Jumat, 04 Juli 2014

Skripsi Syariah:ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PROSES PEMBINAAN KELUARGA SAKINAH MAWADDAH WA RAHMAH MELALUI PROGRAM KELUARGA BERENCANA (KB) DI DESA BANGLAN KEC. BANGILAN KAB. TUBAN


BAB I  PENDAHULUAN  
A. Latar Belakang Masalah  Manusia adalah mahluk sosial. Sebagai makhluk sosial secara kodrati,  manusia tidak akan bisa hidup tanpa ketergantungan dengan pihak lain, baik  secara langsung dengan sesama jenisnya atau dengan yang lain.
 Sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Hujurat ayat 1: ­­ ( Artinya: ”Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang  laki-laki dan seorang perempuan  dan menjadikan kamu berbangsabangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya  orang yang paling mulia disisi Allah ialah orang yang bertaqwa di  antara kamu. Sesungguhnya Allah  Maha Mengetahui lagi Maha  Mengenal".
  Ayat tersebut di atas menunjukkan kepada manusia bahwa manusia  saling membutuhkan untuk berinteraksi antara sesama. Agar terjadi ketentraman  yang terjalin antara mereka, maka salah satunya adalah melalui perkawinan.
 Dengan adanya suatu jalinan perkawinanitulah terjadi  pula peranan yang  esensial dalam masyarakat yaitu membentuk keluarga yang bahagia berdasarkan  Ketuhanan Yang Maha Esa.

  Seperti yang tercantum pada Undang-Undang  Nomor 1 Tahun 1974: “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria   Depag RI,Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Dirjen Bimas Islam, 1998), 518   Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam,(Bandung: Pustaka Setia, 2000), 13  2  dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga  (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha  Esa”.
  Tonggak utama dalam menjalankan aktivitas kehidupan adalah keluarga.
 Dari keluarga muncul sebuah ekspresidimana adanya sebuah keinginan dan  tindakan untuk membentuk terjadinya keluarga yang harmonis, sejahtera dan  bahagia. Dalam Islam juga tidak kalah serunya dalam pembentukannya yang  disebut keluarga saki>nah, mawaddahdan rahmah. Sebagaimana dijelaskan dalam  Al-Qur’an surat Al-Rum ayat 21:  Artinya: ”Dan di antara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah Dia menciptakan  untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan  merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu kasih dan  sayang sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat  tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”.
  Dalam Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam (KHI) dijelaskan: Perkawinan  bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang saki>nah, mawaddah,  wa rahmah. Dalam Pasal 77 ayat 1 juga ditegaskan, suami istri memikul  kewajiban yang luhur untuk menegakkan keluarga yang saki>nah, mawaddah dan  rahmahyang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.
  Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan   Depag RI,Al-Qur’an dan Terjemanahnya,407  3  Perkawinan adalah suatu cara yang diberikan oleh Allah SWT sebagai  jalan bagi mereka untuk mengembangkan keturunan dan melestarikan kehidupan  setelah masing-masing pasangan dari mereka (laki-laki dan perempuan) siap  melakukan peran positifnya dalam mewujudkan tujuan perkawinan, sebagaimana  tersebut dalam hadits:  ْ  Artinya: "Dari Abdillah bin Mas’ud ra berkata, Rasulullah SAW bersabda: Hai  para pemuda, apabila dari kalian semua telah mampu kawin, maka  kawinlah sesungguhnya kawin itu menundukkan penglihatan dan  menjaga kemaluan. Barang siapa dari kalian semua belum mampu  melakukannya maka lebih baik bagimu berpuasa. Sesungguhnya puasa  itu mengebirinya”.
 Membina keluarga ini dipandang dari sisi prakiraan seolah-olah perkara  yang mudah. Tapi perlu diwaspadai, bahwa pembinaan keluarga yang saki>nah,  mawaddah, wa rahmahbukanlah suatu hal yang mudah selayaknya kita  membalikkan kedua telapak tangan. Banyak keluarga yang terjerumus dalam  harmoni cinta tanpa mempedulikan dampak negatif yang dilakukannya. Dari sisi  inilah Islam memberikan wawasan, tujuanuntuk keselarasan sehingga terbentuk  keluarga saki>nah, mawaddah dan rahmah,sebagaimana tertera dalam surat alRum ayat 21.
  Al-Imam Abdillah Muhammad bin Ismail, Shohih Bukhori,Juz 5, (Bairut: Dar al-Fikr, 2000), 117  Lihat pula pada shohih muslim juz.1452  4  Oleh sebab itu, banyak cara dan ide dalam mewujudkan terbentuknya  keluarga saki>nah, mawaddah, wa rahmahbaik secara preventif maupun kuratif.
 Dari berbagai macam cara dan ide keluarga, masyarakat, bahkan  pemerintah ikut andil dalam menciptakan keluarga  sejahtera atau keluarga  saki>nah, mawaddah dan rahmahdalam Islam. Salah satu contoh yang populer dan tidak asing terdengar di telingakita ialah penyelenggaraan program  Keluarga Berencana (KB). Keluarga Berencana adalah salah satu bentuk program  pemerintah yang ditempuh untuk mengatasi masalah pertumbuhan penduduk  yang sangat tinggi, cara pengaturan kelahiran (fertilitas) dengan tujuan mencapai  keluarga (ayah, ibu, anak) yang sehat,baik fisik dan mental maupun sosial  ekonomis.
  Dengan demikian, selama cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan  itu dibenarkan menurut ajaran Islam, maka program ini sejalan dengan dan  bahkan dianjurkan oleh ajaran Islam. Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa'  ayat 9:  ) ﺀﺎﺴﻨﻟﺍ : ­ ( Artinya:“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya  meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka  khawatirkan terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu,  hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka  mengucapkan perkataan yang benar”.
   Ahmad Hafid Ansori, Ensiklopedi Islam,Jilid 3, (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1998), 27   Depag RI,Al-Qur’an dan Terjemahnya, 166  5  Tujuan Keluarga Berencana (KB) itu semua baik, misalnya menghindari  kehamilan yang belum diinginkan, mengatur jarak kehamilan serta mengatur  waktu kehamilan dan persalinan. Meskipun tujuan baik, tidak semua cara untuk  mencapai tujuan itu diperkenankan oleh agama Islam. Ada cara yang  diperkenankan oleh ajaran agama Islam dan ada pula secara tegas dinyatakan  haram.
 Timbulnya hukum boleh dan tidak (halal dan haram) dalam pandangan  Hukum Islam tidak terlepas dari sebuah proses layanan Keluarga Berencana  (KB) itu sendiri. Metode dalam sebuah  teori boleh sama, tetapi, di lini  pelaksanaan lapangan belum tentu sama. Ini yang mempengaruhi timbulnya  sebuah hukum, sehingga menjadikan proses demikian menjadi haram (dilarang)  atau halal (diperbolehkan), sebagaimana kaidah fiqiah :  ُ  Artinya : hukum itu bisa berubah karena perubahan zaman, tepat dan keadaan.
 Sebuah proses tidak akan dapat berjalan dengan baik bila antara  instrumen dan aparaturnya tidak ada keseimbangan. Contoh sebuah kasus di  Cilandak tahun 1995 mengenai proses layanan KB yaitu yang mengabaikan hakhak peserta untuk mendapatkan layanan informasi memadai mengenai layanan  KB yang akan diberikan. Pertama,bahan informasi seperti alat peraga dan bahan  informasi mengenai alat kontrasepsi tidak tersedia dan tidak dimiliki oleh   Aminudin Yaqub, KB Dalam Polemik Melacak Pesan Subtanstif Islam(Jakarta, Pusat Bahasa dan  Budaya (PBB) UIN Syarif Hidaytullah 2003), 36  6  seorang petugas lapangan pun. Bahkan, banyak akseptor yang selama menjadi  akseptor tidak pernah menerima informasi mengenai alat kontrasepsi dari  petugas lapangan dan pemberi layanan. Kedua,masih ada keengganan pada  petugas lini lapangan untuk memberikan informasi yang lengkap mengenai  layanan KB karena takut peserta KB  akan lari. Oleh sebab itu, informasi  mengenai efek samping masih ditutup-tutupi.
  Kasus ini menunjukkan bahwa informasi mengenai kontrasepsi masih  menjadi sesuatu barang yang langka dalam praktik penyelenggaraannya. Ini  tentunya dapat memperburuk hasil yang didambakan atau yang diperoleh oleh  akseptor.
 Ketidaklengkapan informasi yang diperoleh oleh klien dan peserta KB  mengenai proses pelayanan ini tentunya sangat mengganggu kesejahteraan  (saki>nah, mawaddah, wa rahmah) dalam keluarga dan bahkan juga mengganggu  kelangsungan pemakaian alat kontrasepsi dengan tujuan pencapaian keluarga  yang ideal yaitu, pengaturan kelahiran untuk mencapai pendidikan yang  memadai dan beban ekonomi yang tidak terlalu tinggi.
 Serangkaian kasus di atas jelas menunjukkan bahwa upaya proses  pelayanan Keluarga Berencana (KB) belum memadai dan masih memerlukan  pembenahan-pembenahan untuk ke depan agar kedua belah pihak tidak ada yang   Agus Dwiyanto, Islam dan Pembaharuan (Ensiklopedi Masalah-masalah),(Jakarta: PT. Raja  Grafindo Persada, 1995), 239  7  merasa dirugikan. Baik dari instansinya (BKKBN) sebagai badan penyelenggara  dan keluarga sebagai pemakainya.
 Praktek pemberian layanan Keluarga Berencana (KB) yang masih jauh  dari prinsip-prinsip kualitas layanan KB seperti ini, kalau tidak segera ditangani  tentunya juga akan menggangu proses pembinaan keluarga dalam membentuk  kelurga saki>nah, mawaddah, wa rahmahsebagaimana disebut dalam Pasal 1  Undang-Undang Nomer 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. jo Pasal 3 KHI.
 Tujuan Program Keluarga Berencana (KB) di antaranya "untuk  kemaslahatan keluarga dan umum," untuk memelihara kesehatan ibu dan anak  serta terjaminnya kebutuhan ekonomi dan pendidikan yang layak. Pelaksanaan  Keluarga Berencana (PKB) merupakan masalah sukarela atau perorangan dan  bukan merupakan gerakan masal yang dipaksakan. Oleh karena itu, dalam  pelaksanaannya harus ada kesepakatan antara suami dan isteri.
 Masalah Keluarga Berencana merupakan hal yang kontroversial dan  aktual di setiap negara. Oleh karenanya, diperlukan bahasa agama untuk  menggerakkan program (KB) dan kesehatan reproduksi. “Karena agama kerap  kali menjadi dalih untuk menentang (KB) dan melegitimasi kekerasan dalam  rumah tangga”.
 Tantangan yang terkait dengan adatdan budaya, tampaknya dapat  diberikan justifikasi secara rasional oleh petugas. Namun yang terkait dengan  keyakinan agama bukan hal mudah untuk dijelaskan karena menyangkut masalah  8  akidah. Tidak mengherankan bila pada tahun-tahun awal, program KB berjalan  lambat. Di lini lapangan, banyak  masyarakat enggan mengikuti anjuran  pemerintah. Oleh sebab itu, peranan tokoh agama dan ulama' sangatlah penting  untuk memberikan kejelasan mengenai program keluarga berencana.
 Dengan berperan aktifnya tokoh agama dan ulama' dalam penjelasan  proses Keluarga Berencana (KB), diharapkan kalangan warga masyarakat, sudi  untuk mengikuti program KB dan tidak lagi menjadikan agama sebagai dalih  untuk melegitimasi program KB, sebagai program yang bertentangan dengan  agama.
 Terwujudnya Keluarga saki>nah, mawaddah, wa rahmahadalah dambaan  setiap pasangan, keluarga, bahkan masyarakat. Oleh sebab itu, jangan sampai  keluarga ini tercoreng oleh program-program yang mengatasnamakan apapun,  tetapi pada hakekatnya disadari atau tidak disadariternyata dapat mengurangi  atau bahkan merusak tatanan-tatanan yang ada. Seperti halnya tatanan yang  sudah terbentuk di dalam keluarga saki>nah, mawaddah, wa rahmah.
 Oleh karena itu, sebagaimana orang Islam dalam membentuk keluarga  tidak akan lepas dari keluarga saki>nah, mawaddah, wa rahmahsebagaimana  disebutkan dalam al-Qur'an Surat al-Rum ayat 21, dalam Undang-undang Nomor  1 Tahun 1974 dan KHI, maka programKB yang diselenggarakan sudah  seharusnya kita soroti (diteliti), agar program KB tersebut (baik di lapangan atau  lewat kajian-kajian buku mengenai program KB), tidak menyimpang dari ajaran  9  agama Islam, kita dapat memberikan sumbangsih pemikiran, sehingga program  KB tidak mengurangi kualitas dan kuantitas saki>nah, mawaddah, wa rahmah dalam keluarga.
 Sebagaimana yang telah saya contohkan di atas tentang kasus di Ciputat  pada tahun 1995, ada oknum di lapangan yang masih enggan dalam memberikan  informasi mengenai program KB, dengan alasan kehawatiran peserta KB atau  klien akan meninggalkanya setelah mengetahui efek samping obat atau alat yang  digunakanya dan juga alat peraga, bahan untuk kontrasepsi tidak lengkap. Secara  otomatis tindakan yang demikian ini akan berpengaruh pula pada hasil yang  didapatkan oleh peserta KB. Apabila hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan  harapan, sudah pasti tatanan keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmahsebagaima  disebutkan dalam Al-Qur'an dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan KHI  akan terganggu dalam perjalannya, karena sudah pasti mereka (akseptor) akan  terkena efek samping dari obat atau alat yang digunakanya, begitu pula alat  kontrasepsi bagaimana dan apa yang cocok dipergunakan, mereka tidak tahu atau  bahkan tidak pernah tahu akan ke mana rujukan mereka apabila ada kegagalan  atau penyakit yang disebabkan oleh obat atau alat kontrasepsi tersebut. Ini  semua karena masih adanya keengaganan dan ditutupinya mengenai informasi  dan layanan terhadap akseptor, sehingga akseptor menjadi buta pengetahuan  mengenai kontrasepsi yang seharusnya mereka ketahui.
 10  Oleh sebab itu kami mengadakan penelitian lapangan yang intinya  mencari tahu bagaimana proses pembinaan Keluarga Berencana (KB) dalam  membentuk keluarga saki>nah, mawaddah, wa rahmahyang berada di Desa  Bangilan Kec. Bangilan Kab. Tuban. Dari sini akan diketahui apakah program  Keluarga Berencana (KB) dalam membina keluarga sejahtera atau keluarga  sakinah, mawaddah, wa rahmahsudah sejalan dengan agama Islam yang  landasanya Al-Qur'an dan Al-Hadist,begitu pula dalam pandangan UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam  (KHI).
   


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi