Jumat, 04 Juli 2014

Skripsi Syariah:ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERHADAP PENETAPAN DISPENSASI NIKAH USIA DINI DI PA. JOMBANG NOMOR 24Pdt.P2008PA.Jbg


BAB I  PENDAHULUAN  
A. Latar Belakang Masalah  Perkawinan adalah salah satu asas pokok kehidupan yang paling utama  dalam pergaulan masyarakat yang sempurna. Banyaknya ayat al-Qur’an dan  hadits menjadi bukti bahwa perkawinan adalah hal yang sakral. Seperti pada  firman Alla>h pada surat an-Nisa> ayat 1:  Artinya:  “Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah  menciptakan kamu dari seorang diri dan darinyalah Alla>h menciptakan istrinya,  dan dari keduanya Alla>h memeperkembangkan biakkan laki-laki dan perempuan  yang banyak….”   Perkawinan sendiri merupakan ibadah yang diproyeksikan sebagai media  menggapai kebahagiaan dalam menjalani bahtera rumah tangga.
 Dalam UU  perkawinan juga terdapat beberapa prinsip yang salah satunya adalah tujuan  perkawinan, yaitu membentuk keluargayang bahagia dan kekal. Untuk itu  suami-istri perlu saling membantu dan melengkapi, agar masing-masing dapat   Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 114.
 Team Kodifokasi Purna Siswa 2005 M Madrasah Hidayatul Mubtadi-en Lirboyo Kediri,  Kontekstualisasi Turats, h. 254.

1  mengembangkan kepribadiannya serta membantu dan mencapai kesejahteraan  spiritual dan materiil.
 Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam (KHI) disebutkan perkawinan adalah akad  yang sangat kuat atau  goli>zanuntuk mentaati perintah Alla>h dan  melaksanakannya merupakan ibadah.
 UU nomor 7 tahun 1974 tentang  perkawinan menyebutkan yang dinamakan perkawinan adalah ikatan lahir batin  antar seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk  keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang  Maha Esa.
 Sedangkan menurut Sayyid Sabiq yang dimaksud aqad tersebut adalah  untuk selamanya dan seterusnya sampaimeninggal dunia. Dengan tujuan agar  suami isteri bersama-sama dapat mewujudkan rumah tangga sebagai tempat  berlindung, menikmati naungan kasih sayang dan dapat memelihara anakanaknya hidup dalam pertumbuhan yang baik.
 Alla>h telah menetapkan adanya aturantermasuk perkawinan bagi manusia  dengan aturan-aturan yang tidak boleh dilanggar. Orang tidak boleh berbuat  semaunya seperti binatang yang berkumpuldengan lawan jenis hanya menurut   Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, h. 7.
 Amandemen UU Peradilan Agama Nomor 3 Tahun 2006, UU Peradilan Agama Nomor 7  Tahun 1989 dan Kompilasi Hukum Islam, h. 120.
 Undang-Undang Perkawinan di Indonesia dilengkapi Kompilasi Hukum Islam di Indonesia Pasal1 ,h. 5.
 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah Jilid 8, Penerj. Moh. Thalib, h. 9.
seleranya, atau tumbuh-tumbuhan yang kawin dengan perantara angin,  sebagaimana firman Alla>h:  Artinya:   “Dan kami Telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan)  dan kami turunkan hujan dari langit, lalukami beri minum kamu dengan air itu,  dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya.”   Perkawinan adalah salah satu perjanjianyang suci dimata Alla>h hal ini bisa  kita lihat dalam firmannya didalam Q.S. an-Nisā, ayat 21Artinya:  “…Perkawinan itu adalah sesuatu perjanjian yang suci.”  Oleh karena itu Alla>h sangat membenci perbuatan ketika ada hambanya  yang memutuskan perjanjian suci tersebut atau kata lain bercerai, hal ini  tercermin dalam salah satu hadis Nabi dari Ibnu Majah dan disahkan oleh Hakim,  sabda Nabi:  ِ H.S.A. Al-Hamdani, Risalah Nikah, Penerj. Agus Salim, h. 2.
 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 392.
 Ibid, h. 120.
Artinya:  “Dari Ibnu Umar, dari NabiSAW. telah bersabda, sesuatu yang h}alal yang amat  dibenci Alla>h ialah t}alaq.”  Salah satu penyebab terjadinya perceraian adalah usia pernikahan yang  masih kurang mapan dalam melaksanakan pernikahan atau yang sering disebut  dengan pernikahan usia dini. Sementara fenomena pernikahan dini di Indonesia  sebenarnya sudah sejak lama dikenal olehmasyarakat luas baik dari kebisaaan  nenek moyang mereka maupun dari Agama (Islam), yaitu melalui kebiasaaan  para sahabat Rasu>lulla>h SAW. yang banyak mempraktekkan pernikahan model  ini maupun dari Rasu>lulla>h SAW. itu sendiri yang menikahi ‘A<’isyah, anak dari  Abu> Bakar r.a. sahabat beliau yang diketahui dari riwayat-riwayat Hisya>m ibn  ‘Urwah, terlepas dari pro-kontra terhadap kebenaran pernikahan dini Rasu>lulla>h  SAW. tersebut.
Pasal 7 (tujuh) UU perkawinan mengemukakan bahwa perkawinan hanya  diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan  pihak wanita 16 (enam belas) tahun. Dalam hal penyimpangan terhadap  ketentuan usia kawin ini, dapat dimintai dispensasi kepada pengadilan atau  pejabat lain yang ditunjuk oleh keduaorang tua pihak pria maupun pihak  wanita.
  Imam Khafid Abi Dawu>d Sulaiman Ibn Asy‘as As-Sajastani, Sunan Abi Dawu>d juz 2,  Kitab T{alaq, No. 2178, h. 120.
 Ratna Batara Munti dan Hindun Anisah, Posisi Perempuan Dalam Hukum Islam Di  Indonesia, h. 52.
Sedangkan hal pernikahan dini tersebut bertentangan didalam UU  perlindungan anak yang mana disebutkan dalam pasal 26 (c), bahwa orang tua  berkewajiban dan bertanggung jawab atas pencegahan terjadinya perkawinan  pada usia anak-anak.
 Sedangkan anak-anak yang dimaksud dalam UndangUndang Perlindungan Anak ini di terangkan dalam pasal 1 (satu) yaitu seorang  yang berusia belum 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam  kandungan.
Jika terjadi pernikahan di bawah umur maka akan melanggar hak anak  untuk bermain, bersekolah dan mendapatkan pendidikan yang layak serta hak  untuk tumbuh kembang. Pernikahan dini juga akan mengganggu kesehatan  reproduksi anak perempuan. Dunia kesehatan menyarankan kehamilan dan  persalinan terjadi antara usia 21 (duapiluh satu) tahun sampai 35 (tiga puluh  lima) tahun. Kehamilan dan persalinan dibawah 21 (dua puluh satu) tahun dan di  atas 35 (tiga puluh lima) dikategorikan sangat berisiko bagi perempuan.
Bila melihat pada sejarah pembentukan UU perkawinan, yang menjadi  petimbangan batasan usia kawin tersebutadalah kematangan biologis seseorang  (bukan kedewasaan). Pembatasan usia perkawinan pada saat itu dimaksudkan  untuk mengantisipasi maraknya perkawinan pada anak-anak, yang mana isunya  bergulir sejak tahun 1920-an.
  Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak  Ratna Batara Munti dan Hindun Anisah, Posisi Perempuan Dalam Hukum Islam Di  Indonesia, h. 53.
Agama Islam tidak menyebutkan mengenai ketentuan batasan usia dewasa  untuk kawin. Jika usia dewasa dikaitkan dengan kewajiban untuk melakukan  sholat, maka Islam telah menentukan aqil baligh seseorang perempuan adalah  ditandai dengan menstruasi (biasanya diusia 13 tahun) sedang laki-laki dengan  ‘mimpi basah’ (biasanya 14 tahun), namun kedua tanda kedewasaan ini bukan  isyarat (langsung dimaknai sebagai ketentuan) yang membolehkan mereka kawin  (batas usia kawin). Usia kawin itu terkait dengan urusan sosial kemasyrakatan.
Jadi, mesti dilihat dulu apa saja kaedah-kaedah sosial yang berlaku dalam  masyarakat.
 Para ulama dari empat mazh}ab sepakat mengenai bolehnya perkawinan  pasangan anak laki-laki yang masih kecil dengan perempuan yang masih kecil  pula, apabila akadnya dilakukan oleh walinya. Tetapi ada pula sekelompok  ulama, antara lain Abu> Bakar al-Asham dan Ibnu Syubrumah yang melarang  adanya perkawinan anak-anak sebelum mereka sampai pada usia kawin:  Ibnu  Syubrumah berpendapat tidak diperbolehkan bagi orang tua menikahkan anak  gadisnya yang masih dibawah umur, kecuali setelah baligh dan mendapatkan izin  darinya  , mereka beralasan dengan firman Alla> HSA Al Hamdani, Risalah Nikah,h. 77.
 Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wanita, Penerj. M. Abdul Ghoffar E.M, h. 402.
Artinya:  “Dan ujilah anak yatim itu sampaimereka cukup umur untuk kawin..... ” (Q.S  an-Nisa’: 6)  Berangkat dari keterangan di atas, telah ditemukan suatu perkara tentang  pernikahan dini yang ada di Pengadilan Agama Jombang. Alasan mengajukan  permohonan pernikahan dini ini, yaitu para pemohon bermaksud menikahkan  anak perempuan mereka dengan seorang lelaki bujang di mana antara mereka  (calon mempelai) sudah bertunangan selama satu tahun, bahwa syarat-syarat  untuk melaksanakan pernikahan tersebutbaik menurut ketentuan hukum Islam  maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku telah terpenuhi kecuali  syarat usia bagi anak para pemohon yang masih berusia 13 tahun 9,5 bulan atau  belum mencapai usia 16 tahun sesuaidengan bunyi pasal 7 ayat (1) UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974.
Pada permasalahan ini para pemohon merasa bahwa jika diantara mereka  tidak segera dinikahkan, maka parapemohon sangat khawatir keduanya akan  melanggar hal-hal yang dilarang oleh Agama, terlebih lagi hubungan diantara  keduanya sudah sangat akrab.
Pertimbangan para pemohon mengenai kesiapan keduanya dalam membina  rumah tangga adalah bahwasanya anakpara pemohon berstatus perawan dan  telah akhil baligh serta telah siap menjadi seorang isteri atau ibu rumah tangga,  begitu pula calon suaminya sudah siapmenjadi seorang suami atau kepala   Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 115.
keluarga serta telah bekerja dengan penghasilan tetap setiap bulannya Rp  900.000,-. Disamping itu antara para pemohon dengan keluarga calon suami anak  para pemohon telah merestui rencana pernikahan tersebut dan tidak ada pihak  ketiga lainnya yang keberatan atas berlangsungnya pernikahan tersebut.
Pada hari persidangan yang telah ditentukan telah diketahui bahwasanya  para pemohon tetap pada permohonannya, kemudian dari keterangan anak para  pemohon pun diketahui bahwa apa yang dimohonkan oleh para pemohon adalah  benar, begitupun dari keterangan calon suami anak para pemohon yang juga  membenarkan dalil-dalil dari para pemohon.
Pada proses pembuktian untuk memperkuat dalil-dalil permohonannya,  para pemohon mengajukan beberapa bukti tertulis dari Kantor Urusan Agama  (KUA) setempat yang intinya menyebutkan bahwa anak para pemohon tidak  dapat melaksanakan pernikahan dikarenakan masih adanya kekurangan  persyaratan bolehnya terjadi pernikahan.
Dari keterangan saksi-saksi yang diajukan oleh para pemohon yaitu  tetangga para pemohon, majelis hakim mendapatkan keterangan bahwasanya  dalil-dalil dari para pemohon memang benar.
Terhadap keterangan perkara di  atas Undang-Undang perkawinan  menjelaskan bahwa di Indonesia baik dari segi materiil maupun formil yang  berlaku maka, penetapan tersebut sudah sesuai, akan tetapi di sini jika kita lihat  dari pasal 26 jo. Pasal 1 Undang-Undang Perlindungan Anak nomor 23 tahun  2002 dan hukum Islam maka terjadi permasalahan-permasalahan, di mana dalam  pasal tersebut dengan jelas disebutkan bahwa orang tua bertanggung jawab dan  berkewajiban mencegah terjadinya perkawinan pada anak-anak, sedangkan  hukum Islam menerangkan terkait pernikahananak pada usia dini masih terjadi  perdebatan antara para ulama antara yang setuju dan tidak.
Beberapa hal inilah yang mendorong untuk dikaji dan dianalisis dalam  skripsi, yang diformulasikan sebuah judul “Analisis Hukum Islam dan UndangUndang No : 23 Tahun 2002Tentang Perlindungan Anak Terhadap Penetapan  Dispensasi Nikah Usia Dini di PA. Jombang Nomor : 24/Pdt.P/2008/PA.Jbg”.
B.  Rumusan Masalah  Berdasarkan latar belakang masalah di atas, agar penelitian dapat terarah  dan terfokus, maka pokok masalah yang akan dikaji adalah:  1.  Bagaimana penetapan PA. Jombang tentang penetapan dispensasi nikah usia  dini (Nomor : 24/Pdt.P/2008/PA.Jbg)? 2.  Apa pertimbangan hakim menetapkan dispensasi nikah usia dini ? 3.  Bagaimana analisis hukum Islam dan Undang-Undang No: 23 tahun 2002  tentang perlindungan anak terhadap penetapan PA. Jombang tersebut?
C.  Kajian Pustaka  Penelitian masalah nikah anak usia banyak sekali ditemukan baik dalam  buku maupun dalam karya-karya ilmiah. Akantetapi yang membahas dispensasi  nikah anak usia dini secarakhusus masih sangat sedikit.



Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi