BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dalam praktek kehidupan sehari-hari, persoalan
waris seringkali menjadi krusial yang
terkadang memicu pertikaian dan menimbulkan keretakan hubungan keluarga. Penyebab utamanya ternyata
keserakahan dan ketamakan manusia, di samping
karena kekurangtahuan pihak-pihak yang terkait mengenai hukum pembagian waris.
Syariat Islam telah meletakkan sistem
kewarisan dalam aturan yang paling baik,
bijak, dan adil. Agama Islam menetapkan hak pemilikan benda bagi manusia, baik laki-laki maupun perempuan dalam
petunjuk syara’, seperti memindahkan hak
milik seseorang pada waktu masih hidup kepada ahli warisnya atau setelah dia meninggal, tanpa melihat
perbedaan antara anak kecil dan orang dewasa.
Hukum kewarisan Islam atau dalam kitab-kitab
fiqih biasa disebut fara>’id} adalah hukum kewarisan yang diikuti oleh umat
Islam dalam usaha mereka menyelesaikan
pembagian harta peninggalan keluarga yang meninggal dunia.
Ilmu
waris termasuk ajaran ilmu syari’at yang
memiliki kedudukan tinggi. Ilmu yang
menangani tentang waris ini merupakan sebuah disiplin ilmu Amir Syarifudddin, Hukum Kewarisan Islam,
(Jakarta: Prenada Media, 2004), 35.
1 2 yang Allah sendiri berkenan menjelaskan
pembagiannya secara tegas. Allah SWT
berfirman dalam al-Quran surat An Nisa>’ ayat: 11 yang berbunyi: ُ
Artinya: Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bagian seorang anak
lelaki sama dengan bagaian dua orang
anak perempuan, dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta
yang ditinggalkan; jika anak perempuan
itu seorang saja, Makaia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi
masing-masingnya seperenam dari harta yang
ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia
diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka
ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Makaibunya
mendapat seperenam.
(Pembagian- pembagian tersebut di atas)
sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat
atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anakanakmu, kamu tidak mengetahui siapa di
antara mereka yang lebih dekat (banyak)
manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana.
Ditambah
beberapa hadis Nabi SAW. yang memperjelas kandungan ayatayat tersebut. Dengan
begitu mayoritas pembahasan hukum kewarisan dalam Islam tidak keluar dari dua sumber pokok
tersebut.
Hukum kewarisan Islam adalah hukumyang
mengatur segala sesuatu yang berkenaan
dengan peralihan hak dan kewajiban atas harta kekayaan seseorang setelah ia meninggal dunia kepada
ahli warisnya. Hukum kewarisan Departemen
Agama RI, Al Quran dan Terjemahnya, (Kudus: Mubarokatan Toyyibah), 78.
3 Islam
disebut juga hukum fara>’idkarena adanya bagian-bagian tertentu bagi orang tertentu dalam keadaan tertentu.
Artinya : “ Bagilah harta pusaka
di antara ahli-ahli waris menurut Kitabullah
(al-Quran)”. (Muslim dan Abu Dawud).
Kemudian dengan adanya pembagian warisan
adanya rukun dan syarat.
Adapun rukunnya, yaitu: 1. muwarris|,2.
Wa>ris, 3. Maurus|.
Dan
juga syaratnya, yaitu: 1. matinya
muwarris||, 2. hidupnya wa>ris, 3. tidak ada penghalang menerima warisan.
Bagi
umat Islam melaksanakan syariat yang ditunjuk oleh nas-nas yang sarih adalah keharusan. Oleh
sebab itu pelaksanaan waris bedasarkan hukum
waris Islam bersifat wajib.
Kemudian Allah menetapkan hak kewarisan dalam
al-Quran dengan angka yang pasti yaitu :
1/2 ; 1/3 ; 1/4 ; 1/6 ; 1/8 ; dan 2/3 menyebutkan pula orang yang memperoleh harta warisan menurut
angka-angka tersebut, seperti anak
perempuan, ibu dll.
Hukum
kewarisan Islam di samping memuat ahli waris dengan kedudukan tertentu dan bagian yang telah
pasti. Ada juga di antara mereka ahli waris
yang tidak disebutkan bagiannya secara pasti, seperti anak laki-laki dan Ahmad Rofiq, Fiqih Mawaris,(Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 1995), 22.
Otje
Salman dan Mustofa Hanffas, Hukum Waris Islam, (Bandung: PT Refika Aditama, 2000), 4.
Amir
Syarifudddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2004), 40.
4 saudara
laki-laki atau seayah.
Dalam
kelompok kerabat laki-laki ini dalam penggunaan
pengertian bahasa arab biasanya disebut ‘as}abah.Dikatakan tidak pasti karena ahli waris ‘as}abahterkadang
tidak mendapatkan harta waris atau juga
bisa mendapatkan harta waris. Bahkan bisa berhak atas seluruh harta atau sisa harta waris.
Dalam Hukum Kewarisan Islam dikenal juga
dengan adanya masalah radd. Masalah ini
terjadi, apabila dalam pembagian harta waris terdapat sisa harta setelah ahli waris as}h}a>bul
furu>d} 6 memperoleh bagiannya. Cara
radd ditempuh untuk mengembalikan sisa
harta tersebut kepada ahli waris as}h}abul furu>d} seimbang dengan bagian yang
diterimamasing-masing secara proporsional.
Caranya adalah mengurangi angka asal masalah,
sehingga sama besarnya dengan jumlah
bagian yang diterima oleh mereka. Apabila tidak ditempuh dengan cara radd akan menimbulkan persoalan siapa yang
berhak menerimanya, sementara tidak ada
ahli waris yang menerima ‘as}abah.
Hukum
Kewarisan Islam juga memuat ahli waris z|awil arha>m, apabila tidak ada as|h}abul furu>d}dan ‘as}abah.
Mereka adalah ahli waris yang tidak mempunyai
bagian tertentu dalam al quran dan sunnah dan bukan termasuk ‘as}abah. Dengan ungkapan yang lebih ringkas:
mereka yang bukan as|h}abul furu>d} dan bukan ‘aho>bah. Maka setiap
kerabat yang mempunyai hubungan kekerabatan St. Rahma, “Kedudukan Ahli Waris Pengganti
dalam Hukum Islam”, Jurnal Imiah Keagamaan
dan Kemasyarakatan, 16, (Mei-Agustus, 2005), 11.
Ahmad
Rofiq, Fiqih Mawaris (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 117.
5 dengan
mayat dan tidak mewaris melalui furu>dldan ta’s}i>b, dia itu termasuk z|awil arha>m, seperti saudara perempuan
bapak, saudara laki-laki dan perempuan ibu
dan seterusnya.
Hukum
Kewarisan Islam dalam hal apabila ahli waris as|h}abul furu>d}, ‘as}abahdan z|awil arha>m tidak ada,
makasisa harta waris diberikan kepada Baitul
Mal untuk kemashlahatan kaum Muslimin.
Begitu
juga menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI)
pasal 191 yang berbunyi: “Bila pewaris tidak meninggalkan ahli waris sama sekali, atau ahli
warisnya tidak diketahui ada atau tidaknya,
maka harta tersebut atas putusan
Pengadilan Agama diserahkan penguasaannya
kepada Baitul Mal untuk kepentingan agama Islam dan kesejahteraan umum.” Kasus mengenai harta waris yang tidak ada ahli
waris as|h}abul furu>d}, ‘as}abah
danz|awil arha>mterjadi di daerah Malang, yang secara garis besarnya sebagai berikut: “Pada awalnya bpk. Saluki
mempunyai 4 orang anak, yaitu: Sumrana,
Samhedi, Mochammad Siat dan Maitun. Kemudian Mochammad Siat sejak kecil diasuh oleh bpk. Hasanuddin.
Selain mengasuh anak angkat Mochammad
siat, Bpk. Hasanuddin juga mengasuh seorang anak perempuan angkat yang bernama Farida, dimana antara
Mochammad Siat dengan Farida ketika
sudah besar dinikahkan oleh Bpk. Hasanuddin. Dijelaskan dalam cerita kasusnya, bahwasanya Siat telah meninggal dan
meninggalkan ahli waris Bpk.
Muhammad
Ali Ash Shabuniy, Hukum Waris Islam, (Surabaya: Al Ikhlas, 1995), 212.
Ibid,
54.
6 Saluki
(sebagai ayah kandung) dengan bagian ‘as}abah dan Farida (sebagai Isteri) dengan bagian ¼. Sedangkan Bpk. Hasanuddin
(sebagai ayah angkat) mendapat 1/3
bagian melalui Lembaga Wasiat Wajibah berdasarkan KHI pasal 209 ayat 1 yang berbunyi: “... Sedangkan terhadap orang
tua angkat yang tidak menerima wasiat
diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan anak angkatnya.” Setelah itu, Bpk. Hasanuddin meninggal dan
tidak mempunyai ahli waris selain anak
angkat yang bernama Farida yang mendapatkan 1/3 bagian melalui lembaga wasiat wajibah berdasarkan KHI pasal 209 ayat 2 yang berbunyi: “Terhadap anak angkat yang tidak menerima
wasiat diberiwasiat wajibah sebanyak-banyaknya
1/3 dari harta warisan dari orang tua angkatnya. Dengan begitu, harta waris Bpk. Hasanuddin terdapat
sisa, yang kemudian sisa harta waris
tersebut oleh Pengadilan Agama Malang diberikan kepada LAZIS di kecamatan dimana harta itu bertempat tinggal.”
Berdasarkan uraian panjang mengenai
bagian ahli waris menurut Hukum Islam
maupun Kompilasi Hukum Islam diatas, maka semestinya sisa harta waris Bpk. Hasanuddin diberikan kepada BaitulMal,
yang mana keberadaan Baitul Mal di
Indonesia masih berjalan, dan bahkan diakui oleh pemerintah.
Namun majelis Hakim Pengadilan Agama Malang
memutuskan sisa harta waris tersebut diberikan
kepada LAZIS di kecamatan dimana harta itu bertempat tinggal.
H. M.
Yazid, wawancara,Surabaya, 28 Mei 2012.
7 Bahwa
Majelis Hakim dalam memutuska perkara tersebut mempunyai dasar hukum tersendiri dalam menetapkan
kebijakannya. Oleh karena itu, penulis tertarik
untuk mengadakan penelitianlangsung ke Pengadilan Agama Malang dengan tujuan menjadikannya sebuah karya tulis
ilmiah yang berjudul “Studi Analisis
terhadap Putusan Pengadilan Agama Malang
Nomor: 0457/Pdt.
G/2011/PA. Mlg tentang Sisa Harta Waris yang
Diberikan kepada Lembaga Amil, Zakat,
Infak dan Sedekah.” B. Identifikasi Dan Batasan Masalah Bedasarkan latar belakang masalah yang telah
dipaparkan di atas maka dapat
diidentifikasi masalah sebagai berikut : 1.
Ketentuan waris dalam hukum Islam dan Kompilasi Hukum Islam (KHI).
2.
Status harta waris yang tidak mempunyai ahli waris sama sekali.
3.
Pertimbangan hukum Hakim dalam menetapkan sisa harta waris yang diberikan kepada Lembaga Amil, Zakat, Infak
dan Sedekah.
4.
Analisis terhadap Pertimbangan hukum Hakim dalam menetapkan sisa harta waris yang diberikan kepada Lembaga Amil,
Zakat, Infak dan Sedekah.
Berdasarkan identifikasi masalah di atas,
dalam penelitian ini dibatasi sebagai
berikut : 1. Pertimbangan hukum Hakim dalam menetapkan
sisa harta waris yang diberikan kepada
Lembaga Amil, Zakat, Infak dan Sedekah.
8 2. Analisis terhadap Pertimbangan hukum Hakim
dalam menetapkan sisa harta waris yang
diberikan kepada Lembaga Amil, Zakat, Infak dan Sedekah.
C.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar
belakang dan identifikasi masalah yang telah dijelaskan di atas, maka dapat ditemukan rumusan masalah
sebagai berikut: 1. Apa Pertimbangan hukum Hakim dalam menetapkan
sisa harta waris yang diberikan kepada
Lembaga Amil, Zakat, Infak dan Sedekah.
2.
Bagaimana Analisis terhadap
Pertimbangan hukum Hakim dalam menetapkan
sisa harta waris yang diberikan kepada Lembaga Amil, Zakat, Infak dan Sedekah.
D. Kajian Pustaka Kajian pustaka pada dasarnya hanya untuk
mendapatkan gambaran hubungan topik
dengan penelitian sejenis yang mungkin sebelumnya pernah diteliti oleh peneliti lain, sehinggah
diharapkan tidak ada penggulangan materi penelitian secara mutlak. Sedangkan kajian
pustaka adalah deskripsi ringkas tentang
kajian/penelitian yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga terlihat jelas bahwa
kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan
pengulangan atau duplikasi darikajian/penelitian yang telah ada.
9 Masalah
tentang sisa harta waris yang diberikan kepada Lembaga Amil, Zakat, Infak dan Sedekah, penulis belum
menjumpai karya ilmiah yang membahas
masalah tersebut.
E.
Tujuan Penelitian Setelah
mengetahui masalah yang akandibahas tentunya tidak terlepas dari tujuan diadakannya penelitian terhadap
Putusan Pengadilan Agama Malang Nomor:
0457/Pdt. G/2011/PA. Mlg tentang Sisa Harta Waris yang Diberikan kepada Lembaga Amil, Zakat, Infak dan Sedekah.
Agar tidak menyimpang dari rumusan
masalah yang diutarakan diatas maka tujuan penelitian ini adalah: 1.
Untuk mengetahui Apa Pertimbangan hukum Hakim dalam menetapkan sisa harta waris yang diberikan kepada Lembaga
Amil, Zakat, Infak dan Sedekah.
2.
Untuk mengetahui Bagaimana Analisis terhadap Pertimbangan hukum Hakim dalam menetapkan sisa harta waris yang
diberikan kepada Lembaga Amil, Zakat,
Infak dan Sedekah.
F.
Kegunaan Hasil Penelitian Penelitian
ini diharapkan mempunyai suatu kegunaan yang sekurangkurangnya dapat
difungsikan dalam 2 aspek (aspek teoritis dan aspek praktis), yaitu: 10
1. Aspek teoritis, hasil penelitian ini
dapat menambah khazanah keilmuan yaitu untuk
dijadikan bahan acuan dalam rangka mengembangkan teori hukum kekeluargaan khususnya hukum waris Islam.
2. Aspek praktis, hasil penelitian ini
diharapkan dapat dijadikan bahan dan pedoman
bagi para masyarakat khususnya para tokoh agama, ulama dan praktisi hukum dalam rangka programpembinaan
serta pemantapan kehidupan beragama
khususnya hukum kewarisan Islam sesuai dengan ajaran Islam, serta sebagai motivator bagi penulis
secara pribadi untuk lebih giat dalam
mengembangkan keilmuan dan lebih berkarya khususnya di bidang hukum
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi