Jumat, 04 Juli 2014

Skripsi Syariah:PEMBATALAN WASIAT NON MUSLIM (Studi Analisis Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 Terhadap Putusan Pengadilan Agama Tigaraksa Tanggerang No. 015Pdt.G2007PA.Tgrs)


BAB I  PENDAHULUAN  
A. Latar Belakang Masalah  Manusia diciptakan di muka bumi ini oleh Allah SWT., dalam perjalannya  mengalami beberapa peristiwa, seperti waktu ia dilahirkan, waktu ia menikah,  dan waktu ia meninggal dunia. Pada waktu ia dilahirkan, maka dalam dirinya  melekat suatu hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban harus berjalan secara  berdampingan. Jadi selain manusia meminta haknya, maka kewajibanya pun  wajib dikerjakan. Hak dan kewajiban akanterus melekat baik ketika ia masih  hidup sampai ia meninggal dunia.
Ketika orang meninggal dunia, maka akan timbul pertanyaan : bagaimana  dengan hak dan kewajibannya itu? Apakah hak dan kewajibannya akan lenyap  begitu saja setelah ia meninggal dunia?Hal ini tidak mungkin karena hak dan  kewajiban itu tersusun secara tali-temali dengan hak dan kewajiban orang lain.
Oleh karena itu dengan meninggalnya seseorang, maka kepemilikan harta  akan beralih kepada orang yang masih hidup atau ahli warisnya. Hak dan  kewajiban yang dapat beralih adalah hak dan kewajiban dalam lapangan hukum  kekayaan harta benda. Adapun ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang  beralihnya hak dan kewajiban dari seseorang dalam bidang kehartaan kepada  orang lain yang menjadi ahli warisnya disebut dengan hukum waris.

 Pada umumnya pewaris mempunyai keinginan terakhir dalam hidupnya.
Salah satu keinginan yang sering terjadi sebelum orang tersebut meninggal  adalah mengenai hartanya. Ketika meninggal dunia pewaris berkeinginan supaya  hartanya dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan. Namun, terkadang  keinginannya itu bertentangan dengan hukum waris yang berlaku. Keinginan  terakhir pewaris, ada yang diucapkan saatia sakit keras atau akan meninggal  dunia kepada sanak saudaranya, ada pula yang dituangkan dalam bentuk tulisan  atau disebut dengan surat yang akan dibacakan di hadapan sanak saudaranya.
Oleh karena itu, undang-undang menetapkan bahwa untuk mendapatkan  harta warisan ada dua cara, yaitu   :  1.  Sebagai ahli waris menurut ketentuan undang-undang,  2.  Karena ditunjuk dalam surat wasiat (testament).
Cara yang pertama disebut dengan mewarisi “menurut ketentuan undangundang” atau “ab intestato”. Mewarisi menurut undang-undang kita dapat  membedakan antara orang-orang yang mewarisi “uit eigen hoofed” dan mereka  yang mewarisi “bij plaatsvervulling.” Yang dimaksud dengan “uit eigen hoofed”  seseorang yang mendapatkan harta waris berdasarkan berdasarkan kedudukannya  sendiri terhadap pewaris. Sedangkan yang dimaksud dengan “bij  plaatsvervulling” adalah ahli waris pengganti  .
 Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, h. 98.
 Ibid, h. 95   Sedangkan cara yang kedua disebut dengan mewarisi secara “wasiat”.
Wasiat artinya suatu pesan seseorang kepada orang lain tentang apa yang  dikehendakinya terhadap hartanya setelah ia meninggal dunia. Kompilasi Hukum  Islam (KHI) juga menjelaskan, wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris  kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah meninggal dunia  (Pasal 171 huruf f). Adapun ketentuan mengenai wasiat dalam KHI diatur dalam  Pasal 194-209.
Wasiat tidak saja dikenal dalam hukum Islam. Namun, wasiat juga dikenal  dalam Hukum Perdata (BW), yaitu dengan sebutan testament. Penjelasan  tentang testamentatau wasiat diatur dalam Buku Kedua Bab Ketigabelas  .
Wasiat dalam hukum perdata harus dibuat dalam bentuk surat wasiat (testament)  dan pembuatan surat wasiat itu merupakan perbuatan hukum yang sangat  pribadi. Jadi, inti dari wasiat merupakan tas{aruf terhadap harta peninggalannya  yang akan dilaksanakan setelah ia meninggal, dan berlaku setelah orang yang  berwasiat itu meninggal.
Menurut ketentuan hukum Islam, bagi orang yang mendekati kematian dan  orang tersebut meninggalkan harta yang cukup ataupun banyak, maka  diwajibkan atas orang tersebut untuk membuat suatu wasiat. Ketentuan tentang  membuat suatu wasiat sebelum mendekati ajal diatur dalam surat al-Baqarah  ayat 180 yang bunyinya :   Ibid.,h. 99.
Artinya : ”Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu  kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta  yang banyak, berwasiat untuk ibu bapak dan karib kerabatnya  secara ma’ruf. Ini asalah kewajiban atas orang-orang yang  bertakwa”.(al-Baqarah : 180)  .
Selanjutnya, Nabi SAW. menjelaskan wasiat dalam hadis\ yang berbunyiArtinya : “ Dari Ibnu Umar r.a. berkata : Dari Rasulullah saw,. bersabda :  Tidak patut seorang muslim seorang muslim yang mempunyai  sesuatu yang hendak dia wasiatkan itu bermalam dua malam  melainkan wasiatnya itu tertulis padanya”  .
Berdasarkan hadis\ di atas dapat disimpulkan, bahwa bagi orang yang  melakukan wasiat, hendaknya ditulis dan selalu berada di sisi orang yang  berwasiat merupakan suatu keberhati-hatian, karena sesungguhnya orang yang  berwasiat tidak mengetahui datangnya kematian  . Adapun hadis yang   Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemah, h. 34.
 Muhammad Salim Hasyim, Shohih Muslim Juz V,h. 596.
 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah Jilid 14, h. 232.
 diriwayatkan oleh Ahmad dan Al Arba’ah selain Nasa’i menjelaskan, yang  berbunyi  :  Artinya : “Dari Umamah Ali Bahili r.a. beliau berkata : Saya mendengar  Rasulullah saw., bersabda : Sesunggunya Allah memberikan hak  kepada orang yang mempunyai hak, maka tidak ada wasiat bagi  ahli waris”  .
Ayat al-Qur’an dan hadis\ di atas menjelaskan bahwa, bagi setiap muslim  diwajibkan berwasiat bagi kerabatnya selain ahli waris. Akan tetapi, ada  beberapa hal yang menghalangi para ahli waris untuk mewarisi harta waris, salah  satunya yaitu berlainan agama. Jadi orang muslim dan non muslim tidak boleh  saling waris mewarisi. Adapun cara untuk mendapatkan harta waris yaitu dengan  jalan wasiat.
Akan tetapi, wasiat mengandung suatu syarat, bahwa wasiat tidak boleh  bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Bagi orang non muslim yang  berwasiat, maka wasiatnya tidak boleh bertentangan dengan B.W (Burgerlijk  Wetboek). Sedangkan bagi orang muslim  dalam hal wasiat tidak boleh  bertentangan dengan KHI. Apabila wasiattersebut bertentangan dengan undangundang, maka dapat dibatalkan.
Hal semacam ini dapat dijumpai seperti dalam kasus putusan Pengadilan  Agama Tigaraksa No. 015/Pdt.G/2007/PA.Tgrs, yang mengabulkan gugatan  “Pembatalan Wasiat”. Dalam putusan ini dijelaskan, bahwa Pengadilan Agama  Tigaraksa memutuskan perkara “Pembatalan Wasiat”. Adapun isi putusan  menjelaskan, bahwa para penggugat melayangkan gugatan pembatalan wasiat ke  Pengadilan Agama Tigaraksa, untuk membatalkan wasiat yang melebihi  sepertiga bagian. Putusan  tersebut dalam eksepsi tergugat menjelaskan, bahwa  para tergugat menolak perkara pembatalanwasiat ini diadili oleh Pengadilan  Agama Tigaraksa, karena para penggugat memalsukan identitas agama para  tergugat. Padahal ada tergugat yang non muslim dan dalil gugatan para  penggugat Obcure Libel.
Perkara wasiat yang digugat oleh para penggugat merupakan wasiat yang  tunduk pada B.W (Burgerlijk Wetboek). Hubungan hukum yang melandasi  keperdataan wasiat tersebut berdasarkan hukum B.W (Burgerlijk Wetboek).
Sedangkan dalam Undang-undang No 7 Tahun 1989 yang diamandemen oleh  Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang peradilan agama, menjelaskan bahwa  di dalamnya terdapat beberapa asas umum salah satunya asas personalitas  keislaman. Asas personalitas keislaman merupakan syarat yang harus dipenuhi  bagi orang yang akan mengajukan sengketadi pengadilan agama. Selanjutnya,  disyaratkan bahwa orang yang berperkaradi pengadilan agama adalah orang  yang tunduk dan dapat ditundukan kepada kekuasaan lingkungan peradilan   agama. Yaitu, hanya orang yang mengaku pemeluk agama Islam. Bagi penganut  agama lain tidak tunduk dan tidak dapat dipaksa tunduk kepada kekuasaan  lingkungan peradilan agama  .
Akan tetapi, Pengadilan Agama Tigaraksa mengabulkan gugatan  pembatalan wasiat yang diajukan oleh para penggugat dan menolak eksepsi para  tergugat. Adapun dasar hakim mengabulkan gugatan ini karena para pihak yang  berperkara di pengadilan agama dominan non muslim.
Putusan Pengadilan Agama Tigaraksa menurut penulis ada kejanggalan  dalam memutuskan perkara pembatalanwasiat. Oleh karena itu, penulis  menganalisa dan mengkaji putusan tersebut dalam skripsi ini yang berjudul  Pembatalan Wasiat Non Muslim (Studi Analisis Undang-undang No. 3 Tahun  2006 terhadap Putusan Pengadilan Agama Tigaraksa Tanggerang No.
015/Pdt.G/PA.Tgrs).
B. Rumusan Masalah  Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis dapat memaparkan  rumusan masalah dalam skrispsi ini adalah :  1.  Apa pertimbangan hukum hakim Pengadilan Agama Tigaraksa mengadili dan  memutuskan Perkara Pembatalan wasiat Non Muslim?   M. Yahya Harahap, Keduduka, Kewenangan, dan Acara Peradilan Agama...., h. 56.
 2.  Bagaimana analisis Undang-undang No. 3 Tahun 2006 terhadap putusan  Pengadilan Agama Tigaraksa No. 015/Pdt.G/2007/PA.Tgrs tentang  Pembatalan Wasiat Non Muslim?  
C. Kajian Pustaka  Pembahasan tentang wasiat banyak dikaji oleh beberapa penulis. Hal ini  menunjukkan bahwa wasiat sangat menarik untuk dijadikan bahasan. Adapun  beberapa penulis yang mengkaji tentang wasiat, diantaranya :  1.  Lis Subandri, Pelaksanaa wasiat menurut Hukum Perdata (B.W.) dalam  perspektif KHI. Skripsi ini menjelaksan bagaimana pelaksanaan wasiat  menurut B.W. (Burgerlijk Wetboek) yang kemudian ditinjau berdasarkan  KHI (Kompilasi Hukum Islam). Apakah pelaksanaan wasiat dalam B.W  (Burgerlijk Wetboek) terdapat kesamaan dengan pelaksanaan wasiat  menurut KHI.
2.  Adriani Novie, Studi komparatif tentang pembatalan wasiat dalam Hukum  Islam dan Hukum Perdata (Studi kasus putusan PTA Medan  30/PTS/1989/PTA.MDN. Skripsi ini menjelaskan tentang dasar hukum  hakim yang memberikan wasiat lebih dari sepertiga bagian dari seluruh  harta. Oleh karena itu, penulis skripsi ini mengkaji putusan hakim PTA  Medan berdasarkan Hukum Islam dan Hukum Perdata. Dalam skripsi ini   menjelasakan perbedaan pemberian wasiat menurut Hukum Islam dan  Hukum Perdata.
Sedangkan skripsi yang akan dibahas berjudulPembatalan Wasiat Non  Muslim (Studi Analisis Undang-undang No. 3 Tahun 2006 terhadap Putusan  Pengadilan Agama Tigaraksa Tanggerang No. 015/Pdt.G/PA.Tgrs). Skripsi ini  membahas tentang sengketa wasiat berupa lima petak tanah milik pewasiat.
Pewasiat mewasiatkan lima petak tanahnya sesuai dan tunduk kepada hukum  B.W (Burgerlijk Wetboek). Kemudian lima petak tanah tersebut diberikan  kepada cucu-cucunya dan menantunya Akan tetapi menantu, dua orang cucunya,  dan salah seorang anaknya menolak wasiat tersebut. Menurut mereka wasiat  yang diberikan kepada beberapa cucunya melebihi sepertiga bagian. Kemudian  menantu, dua orang cucunya, dan salah seorang anaknya atau disebut dengan  para penggugat melayangkan gugatan kePengadilan Agama Tigaraksa yang  tidak terima terhadap wasiat yang dilakukan oleh pewasiat yang melebihi dari  sepertiga. Para penggugat meminta agar wasiat tersebut dibatalkan karena tidak  sesuai dengan batasan wasiat menurut KHI Pasal 195 ayat 2. Oleh karena itu  hakim Pengadilan Agama Tigaraksa memutuskan mengabulkan gugatan para  penggugat.
 D. Tujuan Penelitian  Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka peneliti  mempunyai tujuan penelitian sebagai berikut:  1.  Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim Pengadilan Agama Tigaraksa  dalam mengadili dan memutuskan perkara pembatalan wasiat non muslim  No. 015/Pdt.G/2007/PA.Tgrs.



Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi