Jumat, 04 Juli 2014

Skripsi Syariah:ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP DALIL HUKUM HAKIM PENGADILAN AGAMA LAMONGAN NO. 0147Pdt.G2011PA.Lmg TENTANG IZIN POLIGAMI


1  BAB I  
PENDAHULUAN  A. Latar Belakang Masalah  Perkawinan adalah salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada  semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhtumbuhan. Selain itu, perkawinan juga merupakan salah satu cara yang dipilih  Allah sebagai jalan bagi manusia untuk berkembang biak demi kelestarian  hidupnya.
  Sebagaimana yang telah disebutkan Allah dalam Surat Yāsīnayat  36 :  Artinya:“Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan  semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri  mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui”.

  Menurut istilah hukum Islam, perkawinan adalah akad yang ditetapkan  oleh syara’ yang menghalalkan bersenang-senangnya antara perempuan  dengan laki-laki, yang mana menunjukkan kebolehan hukum dalam hubungan   Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 6, (Bandung: PT Al-Ma’arif, 1980), 7.
  Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya,(Bandung: CV  Penerbit Diponegoro, 2000), 353.
 1  2  antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang semula dilarang  menjadi diperbolehkan.
  Sedangkan pengertian Perkawinan menurut Undang-Undang  Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Pasal 1 adalah:  Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami  isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan  kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
  Pernikahan merupakan perbuatan yang diperintahkan oleh Allah SWT  dan juga Nabi Muhammad SAW. Di dalam Al-Qur’an banyak terdapat ayat  yang memerintahkan untuk melaksanakan pernikahan. Salah satu diantaranya  yaitu yang terdapat dalam Surat An-Nūrayat 32:  Artinya:”Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan  orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu  yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika  mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya.
 dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.”   Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat,(Jakarta: Kencana, 2003), 9.
  Undang-Undang Perkawinan di Indonesia, (Surabaya; Arkola, t.t), 5.
  Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 282.
 3  Selain itu, tujuan pernikahan adalah untuk mewujudkan kehidupan  rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah.Sesuai dengan firman  Allah SWT dalam Surat Ar-Rūmayat Artinya:”Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan  untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung  dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu  rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benarbenar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”  Aturan-aturan yang berkaitan denganperkawinan itu sendiri telah  diatur dalam Peraturan Perundang-undangan Negara yang khusus  diberlakukan bagi warga Indonesia. Aturan-aturan itu ialah dalam bentuk  Undang-Undang, yaitu UU No. 1 Tahun 1974 dan Peraturan pelaksanaannya  dalam bentuk Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975.
 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 2, telah menjelaskan bahwa:  1.  Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing  agamanya dan kepercayaanya itu.
 2.  Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut Peraturan Perundang-undangan  yang berlaku.
  Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya,324.
  Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Nuansa Aulia, 2008), 80.
 4  Pada hakekatnya pernikahan dalam Islam adalah pernikahan antara  seorang laki-laki dengan seorang perempuan, keadaan seperti ini biasa disebut  dengan monogami. Apabila istilah monogami dijadikan asas dalam ikatan  pernikahan antara seorang perempuan sebagai isteri dengan seorang laki-laki  sebagai suaminya, maka akan tercermin bahwa asas ini menghendaki agar  isteri bersuami hanya seorang, dan suami juga hanya beristeri seorang dalam  waktu yang sama.
Artinya:”Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hakhak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka  kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau  empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil,  Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
 yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”  Untuk memahami ayat tentang poligami, para fuqaha yaitu Imam  Syafi’i, Imam Hanafi, Imam Maliki, dan Imam Hanbali berpendapat bahwa  seorang suami boleh memiliki isteri lebih dari satu, karena di dalam agama  Islam seorang laki-laki diperbolehkan menikahi seorang perempuan lebih dari   Ahmad Kazari, Nikah Sebagai Perikatan,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), 159.
  Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 38.
 5  satu, tetapi ada batasannya yaitu  hanya sampai empat orang isteri.
  Kebolehan ini dengan syarat yaitu suami dapat berlaku adil terhadap isteriisterinya tersebutTuqst}u>, baik dari nafkah lahir maupun nafkah batin.
 danTa'dilūkeduanyaditerjemahkan “adil”. Ada ulama’ yang  mempersamakan maknanya dan membedakan maknanya. Arti kata Tuqst}u>  adalah berlaku adil terhadap dua orang atau lebih, keadilan ini menjadikan  keduanya senang. Sedangkan Ta'dilūadalah sikap berlaku baik terhadap  orang lain maupun diri sendiri, akan tetapi keadaan ini bisa saja tidak  membuat senang kepada salah satu pihak.
  Berlaku adil dalam bergaul denganisteri-isterinya yaitu dengan  memberikan kepada masing-masing isterihak-haknya. Adil yaitu lawan dari  curang, yaitu memberikan kepada seseorang kekurangan hak yang  dipunyainya dan mengambil dari yang lain kelebihan hak yang dimilikinya.
 Maka berdasarkan hal ini, adil terhadappara isteri yaitu dengan memberikan  hak yang sama terhadap para isteri dalam membagi giliran waktu bermalam,  nafkah, dan kebutuhan sandang.
   Muhammda Jawad Al-Mughniyah, Alih Bahasa: Afif Muhammad, Fiqh Lima Madzhab, (Jakarta: Lentera, 2001), 333.
  M. Quraish Shihab, Tafsir Al- Misbah Juz 2,(Jakarta: Lentera Hati, 2007), 407.
  Arij binti Abdur Rahman As-Sunan, Adil Terhadap Para Isteri; Etika Berpoligami,  (Jakarta: Darus Sunan Press, 2006), 53.
 6  Pernikahan dalam hukum Islam menghendaki bahwa dalam sebuah  perkawinan hendaklah seorang suami hanya memiliki seorang isteri, begitu  juga sebaliknya seorang isteri hanya memilki seorang suami dalam waktu  yang sama. Poligami bukanlah suatu keharusan bagi umat Islam, akan tetapi  hanya sebagai jalan keluar yang dibenarkan dengan syarat suami harus adil  dalam nafkah lahir maupun batin. Jika hal tersebut tidak dapat terpenuhi,  maka pilihan mutlak monogami yang harus dilakukan.
  Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, yaitu tepatnya  pada Pasal 3 ayat (1) telah menyebutkan bahwa:  “Pada dasarnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh  mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang  suami.”  Akan tetapi, prinsip monogami dalam Hukum Islam dan UndangUndang No. 1 Tahun 1974 pada prakteknya tidak mutlak, karena pada kondisi  tertentu seorang laki-laki diperbolehkan memilki isteri lebih dari seorang  (poligami).
 Poligami yang ada di Indonesia, diatur di dalam Undang-Undang  Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 4 dan 5, Kompilasi Hukum Islam (KHI)  Pasal 56, 57, 58 dan juga Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 Pasal 41.
  


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi