Jumat, 04 Juli 2014

Skripsi Syariah:ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN KAFA'AH DALAM PERKAWINAN MENURUT MAHASISWA FAKULTAS SYARI'AH IAIN SURABAYA


BAB I  PENDAHULUAN  
A.  Latar Belakang Masalah  Setiap manusia mempunyai gambaran dalam pikirannya akan bentuk ideal  calon jodohnya. Pertimbangan dalam mencari pasangan tersebut dalam kaitannya  dengan hubungan perkawinan sangatlah penting, hal ini konsep memilih  pasangan harus melalui beberapaunsur-unsur yang mendukung dalam  menentukan keharmonisan rumah tangga. Kunci keharmonisan yang tetap dan  subur ialah mengetahui cara memilih pasangan serasi, tidak ada hal yang lebih  mempengaruhi kebahagiaan dari pada pilihan kita sendiri atas kekasih atau  pasangan hidup dalam membangun rumah tangga  .
 Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 3 disebutkan, "perkawinan bertujuan  untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan  rahmah"  . Perkawinan menjadikan proseskeberlangsungan hidup manusia di  dunia ini berlanjut dari generasi ke generasi. Selain juga berfungsi sebagai  penyalur nafsu birahi dan membentuk suasana kehidupan yang tentram,   Alan loy Mc Ginnis, Romantika Suami Isteri, h. 68.

  Undang-undang RI No. 1 Tahun 1974 Tenrang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, hal.
  harmonis, selaras saling mengasihidan penuh pengayoman sebagaimana  dinyatakan dalam firman Allah SWT QS Ar-Ru>m Ayat 21, yaitu:  ْ ( Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan  untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan  merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih  dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar  terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”  Pembentukan keluarga merupakan salah satu jalan untuk merealisasikan  tujuan-tujuan yang lebih besar yang meliputi berbagai aspek kemasyarakatan.
 Pernikahan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efektif untuk memelihara  pemuda dan pemudi. Tujuan yang luhur daripernikahan adalah agar suami istri  berusaha membangun keharmonisan dalam rumah tangganya. Oleh karena itu  setiap calon suami isteri yang ingin membina rumah tangga yang harmonis dan  bahagia, terdapat beberapa pertimbangan-pertimbangan kriteria tentang calon  pasangan yang ideal.
 Salah satu unsur sumber kebahagiaan dalam pembinaan rumah tangga ini  adalah adanya kufu’(seimbang) antara suami dan isteri. Arti kafa>‘ahadalah  hendaknya seorang laki-laki (calon suami) itu setara derajatnya dengan wanita  yang akan menjadi istrinya dalam beberapa hal  .
  Muhammad Jawad Mugniyah, Fiqih Lima Mazhab (edisi lengkap),h. 349  Maksud kufu’dalam perkawinan, laki-laki sebanding dengan calon  isterinya, kesamaan dalam kedudukan, dalam tingkat sosial serta dalam akhlak  dan kekayaannya. Permasalahan tentang kafaah memang merupakan problema  utama dalam proses pemilihan calon jodoh. Untuk itu konsepsi kafa>‘ah dalam  perkawinan harus menjadi telaah yang cukup serius bagi para calon pasangan.
 Dalam hal ini berkaitan dengan konsep kafa>‘ah tersebut, terdapat paradigma  yang berbeda dalam proses penerapannya. Dalam satu sisi kecenderungan dalam  memilih pasangan harus sesuai dengan tingkat karakter dan kondisi, sedangkan  dalam sisi yang lain menghendaki pasangan yang berbeda dalam tingkat karakter  maupun kondisinya, hal ini berkaitan bahwa perkawinan adalah suatu  persekutuan yang saling melengkapi dalam mencapai suatu keharmonisan.
 Kafa>‘ah merupakan salah satu diantara hak seorang calon isteri, sehingga  seorang wali tidak boleh menikahkan putrinya dengan laki-laki yang tidak sekufu  dengannya. Kafa>‘ah juga merupakan hak seorang wali, sehingga jika seorang  wanita meminta atau menuntut kepadawalinya untuk dinikahkan dengan lakilaki yang tidak sekufu maka sang wali boleh tidak mengabulkannya, dengan  alasan tidak adanya kafa>‘ah. Adapun Kufu’ini tidak menjadi syarat dalam  perkawinan. Sebab, kafa>‘ah merupakan hak bagi seorang wanita dan juga  walinya, sehingga keduanya bisa sajamenggugurkannya (tidak mengambilnya).
 Oleh karena itu jika seorang perempuan sholehah dikawinkan seorang laki-laki  yang fasiq, maka ia berhak menuntut pembatalan perkawinan dengan alasan  tidak kufu’.
  Hal ini menyangkut pada suatu bentuk yang secara umum dapat  menentukan tingkat keharmonisan berumah tangga. Namun demikian, kenyataan  yang terjadi dalam rumah tangga masyarakat masih terdapat perceraian atau  putus hubungan perkawinan. Oleh karena itu, Kafa>‘ah dalam perkawinan  memang merupakan permasalahan utama dalam proses pemilihan calon jodoh.
 Hal ini berkaitan dengan egoisitas karakter orang dewasa, hal ini bisa  dikategorikan mahasiswa sebagai masa-masa pencarian pasangan hidup, dalam  kecenderungannya memilih pasangan tanpa mempertimbangkan dengan  sungguh-sungguh akan kelangsungan hubungan mereka pada masa depan dalam  hal ini perkawinan. Untuk itu konsep kafa>‘ah harus menjadi telaah yang cukup  serius bagi para calon pasangan untuk menghindari hal-hal yang dapat merusak  hubungan dalam perkawinan.
 Dengan demikian kufu’memang harus diperhatikan, terdapat beberapa  pandangan dari kalangan mahasiswa terhadap kafa>‘ahdalam perkawinan yang  terpengaruhi oleh karakter remaja sehingga dapat merubah cara pikir terhadap  pencarian pasangan dalam membangun rumah tangga. Sedangkan dalam  pendapat ulama fuqaha terdapat uraian keterangan yang mampu dijadikan  pertimbangan-pertimbangan dalam factor criteria kafa>‘ah.
  Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 7, h. 36.
 Dalam hadis nabi SAW. tentang konsep kafa>‘ah: Artinya: " Nikahilah perempuan karena empat perkara, 1. karena hartanya, 2.
 derajatnya (nasab), 3. kecantikannya, 4. agamanya. Maka pilihnya  karena agamanya, maka terpenuhi kebutuhanmu."  Dalam hadis di atas dijelaskan bahwa jika seorang laki-laki akan menikahi  seorang perempuan, maka ia harus memperhatikan empat pokok, yaitu  agamanya, derajatnya, kecantikannyadan hartanya. Namun Nabi sangat  menekankan faktor agamanya untuk dipilih dan dijadikan pertimbangan dalam  memilih pasangan.
 Kedua hadits Nabi:  Artinya: " Jika datang kepadamu laki-laki yang agama dan akhlaknya kamu  sukai, maka kawinkanlah, jika kamu tidak berbuat demikian akan  terjadi fitnah dan kerusakan diatas bumi. Sahabat bertanya " Ya  Rasulullah... apabila di atas bumi ditemukan fitnah dan kerusakan…  jawabnya " jika datang kepadamu laki-laki yang agama dan akhlaknya  kamu sukai, maka kawinkanlah…" diulang 3 kali”.
  Dalam hadis di atas, yang paling utama menjadi ukuran ialah keteguhan  beragama dan akhlak, bukan nasab, usaha, kekayaan ataupun sesuatu yang lain,  jadi laki-laki yang shaleh, sekalipun bukan dari keturunan yang terpandang, ia   Imam Muslim, S}ahi>h Muslim Juz 1, h. 623.
  Imam Turmudhi, Sunan al-Turmudhi> Juz 3, h. 395   boleh kawin dengan wanita manapun. Rosulullah sendiri telah mengawinkan  Zainab dengan Zaid bekas budak beliau, dan Miqdad dengan D{aba'ah Zubair bin  Munt}alib. Juga penjelasan yang ditujukan kepada para wali agar mengawinkan  perempuan yang diwakilkannya dengan laki-laki yang beragama dan berakhlak,  jika tidak (dengan derajat atau yang lain) maka bisa menimbulkan fitnah dan  kerusakan bagi perempuan tersebut maupun walinya.
 Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa agama dan akhlak  seseorang menjadi pertimbangan utama dalam memilih jodoh. Hal ini  berdasarkan beberapa pandangan-pangangan yang ada dalam konteks ajaran  Islam, yang mana berlaku dalam tatanan segala kehidupan manusia. Terkait  tatanan ajaran Islam salah satunya adalah dalam membangun kehidupan rumah  tangga.
 Membangun runah tangga bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi  berusaha mencari dan membentuk generasiyang berkualitas yaitu mencetak anak  yang shalih dan Shalihah serta bertaqwa kepada Allah SWT. Keturunan yang  shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan tarbiyah Islam (pendidikan Islam)  yang benar, dalam artian yang perlu dipertimbangkan dalam menunjang  keberhasilan dalam menjalin keharmonisan keluarga adalah factor tuntunan  agama atau perilaku akhlak. Disebutkan demikian karena banyak “Lembaga  Pendidikan Islam”, tetapi isi dan metodanyatidak Islami. Oleh karena itu, suami  istri bertanggung jawab mendidik, mengajar, dan mengarahkan anak-anaknya ke  jalan yang benar. Disini yang menjadi perhatian penting adalah pertimbangan  kepribadian calon suami isteri tentang tingkat wilayah agama atau akhlaknya.
 Namun demikian, kenyataan yang terjadi pada pandangan mahasiswa  Syari'ah IAIN Sunan Ampel Surabaya tentang konsep kafa>‘ah,memiliki persepsi  yang berbeda dengan konsepsi kafa>‘ah yang telah diuraikan di atas, hal ini  menyangkut pada faktor-faktor yang melatarbelakangi terhadap pandangan  tersebut, seperti halnya persepsi tentang ukuran-ukuran kafa>‘ah yang paling  pokok dalam perkawinan, yang mana dapat menentukan terhadap persepsi tujuan  dari konsepsi kafa>‘ah itu sendiri.
 Secara sederhana dalam hal persoalan-persoalan yang berkaitan dengan  proses penerapan konsep kafa>‘ah, Pertama, Dalam menentukan pemilihan  pasangan hendaknya mahasiswa mampu berfikir secara mendalam tentang makna  filosofis dari sebuah perkawinan dengan segala implikasinya. Kedua, Hendaknya  dalam persoalan kita melakukan segala sesuatu harus berkesadaran, konsisten,  tanggung jawab, terbuka dan dewasa. Hal ini dilandasi dengan pertimbanganpertimbangan yang mendalam dan nilai-nilai normatif secara proporsional.
 Dengan demikian penjelasan keterangan diatas dalam konsep kafa>‘ah,  merupakan rujukan tolak ukur pandangan mahasiswa Fakultas Syari'ah IAIN  Sunan Ampel Surabaya. Untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana pandangan  mahasiswa Fakultas Syari'ah IAIN Sunan Ampel Surabaya terhadap konsep  kafa>‘ah,maka diperlukan penelitian. Urgensi penelitian dari masalah ini kiranya  membawa manfaat bagi kepentingan umat khususnya mahasiswa Islam.
 B. Rumusan Masalah  Dari deskripsi latar belakang masalah di atas, hendaknya diperlukan  pemahaman yang cukup cermat dengan  alasan-alasan yang logis serta  proporsional. Hal ini dapat ditarik suatu pokok permasalahan menyangkut  paradigma yang digunakan mahasiswa Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Ampel  Surabaya dalam mempertimbangkan unsur-unsur pokok dalam memilih pasangan  yang kemudian ditinjau dari aspek pandangan hukum Islam terhadap konsep  kafa>‘ah,adalah menjadi obyek dalam kajian pembahasan masalah ini.
 Untuk memfokuskan permasalahan, berdasarkan hal-hal yang telah  diuraikan di atas, maka permasalahannya dapat dirumuskan sebagai berikut:  1.  Bagaimana pandangan mahasiswa Fakultas Syari'ah IAIN Sunan Ampel  Surabaya tentang kafa>‘ah dalam perkawinan?  2.  Tinjauan hukum Islam terhadap pandangan mahasiswa Fakultas Syari'ah  IAIN Sunan Ampel Surabaya tentang kafa>‘ah dalam perkawinan?  
C. Kajian Pustaka  Kajian pustaka pada penelitian yang penulis lakukan adalah untuk  mendapatkan diskripsi ringkas tentang gambaran serta gagasan pembahasan  yang akan di teliti dengan penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh peneliti  sebelumnya sehingga diharapkan tidak ada pengulangan materi penelitian.
 Permasalahan terhadap pencarian jodoh merupakan sesuatu yang harus  diperhatikan karena dapat menentukan berhasil tidaknya calon suami isteri  dalam membangun rumah tangga yang harmonis dan bahagia. Dalam kajian  literatur klasik persoalan kafa>‘ahdalam perkawinan menjadi permasalahan yang  mampu menghadirkan beberapa pandangan yang kemudian dibahas oleh para  ulama. Oleh karenanya, rujukan yang penulis kemukakan berkenaan dengan  masalah kafa>‘ahpada masa sekarang dari pandangan mahasiswa Fakultas  Syari'ah IAIN Sunan Ampel Surabaya tentang kafa>‘ah dalam perkawinan yang  kemudian di kodikikasikan menurut beberapa pandangan ulama Fuqaha'.
 D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian  1.  Tujuan Penelitian  Sejalan dengan uraian rumusan masalah di atas, terdapat hal yang di  tempuh dalam tujuan penelitian ini, yaitu:  a.  Untuk mengetahui secara jelas bagaimana pandangan mahasiswa  Fakultas Syari'ah IAIN Sunan Ampel Surabaya tentang kafa>‘ah dalam  perkawinan.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi