BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia mempunyai gambaran dalam
pikirannya akan bentuk ideal calon
jodohnya. Pertimbangan dalam mencari pasangan tersebut dalam kaitannya dengan hubungan perkawinan sangatlah penting,
hal ini konsep memilih pasangan harus
melalui beberapaunsur-unsur yang mendukung dalam menentukan keharmonisan rumah tangga. Kunci
keharmonisan yang tetap dan subur ialah
mengetahui cara memilih pasangan serasi, tidak ada hal yang lebih mempengaruhi kebahagiaan dari pada pilihan
kita sendiri atas kekasih atau pasangan
hidup dalam membangun rumah tangga .
Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 3
disebutkan, "perkawinan bertujuan untuk
mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah"
. Perkawinan menjadikan proseskeberlangsungan hidup manusia di dunia ini berlanjut dari generasi ke generasi.
Selain juga berfungsi sebagai penyalur
nafsu birahi dan membentuk suasana kehidupan yang tentram, Alan loy Mc Ginnis, Romantika Suami Isteri,
h. 68.
Undang-undang
RI No. 1 Tahun 1974 Tenrang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, hal.
harmonis,
selaras saling mengasihidan penuh pengayoman sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah SWT QS Ar-Ru>m
Ayat 21, yaitu: ْ ( Artinya: “Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”
Pembentukan keluarga merupakan salah
satu jalan untuk merealisasikan tujuan-tujuan
yang lebih besar yang meliputi berbagai aspek kemasyarakatan.
Pernikahan dan pembentukan keluarga sebagai
sarana efektif untuk memelihara pemuda
dan pemudi. Tujuan yang luhur daripernikahan adalah agar suami istri berusaha membangun keharmonisan dalam rumah
tangganya. Oleh karena itu setiap calon
suami isteri yang ingin membina rumah tangga yang harmonis dan bahagia, terdapat beberapa
pertimbangan-pertimbangan kriteria tentang calon pasangan yang ideal.
Salah satu unsur sumber kebahagiaan dalam
pembinaan rumah tangga ini adalah adanya
kufu’(seimbang) antara suami dan isteri. Arti kafa>‘ahadalah hendaknya seorang laki-laki (calon suami) itu
setara derajatnya dengan wanita yang
akan menjadi istrinya dalam beberapa hal
.
Muhammad
Jawad Mugniyah, Fiqih Lima Mazhab (edisi lengkap),h. 349 Maksud kufu’dalam perkawinan, laki-laki
sebanding dengan calon isterinya,
kesamaan dalam kedudukan, dalam tingkat sosial serta dalam akhlak dan kekayaannya. Permasalahan tentang kafaah
memang merupakan problema utama dalam
proses pemilihan calon jodoh. Untuk itu konsepsi kafa>‘ah dalam perkawinan harus menjadi telaah yang cukup
serius bagi para calon pasangan.
Dalam hal ini berkaitan dengan konsep
kafa>‘ah tersebut, terdapat paradigma yang berbeda dalam proses penerapannya. Dalam
satu sisi kecenderungan dalam memilih
pasangan harus sesuai dengan tingkat karakter dan kondisi, sedangkan dalam sisi yang lain menghendaki pasangan yang
berbeda dalam tingkat karakter maupun
kondisinya, hal ini berkaitan bahwa perkawinan adalah suatu persekutuan yang saling melengkapi dalam
mencapai suatu keharmonisan.
Kafa>‘ah merupakan salah satu diantara hak
seorang calon isteri, sehingga seorang
wali tidak boleh menikahkan putrinya dengan laki-laki yang tidak sekufu dengannya. Kafa>‘ah juga merupakan hak
seorang wali, sehingga jika seorang wanita
meminta atau menuntut kepadawalinya untuk dinikahkan dengan lakilaki yang tidak
sekufu maka sang wali boleh tidak mengabulkannya, dengan alasan tidak adanya kafa>‘ah. Adapun
Kufu’ini tidak menjadi syarat dalam perkawinan.
Sebab, kafa>‘ah merupakan hak bagi seorang wanita dan juga walinya, sehingga keduanya bisa
sajamenggugurkannya (tidak mengambilnya).
Oleh karena itu jika seorang perempuan
sholehah dikawinkan seorang laki-laki yang
fasiq, maka ia berhak menuntut pembatalan perkawinan dengan alasan tidak kufu’.
Hal ini
menyangkut pada suatu bentuk yang secara umum dapat menentukan tingkat keharmonisan berumah
tangga. Namun demikian, kenyataan yang
terjadi dalam rumah tangga masyarakat masih terdapat perceraian atau putus hubungan perkawinan. Oleh karena itu,
Kafa>‘ah dalam perkawinan memang
merupakan permasalahan utama dalam proses pemilihan calon jodoh.
Hal ini berkaitan dengan egoisitas karakter
orang dewasa, hal ini bisa dikategorikan
mahasiswa sebagai masa-masa pencarian pasangan hidup, dalam kecenderungannya memilih pasangan tanpa
mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh
akan kelangsungan hubungan mereka pada masa depan dalam hal ini perkawinan. Untuk itu konsep
kafa>‘ah harus menjadi telaah yang cukup serius bagi para calon pasangan untuk
menghindari hal-hal yang dapat merusak hubungan
dalam perkawinan.
Dengan demikian kufu’memang harus
diperhatikan, terdapat beberapa pandangan
dari kalangan mahasiswa terhadap kafa>‘ahdalam perkawinan yang terpengaruhi oleh karakter remaja sehingga
dapat merubah cara pikir terhadap pencarian
pasangan dalam membangun rumah tangga. Sedangkan dalam pendapat ulama fuqaha terdapat uraian
keterangan yang mampu dijadikan pertimbangan-pertimbangan
dalam factor criteria kafa>‘ah.
Sayyid
Sabiq, Fiqh Sunnah 7, h. 36.
Dalam hadis nabi SAW. tentang konsep
kafa>‘ah: Artinya: " Nikahilah perempuan karena empat perkara, 1.
karena hartanya, 2.
derajatnya (nasab), 3. kecantikannya, 4.
agamanya. Maka pilihnya karena agamanya,
maka terpenuhi kebutuhanmu." Dalam
hadis di atas dijelaskan bahwa jika seorang laki-laki akan menikahi seorang perempuan, maka ia harus memperhatikan
empat pokok, yaitu agamanya, derajatnya,
kecantikannyadan hartanya. Namun Nabi sangat menekankan faktor agamanya untuk dipilih dan
dijadikan pertimbangan dalam memilih
pasangan.
Kedua hadits Nabi: Artinya: " Jika datang kepadamu laki-laki
yang agama dan akhlaknya kamu sukai,
maka kawinkanlah, jika kamu tidak berbuat demikian akan terjadi fitnah dan kerusakan diatas bumi.
Sahabat bertanya " Ya Rasulullah...
apabila di atas bumi ditemukan fitnah dan kerusakan… jawabnya " jika datang kepadamu laki-laki
yang agama dan akhlaknya kamu sukai,
maka kawinkanlah…" diulang 3 kali”.
Dalam
hadis di atas, yang paling utama menjadi ukuran ialah keteguhan beragama dan akhlak, bukan nasab, usaha, kekayaan
ataupun sesuatu yang lain, jadi
laki-laki yang shaleh, sekalipun bukan dari keturunan yang terpandang, ia Imam Muslim, S}ahi>h Muslim Juz 1, h. 623.
Imam
Turmudhi, Sunan al-Turmudhi> Juz 3, h. 395
boleh kawin dengan wanita
manapun. Rosulullah sendiri telah mengawinkan Zainab dengan Zaid bekas budak beliau, dan
Miqdad dengan D{aba'ah Zubair bin Munt}alib.
Juga penjelasan yang ditujukan kepada para wali agar mengawinkan perempuan yang diwakilkannya dengan laki-laki
yang beragama dan berakhlak, jika tidak
(dengan derajat atau yang lain) maka bisa menimbulkan fitnah dan kerusakan bagi perempuan tersebut maupun
walinya.
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami
bahwa agama dan akhlak seseorang menjadi
pertimbangan utama dalam memilih jodoh. Hal ini berdasarkan beberapa pandangan-pangangan yang
ada dalam konteks ajaran Islam, yang
mana berlaku dalam tatanan segala kehidupan manusia. Terkait tatanan ajaran Islam salah satunya adalah
dalam membangun kehidupan rumah tangga.
Membangun runah tangga bukan hanya sekedar
memperoleh anak, tetapi berusaha mencari
dan membentuk generasiyang berkualitas yaitu mencetak anak yang shalih dan Shalihah serta bertaqwa kepada
Allah SWT. Keturunan yang shalih tidak
akan diperoleh melainkan dengan tarbiyah Islam (pendidikan Islam) yang benar, dalam artian yang perlu
dipertimbangkan dalam menunjang keberhasilan
dalam menjalin keharmonisan keluarga adalah factor tuntunan agama atau perilaku akhlak. Disebutkan demikian
karena banyak “Lembaga Pendidikan
Islam”, tetapi isi dan metodanyatidak Islami. Oleh karena itu, suami istri bertanggung jawab mendidik, mengajar,
dan mengarahkan anak-anaknya ke jalan
yang benar. Disini yang menjadi perhatian penting adalah pertimbangan kepribadian calon suami isteri tentang tingkat
wilayah agama atau akhlaknya.
Namun demikian, kenyataan yang terjadi pada
pandangan mahasiswa Syari'ah IAIN Sunan
Ampel Surabaya tentang konsep kafa>‘ah,memiliki persepsi yang berbeda dengan konsepsi kafa>‘ah yang
telah diuraikan di atas, hal ini menyangkut
pada faktor-faktor yang melatarbelakangi terhadap pandangan tersebut, seperti halnya persepsi tentang
ukuran-ukuran kafa>‘ah yang paling pokok
dalam perkawinan, yang mana dapat menentukan terhadap persepsi tujuan dari konsepsi kafa>‘ah itu sendiri.
Secara sederhana dalam hal persoalan-persoalan
yang berkaitan dengan proses penerapan
konsep kafa>‘ah, Pertama, Dalam menentukan pemilihan pasangan hendaknya mahasiswa mampu berfikir
secara mendalam tentang makna filosofis
dari sebuah perkawinan dengan segala implikasinya. Kedua, Hendaknya dalam persoalan kita melakukan segala sesuatu
harus berkesadaran, konsisten, tanggung
jawab, terbuka dan dewasa. Hal ini dilandasi dengan pertimbanganpertimbangan
yang mendalam dan nilai-nilai normatif secara proporsional.
Dengan demikian penjelasan keterangan diatas
dalam konsep kafa>‘ah, merupakan
rujukan tolak ukur pandangan mahasiswa Fakultas Syari'ah IAIN Sunan Ampel Surabaya. Untuk mengetahui lebih
lanjut bagaimana pandangan mahasiswa
Fakultas Syari'ah IAIN Sunan Ampel Surabaya terhadap konsep kafa>‘ah,maka diperlukan penelitian.
Urgensi penelitian dari masalah ini kiranya membawa manfaat bagi kepentingan umat
khususnya mahasiswa Islam.
B. Rumusan Masalah Dari deskripsi latar belakang masalah di atas,
hendaknya diperlukan pemahaman yang
cukup cermat dengan alasan-alasan yang
logis serta proporsional. Hal ini dapat
ditarik suatu pokok permasalahan menyangkut paradigma yang digunakan mahasiswa Fakultas
Syari’ah IAIN Sunan Ampel Surabaya dalam
mempertimbangkan unsur-unsur pokok dalam memilih pasangan yang kemudian ditinjau dari aspek pandangan
hukum Islam terhadap konsep kafa>‘ah,adalah
menjadi obyek dalam kajian pembahasan masalah ini.
Untuk memfokuskan permasalahan, berdasarkan
hal-hal yang telah diuraikan di atas,
maka permasalahannya dapat dirumuskan sebagai berikut: 1.
Bagaimana pandangan mahasiswa Fakultas Syari'ah IAIN Sunan Ampel Surabaya tentang kafa>‘ah dalam perkawinan?
2.
Tinjauan hukum Islam terhadap pandangan mahasiswa Fakultas Syari'ah IAIN Sunan Ampel Surabaya tentang kafa>‘ah
dalam perkawinan?
C. Kajian Pustaka Kajian pustaka pada penelitian yang penulis
lakukan adalah untuk mendapatkan
diskripsi ringkas tentang gambaran serta gagasan pembahasan yang akan di teliti dengan penelitian sejenis
yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya
sehingga diharapkan tidak ada pengulangan materi penelitian.
Permasalahan terhadap pencarian jodoh
merupakan sesuatu yang harus diperhatikan
karena dapat menentukan berhasil tidaknya calon suami isteri dalam membangun rumah tangga yang harmonis dan
bahagia. Dalam kajian literatur klasik
persoalan kafa>‘ahdalam perkawinan menjadi permasalahan yang mampu menghadirkan beberapa pandangan yang
kemudian dibahas oleh para ulama. Oleh
karenanya, rujukan yang penulis kemukakan berkenaan dengan masalah kafa>‘ahpada masa sekarang dari
pandangan mahasiswa Fakultas Syari'ah
IAIN Sunan Ampel Surabaya tentang kafa>‘ah dalam perkawinan yang kemudian di kodikikasikan menurut beberapa
pandangan ulama Fuqaha'.
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.
Tujuan Penelitian Sejalan dengan
uraian rumusan masalah di atas, terdapat hal yang di tempuh dalam tujuan penelitian ini, yaitu: a.
Untuk mengetahui secara jelas bagaimana pandangan mahasiswa Fakultas Syari'ah IAIN Sunan Ampel Surabaya
tentang kafa>‘ah dalam perkawinan.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi