilahirkan dalam keadaan normal. Beberapa  diantaranya terkadang memiliki keterbatasan fisik maupun psikis, yang telah  mereka alami sejak kelahirannya atau masa perkembangannya.Gangguan  perkembangan intelektual atau yang bisaa disebut dengan gangguan cacat  mental merupakan salah satu diantaranya.
Reterdasi mental atau cacat mentaladalah suatu kondisi yang ditandai  oleh intelegensi yang rendah yang menyebabkan ketidakmampuan individu  untuk belajar dan beradaptasi dimasyarakat atas tuntutan yang dianggap  normal.Anak-anak serta orang dewasa yang memiliki keterbelakangan mental  bisaanya memiliki intelegensi dibawah rata-rata, yaitu dengan IQ dibawah 70.

Orang-orang ini bisaanya tidak bisa mengikuti proses belajar mengajar (sekolah)  seperti halnya pada orang normal pada umumnya, karena cara berfikirnya yang  terlalu sederhana, daya tangkap dan dayanalarnya yang sangat sederhana, serta  daya ingatnya yang amat lemah, bukan hanya dalam kemampuan bahasa saja  melainkan dalam proses berhitungnya jugasangat lemah. Selain itu orang yang  memiliki keterbelakangan mental jugamemiliki gangguan perilaku adiktif,  diantara perilaku yang paling menonjol adalah sulitnya berproses dengan   2  masyarakat dan juga perilaku kekanak-kanankan yang tidak sesuai dengan  umurnya.
Banyak wilayah di Indonesia, khususnyadi daerah-daerah yang jauh dari  pusat kota, dimana sebagian besar penduduknya belum banyak mengetahui  informasi mengenai penyakit cacat mental dan reterdasi mental, para penderita  gangguan ini mendapatkan perlaku yang tidak selayaknya sebagai warga pada  umumnya. Yang paling parah perlakuan yang tidak selayaknya dalam  permasalahan ini adalah dianggap “GILA”oleh masyarakat dan tidak mendapat  perawatan yang tepat.Anggapan inilah yang menyebabkan banyak hak-hak  mereka terabaikan.
Terlepas dari berbagai kondisi yang dialami, pada dasarnya setiap  manusia memiliki hak yang sama untuk memperoleh kebahagiaan dalam  hidupnya. Setiap orang berhak dan tumbuh dan berkembang dalam lingkungan  yang kondusif dan supportif, termasuk bagi mereka yang memiliki  keterbelakangan mental.Dalam deklarasi hak penyandang cacat yang dicetuskan  oleh majlis umum PBB, bahwa berperan aktif dalam sebuah keluarga merupakan  salah satu dari hak mereka.
 Di Indonesia sendiri hak-hak mereka dilindungi  dalam UU.No. 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat.
 Deklarasipenyandangcacat, di cetuskanolehmajlisumumPBB denganResolusi3447 (XXX)  tertanggal 9 Desember1975 di New York.
3  Manusia dalam menjalani hidup di masyarakat tidak dapat lepas dari  ketergantungan kepada masyarakat ataupun manusia disekitarnya, hal ini  dikarenakan manusia tercipta sebagai zoon politicon atau mahluk social yang  dalam kodratnya memang membutuhkan interaksi dengan manusia yang lain.
Hidup bersama-sama merupakan salah satu solusi dimana ketergantungan  tersebut bisa terpecahkan dan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan, baik  kebutuhan jasmani maupun rohani. Demikian pula bagi laki-laki dan perempuan  yang telah mencapai usia tertentu, maka ia tidak akan lepas dari permasalahan  tersebut. Sudah pasti ia ingin memenuhi kebutuhannya baik kebutuhan jasmani  maupun rohaninya bersama dengan orang lainyang bisa dijadikan curahan hati  dan penyejuk jiwa, serta dijadikan menjadi tempat berbagi dalam suka maupun  duka. Hidup bersama antara laki-laki dan perempuan sebagai pasangan suami  istri dan telah memenuhi ketentuan hukumnya inilah yang lazim disebut dengan  istilah pernikahan.
Perkawinan merupakan jalan yang paling bermanfaat dan paling utama  dalam upaya merealisasikan serta menjaga kehormatan. Karena dengan  pernikahan inilah seseorang dapat terhindar dari apa yang telah di haramkan  oleh Allah. Itulah sebabnya rosulullah SAW mendorong untuk mempercepat  pernikahan dan mempermudah untuk memberantas kendala-kendala yang  dianggap sebagai batu sandungan untuk mempersulit proses mulia ini.
4  Pernikahan atau perkawinan merupakan naluriah manusia dalam  mencapai dan membina rumah tangga untuk mencapai kedamaian, ketentraman  hidup dan menimbulkan kasih sayang.Sebagaimana firman Allah SWT. Dalam  surat ar-rum ayat 21, yang berbunyi :  Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan  untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan  merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan  sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat  tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
 Dalam ayat diatas menjelaskan bahwa tujuan dari pernikahn sangatlah  mulia, yaitu menciptakan keluarga yang damai, aman, dan tentram (sakinah,  mawaddah wa rahmah). Akan tetapi untuk mewujudkan maksud dari pernikahan  yang baik tidak hanya bisa dilakukan dengan sekedar pernikahan saja,  melainkan harus dibekali dengan kedewasaan dan kematangan bagi kedua  mempelai, hingga nantinya akan terjadi suatu tanggung jawab dalam rumah  tangga diantara mereka.
 Departemen Agama RI, al-Qur’an danterjemahnya,edisibaru (Surabaya : Duta Ilmu, 2005  ), 570.
5  Senada dengan ayat diatas, Nabi Muhammad memberikan tuntunan agar  dalam melaksanakan perkawinan harus mempunyai persiapan-persiapan, bukan  hanya persiapan fisik saja melainkan persiapan jasmani, rohani, batin dan  ekonomi, sebagaimana hadits nabi yang cukup populair dikalangan akademisi  maupun santri dalam maslah pernikahan, yakni :   Kemampuan yang dikehendaki dalam hadits nabi diatas menunjukkan  tentang adanya kemampuan yang tidak hanya kemampuan batin saja, melainkan  kemampuan jasmani, rohani, dan batiniah, serta kemampuan fisik maupun non  fisik kepada pasangannya. Dalam kehidupan rumah tangga, kerja keras dan  saling pengertian mutlak untuk dilakukan, sehingga akan mewujudkan  kehidupan yang harmonis antara suami istri. Dan untuk merealisasikan tujuan  tersebut dibutuhkan persiapan yang matang, baik dalam segimateriel maupun  non materiel.
Dalam pasal 1 undang-undang no. 1 tahun 1974 tentang perkawinan  tercantum rumusan tentang perkawinan yang berbunyi : perkawinan adalah  ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri   Al –Imam Abi>abdillah Muhammad IbnIsma’il al-Bukhari, Sahih al Bukhari, an-Nikah,  (Beirut : Dar al-Fikr, 1994), VI : 143.
6  dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang kekal  berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.
 Untuk dapat mewujudkan fungsi dan tujuan pernikahan tersebut maka  kematangan mental dan fisik kedua mempelai menjadi factor paling penting  dalam menunjang keberhasilan cita-cita rumah tangga. Karena tanpa  kematangan fisik dan mental dari suami istri maka hak dan kewajiban mereka  akan sulit untuk terpenuhi. Sejalan dengan hal itu undang-undang perkawinan  menganut prinsip bahwa calon suami harus telah siap serta masak jiwa dan  raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan.Tujuannya adalah agar dapat  mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir dengan perselisihan  atau bahkan perceraian.
Dalam kenyataanya antara tuntutan idealitas dan realitas sering kali  tidak berjalan beriringan.Para penyandang cacat mental yang juga sebagai  manusia normal juga dikaruniai hasrat seksual juga tentunyaingin mengikatkan  dirinya dalam ikatan suci atau yang lebih kita kenal dengan perkawinan.Hal ini  menjadi sesuatu yang sangat wajar.Namun melihat kecerdasan mereka yang  berada dibawah normal dikawatirkanmereka tidak dapat mengatasi  permasalahan secara dewasa dan mengendalikan emosi sepertihalnya pada  manusia normal pada umumnya.Bukan itu saja yang menjadi kekhawatiran jika   Undang-Undang No. 1 Pasal 1 tahun 1974, TentangPerkawinan.    7  terjadi perkawinan antara orang yang memiliki keterbelakangan mental, yakni  tidak terpenuhinya siklus nafkah dalam keluarga yang menjadi bagian penting  dalam perkawinan. Hal ini pada akhirnyadapat menimbulkan berbagai masalah  baru yang dari hari kehari terus bermunculan dan yang paling parah sudah  dipastikan akan membuat beban kepada keluarga atau orang tua masing-masing  mempelai.
Melihat adanya keinginan dalam diri penyandang cacat mental yang  sama-sama memiliki perasaan suka-sama suka dan sama-sama memiliki  kenginan untuk melangsungkan perkawinan dikarenakan perkembangan seksual  yang telah matang, tanpa memikirkan sebab akibat yang diakibatkan dalam  perkawinan kedua insan yang memiliki keterbelakangan mental maka penulis  tertarik untuk mengangkatnya dalam skripsi “Analisis Hukum Islam Terhadap  Pernikahan Orang Gila di Ponpes As-Syifa Dusun Ngrandon, Desa Cepoko  Kecamatan Ngrambe Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur ”  B.  IDENTIFIKASI DAN BATASAN MASALAH  1.  Identifikasi Masalah Berdasarkan gambaran diatas dapat difahami bahwa masalah yang  akan diteliti adalah :  a.  Deskripsi pernikahan orang gila di Ponpes As-Syifa Dusun Ngrandon,  Desa Cepoko Kecamatan Ngrambe Kabupaten Ngawi.
8  b.  Factor-faktor terjadinya pernikahan orang gila di Ponpes As-Syifa Dusun  Ngrandon, Desa Cepoko Kecamatan Ngrambe Kabupaten Ngawi.
c.  Bagaimana solusi pemasalahan rumah tangga yang disebabkan dari  pernikahan orang gila di Ponpes As-Syifa Dusun Ngrandon, Desa Cepoko  Kecamatan Ngrambe Kabupaten Ngawi.
d.  Bagaimana metode istimbat hukum Islam yang dipakai dalam Pernikahan  orang gila di Ponpes As-Syifa Dusun Ngrandon, Desa Cepoko Kecamatan  Ngrambe Kabupaten Ngawi.
e.  Bagaimana pandangan hukum Islam dalam memandang pernikahan orang  gila di Ponpes As-Syifa Dusun Ngrandon, Desa Cepoko Kecamatan  Ngrambe Kabupaten Ngawi.
2.  Pembatasan Masalah Dalam penelitian ini penulis membatasi pada : a.  Mengapa terjadi pernikahan di Ponpes As-Syifa di Dusun Ngrandon,  Desa Cepoko Kecamatan Ngrambe Kabupaten Ngawi.
b.  Apaalasan dalam pengesahan pernikahan di Ponpes As-Syifa di Dusun  Ngrandon, Desa Cepoko Kecamatan Ngrambe Kabupaten Ngawi.
c.  Bagaimana analisis hukum Islam terhadap pernikahan orang gila di  Ponpes As-Syifa Dusun Ngrandon, Desa Cepoko Kecamatan Ngrambe  Kabupaten Ngawi.
9  C.  Rumusan Masalah  Dari penjelasan di atas, dapat dibentuk beberapa rumusan masalah  untuk acuan dalam pembuatan skripsi, yaitu :  1.  Mengapa terjadi pernikahan di Ponpes As-Syifa Di Dusun Ngrandon,  Desa Cepoko Kecamatan Ngrambe Kabupaten Ngawi.
2.  Apaalasan dalam pengesahan pernikahanoleh KUA di Ponpes As-Syifa di  Dusun Ngrandon, Desa Cepoko Kecamatan Ngrambe Kabupaten Ngawi.
3.  Bagaimana analisis hukum Islam terhadap pernikahan orang gila di  Ponpes As-Syifa Dusun Ngrandon, Desa Cepoko Kecamatan Ngrambe  Kabupaten Ngawi.
D.  Kajian Pustaka  Berdasarkan penelusuran kajian pustaka, dapat ditemukan dua buah  karya ilmiah yang bersinggungan dengan adanya suatu unsur penyakit gila  dalam sebuah pernikahan, yaitu:  1.  Skripsi karya Mat Rosih dengan judul Analisis Hukum Islam Terhadap  Perkawinan Wanita Berpenyakit Gila (Studi Kasus di Desa Lantek Barat  Kecamatan Galis Kabupaten Bangkalan).
Pada skripsi yang pertama di atas, membahas tentang perkawinan  bagi wanita yang berpenyakit gila saja.Jadi, jelas berbeda bahasan antara  10  penelitian yang sebelumnya dengan penelitian yang di bahas dalam  penulis skripsi ini.



Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi