Jumat, 04 Juli 2014

Skripsi Syariah:STUDI ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG NOMOR 0457Pdt. G2011PA. Mlg TENTANG SISA HARTA WARIS YANG DIBERIKAN KEPADA LEMBAGA AMIL, ZAKAT, INFAK DAN SEDEKAH


BAB I  PENDAHULUAN
 A. Latar Belakang Masalah  Dalam praktek kehidupan sehari-hari, persoalan waris seringkali menjadi  krusial yang terkadang memicu pertikaian dan menimbulkan keretakan hubungan  keluarga. Penyebab utamanya ternyata keserakahan dan ketamakan manusia, di  samping karena kekurangtahuan pihak-pihak yang terkait mengenai hukum  pembagian waris.
 Syariat Islam telah meletakkan sistem kewarisan dalam aturan yang  paling baik, bijak, dan adil. Agama Islam menetapkan hak pemilikan benda bagi  manusia, baik laki-laki maupun perempuan dalam petunjuk syara’, seperti  memindahkan hak milik seseorang pada waktu masih hidup kepada ahli warisnya  atau setelah dia meninggal, tanpa melihat perbedaan antara anak kecil dan orang  dewasa.
 Hukum kewarisan Islam atau dalam kitab-kitab fiqih biasa disebut fara>’id} adalah hukum kewarisan yang diikuti oleh umat Islam dalam usaha mereka  menyelesaikan pembagian harta peninggalan keluarga yang meninggal dunia.

  Ilmu waris termasuk ajaran ilmu  syari’at yang memiliki kedudukan  tinggi. Ilmu yang menangani tentang waris ini merupakan sebuah disiplin ilmu   Amir Syarifudddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2004), 35.
 1  2  yang Allah sendiri berkenan menjelaskan pembagiannya secara tegas. Allah  SWT berfirman dalam al-Quran surat An Nisa>’ ayat: 11 yang berbunyi:  ُ Artinya: Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk)  anak-anakmu. Yaitu : bagian seorang anak lelaki sama dengan bagaian  dua orang anak perempuan, dan jika anak itu semuanya perempuan lebih  dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika  anak perempuan itu seorang saja, Makaia memperoleh separo harta. dan  untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta  yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang  yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya  (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu  mempunyai beberapa saudara, Makaibunya mendapat seperenam.
 (Pembagian- pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia  buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan  anakanakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih  dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah.
 Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
  Ditambah beberapa hadis Nabi SAW. yang memperjelas kandungan ayatayat tersebut. Dengan begitu mayoritas pembahasan hukum kewarisan dalam  Islam tidak keluar dari dua sumber pokok tersebut.
 Hukum kewarisan Islam adalah hukumyang mengatur segala sesuatu  yang berkenaan dengan peralihan hak dan kewajiban atas harta kekayaan  seseorang setelah ia meninggal dunia kepada ahli warisnya. Hukum kewarisan   Departemen Agama RI, Al Quran dan Terjemahnya, (Kudus: Mubarokatan Toyyibah), 78.
 3  Islam disebut juga hukum fara>’idkarena adanya bagian-bagian tertentu bagi  orang tertentu dalam keadaan tertentu.
Artinya : “ Bagilah harta pusaka di antara ahli-ahli waris menurut  Kitabullah (al-Quran)”. (Muslim dan Abu Dawud).
 Kemudian dengan adanya pembagian warisan adanya rukun dan syarat.
 Adapun rukunnya, yaitu: 1. muwarris|,2. Wa>ris, 3. Maurus|.
  Dan juga syaratnya,  yaitu: 1. matinya muwarris||, 2. hidupnya wa>ris, 3. tidak ada penghalang  menerima warisan.
  Bagi umat Islam melaksanakan syariat yang ditunjuk oleh  nas-nas yang sarih adalah keharusan. Oleh sebab itu pelaksanaan waris  bedasarkan hukum waris Islam bersifat wajib.
 Kemudian Allah menetapkan hak kewarisan dalam al-Quran dengan  angka yang pasti yaitu : 1/2 ; 1/3 ; 1/4 ; 1/6 ; 1/8 ; dan 2/3 menyebutkan pula  orang yang memperoleh harta warisan menurut angka-angka tersebut, seperti  anak perempuan, ibu dll.
  Hukum kewarisan Islam di samping memuat ahli waris dengan  kedudukan tertentu dan bagian yang telah pasti. Ada juga di antara mereka ahli  waris yang tidak disebutkan bagiannya secara pasti, seperti anak laki-laki dan   Ahmad Rofiq, Fiqih Mawaris,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), 22.
  Otje Salman dan Mustofa Hanffas, Hukum Waris Islam, (Bandung: PT Refika Aditama,  2000), 4.
  Amir Syarifudddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2004), 40.
 4  saudara laki-laki atau seayah.
  Dalam kelompok kerabat laki-laki ini dalam  penggunaan pengertian bahasa arab biasanya disebut ‘as}abah.Dikatakan tidak  pasti karena ahli waris ‘as}abahterkadang tidak mendapatkan harta waris atau  juga bisa mendapatkan harta waris. Bahkan bisa berhak atas seluruh harta atau  sisa harta waris.
 Dalam Hukum Kewarisan Islam dikenal juga dengan adanya masalah  radd. Masalah ini terjadi, apabila dalam pembagian harta waris terdapat sisa  harta setelah ahli waris as}h}a>bul furu>d}  6 memperoleh bagiannya. Cara radd  ditempuh untuk mengembalikan sisa harta tersebut kepada ahli waris as}h}abul  furu>d} seimbang dengan bagian yang diterimamasing-masing secara proporsional.
 Caranya adalah mengurangi angka asal masalah, sehingga sama besarnya dengan  jumlah bagian yang diterima oleh mereka. Apabila tidak ditempuh dengan cara  radd akan menimbulkan persoalan siapa yang berhak menerimanya, sementara  tidak ada ahli waris yang menerima ‘as}abah.
  Hukum Kewarisan Islam juga memuat ahli waris z|awil arha>m, apabila  tidak ada as|h}abul furu>d}dan ‘as}abah. Mereka adalah ahli waris yang tidak  mempunyai bagian tertentu dalam al quran dan sunnah dan bukan termasuk  ‘as}abah. Dengan ungkapan yang lebih ringkas: mereka yang bukan as|h}abul furu>d} dan bukan ‘aho>bah. Maka setiap kerabat yang mempunyai hubungan kekerabatan   St. Rahma, “Kedudukan Ahli Waris Pengganti dalam Hukum Islam”, Jurnal Imiah  Keagamaan dan Kemasyarakatan, 16, (Mei-Agustus, 2005), 11.
  Ahmad Rofiq, Fiqih Mawaris (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 117.
 5  dengan mayat dan tidak mewaris melalui furu>dldan ta’s}i>b, dia itu termasuk  z|awil arha>m, seperti saudara perempuan bapak, saudara laki-laki dan perempuan  ibu dan seterusnya.
  Hukum Kewarisan Islam dalam hal apabila ahli waris as|h}abul furu>d},  ‘as}abahdan z|awil arha>m tidak ada, makasisa harta waris diberikan kepada  Baitul Mal untuk kemashlahatan kaum Muslimin.
  Begitu juga menurut  Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 191 yang berbunyi: “Bila pewaris tidak  meninggalkan ahli waris sama sekali, atau ahli warisnya tidak diketahui ada atau  tidaknya, maka harta tersebut atas  putusan Pengadilan Agama diserahkan  penguasaannya kepada Baitul Mal untuk kepentingan agama Islam dan  kesejahteraan umum.”  Kasus mengenai harta waris yang tidak ada ahli waris as|h}abul furu>d},  ‘as}abah danz|awil arha>mterjadi di daerah Malang, yang secara garis besarnya  sebagai berikut: “Pada awalnya bpk. Saluki mempunyai 4 orang anak, yaitu:  Sumrana, Samhedi, Mochammad Siat dan Maitun. Kemudian Mochammad Siat  sejak kecil diasuh oleh bpk. Hasanuddin. Selain mengasuh anak angkat  Mochammad siat, Bpk. Hasanuddin juga mengasuh seorang anak perempuan  angkat yang bernama Farida, dimana antara Mochammad Siat dengan Farida  ketika sudah besar dinikahkan oleh Bpk. Hasanuddin. Dijelaskan dalam cerita  kasusnya, bahwasanya Siat telah meninggal dan meninggalkan ahli waris Bpk.
  Muhammad Ali Ash Shabuniy, Hukum Waris Islam, (Surabaya: Al Ikhlas, 1995), 212.
  Ibid, 54.
 6  Saluki (sebagai ayah kandung) dengan bagian ‘as}abah dan Farida (sebagai Isteri)  dengan bagian ¼. Sedangkan Bpk. Hasanuddin (sebagai ayah angkat) mendapat  1/3 bagian melalui Lembaga Wasiat Wajibah berdasarkan KHI pasal 209 ayat 1  yang berbunyi: “... Sedangkan terhadap orang tua angkat yang tidak menerima  wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan anak  angkatnya.”  Setelah itu, Bpk. Hasanuddin meninggal dan tidak mempunyai ahli waris  selain anak angkat yang bernama Farida yang mendapatkan 1/3 bagian melalui  lembaga wasiat wajibah berdasarkan  KHI pasal 209 ayat 2 yang berbunyi:  “Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberiwasiat wajibah  sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan dari orang tua angkatnya. Dengan  begitu, harta waris Bpk. Hasanuddin terdapat sisa, yang kemudian sisa harta  waris tersebut oleh Pengadilan Agama Malang diberikan kepada LAZIS di  kecamatan dimana harta itu bertempat tinggal.”  Berdasarkan uraian panjang mengenai bagian ahli waris menurut Hukum  Islam maupun Kompilasi Hukum Islam diatas, maka semestinya sisa harta waris  Bpk. Hasanuddin diberikan kepada BaitulMal, yang mana keberadaan Baitul  Mal di Indonesia masih berjalan, dan bahkan diakui oleh pemerintah.
  Namun  majelis Hakim Pengadilan Agama Malang memutuskan sisa harta waris tersebut  diberikan kepada LAZIS di kecamatan dimana harta itu bertempat tinggal.
  H. M. Yazid, wawancara,Surabaya, 28 Mei 2012.
 7  Bahwa Majelis Hakim dalam memutuska perkara tersebut mempunyai dasar  hukum tersendiri dalam menetapkan kebijakannya. Oleh karena itu, penulis  tertarik untuk mengadakan penelitianlangsung ke Pengadilan Agama Malang  dengan tujuan menjadikannya sebuah karya tulis ilmiah yang berjudul “Studi  Analisis terhadap Putusan Pengadilan Agama Malang  Nomor: 0457/Pdt.
 G/2011/PA. Mlg tentang Sisa Harta Waris yang Diberikan kepada Lembaga  Amil, Zakat, Infak dan Sedekah.”  B.  Identifikasi Dan Batasan Masalah  Bedasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas maka  dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut :  1.  Ketentuan waris dalam hukum Islam dan Kompilasi Hukum Islam (KHI).
 2.  Status harta waris yang tidak mempunyai ahli waris sama sekali.
 3.  Pertimbangan hukum Hakim dalam menetapkan sisa harta waris yang  diberikan kepada Lembaga Amil, Zakat, Infak dan Sedekah.
 4.  Analisis terhadap Pertimbangan hukum Hakim dalam menetapkan sisa harta  waris yang diberikan kepada Lembaga Amil, Zakat, Infak dan Sedekah.
 Berdasarkan identifikasi masalah di atas, dalam penelitian ini dibatasi  sebagai berikut :  1.  Pertimbangan hukum Hakim dalam menetapkan sisa harta waris yang  diberikan kepada Lembaga Amil, Zakat, Infak dan Sedekah.
 8  2.  Analisis terhadap Pertimbangan hukum Hakim dalam menetapkan sisa harta  waris yang diberikan kepada Lembaga Amil, Zakat, Infak dan Sedekah.
 C.  Rumusan Masalah  Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dijelaskan  di atas, maka dapat ditemukan rumusan masalah sebagai berikut:  1.  Apa Pertimbangan hukum Hakim dalam menetapkan sisa harta waris yang  diberikan kepada Lembaga Amil, Zakat, Infak dan Sedekah.
 2.  Bagaimana Analisis terhadap  Pertimbangan hukum Hakim dalam  menetapkan sisa harta waris yang diberikan kepada Lembaga Amil, Zakat,  Infak dan Sedekah.
 D. Kajian Pustaka  Kajian pustaka pada dasarnya hanya untuk mendapatkan gambaran  hubungan topik dengan penelitian sejenis yang mungkin sebelumnya pernah  diteliti oleh peneliti lain, sehinggah diharapkan tidak ada penggulangan materi  penelitian secara mutlak. Sedangkan kajian pustaka adalah deskripsi ringkas  tentang kajian/penelitian yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang  akan diteliti sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak  merupakan pengulangan atau duplikasi darikajian/penelitian yang telah ada.
 9  Masalah tentang sisa harta waris yang diberikan kepada Lembaga Amil,  Zakat, Infak dan Sedekah, penulis belum menjumpai karya ilmiah yang  membahas masalah tersebut.
 E.  Tujuan Penelitian  Setelah mengetahui masalah yang akandibahas tentunya tidak terlepas  dari tujuan diadakannya penelitian terhadap Putusan Pengadilan Agama Malang  Nomor: 0457/Pdt. G/2011/PA. Mlg tentang Sisa Harta Waris yang Diberikan  kepada Lembaga Amil, Zakat, Infak dan Sedekah. Agar tidak menyimpang dari  rumusan masalah yang diutarakan diatas maka tujuan penelitian ini adalah:  1.  Untuk mengetahui Apa Pertimbangan hukum Hakim dalam menetapkan sisa  harta waris yang diberikan kepada Lembaga Amil, Zakat, Infak dan Sedekah.
 2.  Untuk mengetahui Bagaimana Analisis terhadap Pertimbangan hukum  Hakim dalam menetapkan sisa harta waris yang diberikan kepada Lembaga  Amil, Zakat, Infak dan Sedekah.
 F.  Kegunaan Hasil Penelitian  Penelitian ini diharapkan mempunyai suatu kegunaan yang sekurangkurangnya dapat difungsikan dalam 2 aspek (aspek teoritis dan aspek praktis),  yaitu:  10  1. Aspek teoritis, hasil penelitian ini dapat menambah khazanah keilmuan yaitu  untuk dijadikan bahan acuan dalam rangka mengembangkan teori hukum  kekeluargaan khususnya hukum waris Islam.
 2. Aspek praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan dan  pedoman bagi para masyarakat khususnya para tokoh agama, ulama dan  praktisi hukum dalam rangka programpembinaan serta pemantapan  kehidupan beragama khususnya hukum kewarisan Islam sesuai dengan ajaran  Islam, serta sebagai motivator bagi penulis secara pribadi untuk lebih giat  dalam mengembangkan keilmuan dan lebih berkarya khususnya di bidang  hukum 


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi