1 BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu sunnatullah yang
umum berlaku pada semua makhluk Tuhan,
baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhtumbuhan. Selain itu, perkawinan juga
merupakan salah satu cara yang dipilih Allah
sebagai jalan bagi manusia untuk berkembang biak demi kelestarian hidupnya.
Sebagaimana
yang telah disebutkan Allah dalam Surat Yāsīnayat 36 : Artinya:“Maha
suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh
bumi dan dari diri mereka maupun dari
apa yang tidak mereka ketahui”.
Menurut
istilah hukum Islam, perkawinan adalah akad yang ditetapkan oleh syara’ yang menghalalkan
bersenang-senangnya antara perempuan dengan
laki-laki, yang mana menunjukkan kebolehan hukum dalam hubungan Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 6, (Bandung: PT
Al-Ma’arif, 1980), 7.
Departemen
Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya,(Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2000), 353.
1 2 antara seorang laki-laki dengan seorang
perempuan yang semula dilarang menjadi
diperbolehkan.
Sedangkan
pengertian Perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Pasal 1 adalah: Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami isteri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pernikahan
merupakan perbuatan yang diperintahkan oleh Allah SWT dan juga Nabi Muhammad SAW. Di dalam Al-Qur’an
banyak terdapat ayat yang memerintahkan
untuk melaksanakan pernikahan. Salah satu diantaranya yaitu yang terdapat dalam Surat An-Nūrayat 32:
Artinya:”Dan kawinkanlah orang-orang
yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang
yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. jika mereka miskin Allah akan
memampukan mereka dengan kurnia-Nya.
dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha
mengetahui.” Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh
Munakahat,(Jakarta: Kencana, 2003), 9.
Undang-Undang
Perkawinan di Indonesia, (Surabaya; Arkola, t.t), 5.
Departemen
Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 282.
3 Selain
itu, tujuan pernikahan adalah untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah,
warahmah.Sesuai dengan firman Allah SWT
dalam Surat Ar-Rūmayat Artinya:”Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah
Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benarbenar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir.” Aturan-aturan
yang berkaitan denganperkawinan itu sendiri telah diatur dalam Peraturan Perundang-undangan
Negara yang khusus diberlakukan bagi
warga Indonesia. Aturan-aturan itu ialah dalam bentuk Undang-Undang, yaitu UU No. 1 Tahun 1974 dan
Peraturan pelaksanaannya dalam bentuk
Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975.
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 2, telah
menjelaskan bahwa: 1. Perkawinan adalah sah apabila dilakukan
menurut hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaanya itu.
2.
Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Departemen
Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya,324.
Kompilasi
Hukum Islam, (Bandung: Nuansa Aulia, 2008), 80.
4 Pada
hakekatnya pernikahan dalam Islam adalah pernikahan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan,
keadaan seperti ini biasa disebut dengan
monogami. Apabila istilah monogami dijadikan asas dalam ikatan pernikahan antara seorang perempuan sebagai
isteri dengan seorang laki-laki sebagai
suaminya, maka akan tercermin bahwa asas ini menghendaki agar isteri bersuami hanya seorang, dan suami juga
hanya beristeri seorang dalam waktu yang
sama.
Artinya:”Dan jika kamu takut
tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hakhak) perempuan yang yatim (bilamana
kamu mengawininya), Maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan
dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah)
seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
yang demikian itu adalah lebih dekat kepada
tidak berbuat aniaya.” Untuk memahami
ayat tentang poligami, para fuqaha yaitu Imam Syafi’i, Imam Hanafi, Imam Maliki, dan Imam
Hanbali berpendapat bahwa seorang suami
boleh memiliki isteri lebih dari satu, karena di dalam agama Islam seorang laki-laki diperbolehkan menikahi
seorang perempuan lebih dari Ahmad
Kazari, Nikah Sebagai Perikatan,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), 159.
Departemen
Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 38.
5 satu,
tetapi ada batasannya yaitu hanya sampai
empat orang isteri.
Kebolehan
ini dengan syarat yaitu suami dapat berlaku adil terhadap isteriisterinya
tersebutTuqst}u>, baik dari nafkah lahir maupun nafkah batin.
danTa'dilūkeduanyaditerjemahkan “adil”. Ada
ulama’ yang mempersamakan maknanya dan
membedakan maknanya. Arti kata Tuqst}u> adalah berlaku adil terhadap dua orang atau
lebih, keadilan ini menjadikan keduanya
senang. Sedangkan Ta'dilūadalah sikap berlaku baik terhadap orang lain maupun diri sendiri, akan tetapi
keadaan ini bisa saja tidak membuat
senang kepada salah satu pihak.
Berlaku
adil dalam bergaul denganisteri-isterinya yaitu dengan memberikan kepada masing-masing
isterihak-haknya. Adil yaitu lawan dari curang,
yaitu memberikan kepada seseorang kekurangan hak yang dipunyainya dan mengambil dari yang lain
kelebihan hak yang dimilikinya.
Maka berdasarkan hal ini, adil terhadappara
isteri yaitu dengan memberikan hak yang
sama terhadap para isteri dalam membagi giliran waktu bermalam, nafkah, dan kebutuhan sandang.
Muhammda
Jawad Al-Mughniyah, Alih Bahasa: Afif Muhammad, Fiqh Lima Madzhab, (Jakarta:
Lentera, 2001), 333.
M.
Quraish Shihab, Tafsir Al- Misbah Juz 2,(Jakarta: Lentera Hati, 2007), 407.
Arij
binti Abdur Rahman As-Sunan, Adil Terhadap Para Isteri; Etika Berpoligami, (Jakarta: Darus Sunan Press, 2006), 53.
6 Pernikahan
dalam hukum Islam menghendaki bahwa dalam sebuah perkawinan hendaklah seorang suami hanya
memiliki seorang isteri, begitu juga
sebaliknya seorang isteri hanya memilki seorang suami dalam waktu yang sama. Poligami bukanlah suatu keharusan
bagi umat Islam, akan tetapi hanya
sebagai jalan keluar yang dibenarkan dengan syarat suami harus adil dalam nafkah lahir maupun batin. Jika hal
tersebut tidak dapat terpenuhi, maka
pilihan mutlak monogami yang harus dilakukan.
Undang-Undang
No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, yaitu tepatnya pada Pasal 3 ayat (1) telah menyebutkan bahwa:
“Pada dasarnya dalam suatu perkawinan
seorang pria hanya boleh mempunyai
seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.” Akan tetapi, prinsip monogami dalam Hukum
Islam dan UndangUndang No. 1 Tahun 1974 pada prakteknya tidak mutlak, karena
pada kondisi tertentu seorang laki-laki
diperbolehkan memilki isteri lebih dari seorang (poligami).
Poligami yang ada di Indonesia, diatur di
dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1
Tahun 1974 pasal 4 dan 5, Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 56, 57, 58 dan juga Peraturan Pemerintah
No. 9 Tahun 1975 Pasal 41.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi