Jumat, 04 Juli 2014

Skripsi Syariah:ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENGGUNAAN MAHAR PEKERJAAN DALAM PERKAWINAN DI WILAYAH MIGAS DESA BEGED KEC. GAYAM KAB. BOJONEGORO


BAB I  PENDAHULUAN  A. Latar Belakang  Kata  nikah  berasal  dari  bahasa  Arab   yang  merupakan masdar atau  kata  asal  dari  kata  kerja   sinonimnya tazawwaja kemudian  diterjemahkan  dalam bahasa Indonesia sebagai perkawinan. Menurut bahasa, An-Nika>hberarti  al-d}hammu wa-al-tada>khul( ) yaitu bertindih dan memasukkan.
 Menurut al-Fara’ An-Nukh adalah sebutan dari kemaluan. Perkawinan salah satu  ketentuan Allah yang umum berlaku pada semua makhluk baik kepada manusia,  hewan maupun tumbuh-tumbuhan.
  Perkawinan  adalah  ikatan  lahir  batin  antara  seorang  laki-laki  dan  perempuan  untuk  memenuhi  tujuan  hidup  berumah  tangga  sebagai  suami  isteri  dengan  memenuhi  syarat  dan  rukun  yang  telah  ditentukan  oleh  syariat  Islam.

  Pada dasarnya menikah adalah fitrah manusia, Rasulullah saw menyebut menikah  adalah  sunnahnya.  Kita  paham  betul  bahwa  setiap  pasangan  muslim  dan  muslimah  mempunyai  tujuan  yang  utama  dalam  menikah  yaitu  mendapatkan  ridha Allah. Di dalam tujuan itu tersimpan perwujudan dan membentuk keluarga  yang sakinah mawa>ddah  wa  rah}mah.  Keluarga  sakinah  merupakan  dambaan   M. Thalib, Perkawinan Menurut Islam, (Surabaya : Al Ihklas, 1993), 1.
   M.  Afnan  Hafidh  dan  A.  Ma’ruf  Asrori,  Tradisi  Islami:  Panduan  Prosesi  Kelahiran,  Perkawinan dan Kematian, (Surabaya: Khalista, 2009), 88.
  Edited withthe trial version of Foxit Advanced PDF Editor To remove this notice, visit: www.foxitsoftware.com/shopping 2  setiap pasangan suami istri dalam kehidupan rumah tangga. Kita juga menyadari  bahwa  keluarga  sakinah  dapat  menciptakan  kedamaian,  kebahagiaan  dan  kesejahteraan.
 Sebagaimana firman Allah dalam surat ar-Ru>m ayat 21, yang berbunyi:  Artinya : “Dan  di  antara  tanda-tanda  kekuasaan-Nya  ialah  Dia  menciptakan  untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan  merasa  tenteram  kepadanya,  dan  dijadikan-Nya  diantaramu  rasa  kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar  terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
  Perkawinan adalah suatu kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan  manusia, perseorangan maupun kelompok. Sesugguhnya dengan jalan perkawinan  yang  sah,  pergaulan  laki-laki  dan  perempuan  terjadi  secara  terhormat  sesuai  kedudukan  manusia  sebagai  makhluk  yang  berkehormatan.  Pergaulan  hidup  berumah tangga dibina dalam suasana damai, tenteram, dan penuh kasih sayang  antara  suami  istri.  Anak  keturunan  dari  perkawinan  yang  sah  menghiasi  kehidupan keluarga dan sekaligus merupakan kelangsungan hidup manusia secara  bersih  dan  berkehormatan.
   Alquran  menjelaskan  bahwa  manusia  baik  pria  maupun wanita secara naluriah di samping mempunyai keinginan terhadap anak  keturunan,  harta  kekayaan,  dan  lain-lain  juga  mempunyai  kecenderungan  lawan  jenisnya.  Penyaluran  nafsu  syahwat  untuk  menjamin  kelangsungan  hidup  umat    Departemen  Agama  RI, Al-Qur’an  dan  Terjemahannya,, (Bandung:  Diponegoro,  2005),  406.
  Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawian Islam,(Yogyakarta : UII Press, 1999), 1.
 Edited withthe trial version of Foxit Advanced PDF Editor To remove this notice, visit: www.foxitsoftware.com/shopping 3  manusia  dapat  saja  ditempuh  melalui  jalur  luar  perkawinan  namun  dalam  mendapatkan  ketenangan  dalam  hidup  bersama  suami  istri  itu  tidak  mungkin  didapatkan  kecuali  melalui  jalur  perkawinan.
   Adapun  diantara  hikmah  yang  dapat  ditemukan  dalam  perkawinan  itu  adalah  menghalangi  mata  dari  melihat  kepada  hal-hal  yang  tidak  diizinkan syara’ dan  menjaga  kehormatan  diri  dari  terjatuh pada kerusakan seksual. Hal ini adalah sebagaimana Nabi bersabda:  .
 Artinya: Dari  Abdullah  berkata:  Rasulullah  SAW  bersabda  :  “Hai  para  pemuda, barang siapa yang telah sanggup di antaramu untuk kawin,  maka  kawinlah  karena  sesungguhnya  kawin  itu  dapat  mengurangi  pandangan (yang liar) dan lebih menjaga kehormatan.
  Sebagaimana  yang telah diketahui  bersama,  bahwa setiap perbuatan  bisa  dianggap sah apabila sudah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Dalam  Islam  suatu  perkawinan  dianggap  sah  jika  perkawinan  itu  telah  dilaksanakan  dengan  memenuhi  syarat dan rukunnya  sesuai dengan ketentuan-ketentuan  yang  ada dalam  hukum Islam.  Rukun  yang dimaksud dalam perkawinan adalah  suatu  hal yang pasti ada dalam perkawinan. Jadi syarat perkawinan masuk pada setiap  rukun perkawinan mempunyai syarat masing-masing yang harus ada pada tujuan  tersebut. Sehingga antara syarat dan rukun itu menjadi satu rangkaian (satu paket)  atau dengan kata lain saling terkait dan melengkapi.
  Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia,(Jakarta: Kencana, 2009), 47.
  Al-Ima>m  Muhammad  Isma>’il  As}-S{an’ani,  Subulussala>m, Juz  3,  (Bandung:  Diponegoro, tt),109.
 Edited withthe trial version of Foxit Advanced PDF Editor To remove this notice, visit: www.foxitsoftware.com/shopping 4  Adapun  syarat-syarat  perkawinan  mengikuti  rukun-rukun  perkawinan  itu  sendiri.
   Kemudian  dari  kelima  rukun  kawin  tersebut,  terdapat  beberapa  syarat  yang  harus  terpenuhi  supaya  pelaksanaan  perkawinan  itu  sah.  Jadi,  jika  syaratsyaratnya terpenuhi, perkawinan menjadi sah dan dari sanalah timbul kewajiban  dan hak-hak perkawinan. Syarat itu ada yang berkaitan dengan rukun dalam arti  syarat yang berlaku untuk setiap unsur yang menjadi rukun. Dengan begitu rukun  perkawinan itu adalah segala hal yang harus terwujud dalam suatu perkawinan.
  Sedangkan  mahar  kedudukannya  sebagai  kewajiban  perkawinan  dan  sebagai  syarat sahnya perkawinan. Bila tidak ada mahar, maka pernikahannya tidak sah.
  Mahar, secara istilah diartikan sebagai harta yang menjadi hak istri dari suaminya  dengan adanya akad atau dukhu>l.
  Mahar  merupakan  kewajiban  calon  suami untuk  memberikannya  kepada  calon  mempelai  perempuan  atau  istri.
   Hal  ini  sebagaimana  dalam  Q.S.  anNisa>’: 4 Allah SWT. BerfirmanArtinya : Berikanlah  maskawin  (mahar)  kepada  wanita  (yang  kamu  nikahi)  sebagai pemberian yang wajib. Kemudian jika mereka menyerahkan  kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka  gunakanlah (makanlah) pemberian itu dengan sedap dan nikmat.
   Nasiri, Hebohnya Kawin Misyar,(Surabaya: Al Nur, 2010), 11.
  Ibid; 60.
  Mardani, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), 10.
  Amiur Nuruddin & Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta:  Kencana, 2004), 64.
   Neng  Djubaidah, Pencatatan  Perkawinan  &Perkawinan  Tidak  Dicatat,  (Jakarta:  Sinar  Grafika, 2010), 123.
  Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya,, (Bandung: Diponegoro, 2005), 77.
 Edited withthe trial version of Foxit Advanced PDF Editor To remove this notice, visit: www.foxitsoftware.com/shopping 5  Hal ini sebagaimana dicantumkan dalam Kompilasi Hukum Islam, mahar  diatur dalam pasal 30 sampai 38, di dalam pasal 30 dinyatakan:  Calon mempelai  pria wajib membayar mahar kepada calon mempelai wanita yang jumlah, bentuk  dan jenisnya disepakati oleh kedua belah pihak.
 Hukum  membayar  mahar  adalah  wajib,  dengan  arti  laki-laki  yang  mengawini seorang perempuan wajib menyerahkan mahar kepada istrinya itu dan  berdosa  suami  yang  tidak  menyerahkan  mahar  kepada  istrinya.  Hukum  Islam  mendudukkan perempuan sebagai makhluk terhormat dan mulia, maka diberikan  hak untuk menerima mahar, bukan pihak yang sama-sama memberi mahar.
 Ekualitas laki-laki dan perempuan bukan diimplementasikan dengan cara  pemberian  mahar.  Karena  mahar  bukan  lambang  jual-beli,  tetapi  lambang  penghormatan  terhadap  perempuan  sekaligus  sebagai  lambang  kewajiban  tanggung  jawab  suami  memberi  nafkah  kepada  istri,  selain  lambang  cinta  kasih  sayang suami terhadap istri, sebagaimana dikemukakan ulama Syafi’iyah.
  Lain  halnya  seperti  kasus  yang  terjadi  di  Wilayah  Migas  Desa  Beged  kecamatan  Gayam Kabupaten Bojonegoro ada beberapa orang yang menjalankan perkawinan  dengan menggunakan mahar pekerjaan di mana mahar tersebut diperuntukkan dan  dinikmati  oleh  si  wali  yang  seharusnya  menjadi  hak  pribadi  dari  seorang  istri.
 Alasan  terjadinya  mahar  pekerjaan  pertama  karena  alasan  membantu  ekonomi   Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Nuansa Aulia, 2008), 10.
  Neng  Djubaidah, Pencatatan  Perkawinan  &  Perkawinan  Tidak  Dicatat, (Jakarta:  Sinar  Grafika, 2010), 124.
 Edited withthe trial version of Foxit Advanced PDF Editor To remove this notice, visit: www.foxitsoftware.com/shopping 6  keluarga dan kedua si wali tidak memberikan keterbukaan dan toleransi masalah  mahar dengan anak perempuannya.
 Cenderung  perkawinan  tersebut  dilakukan  dari  kalangan  keluarga  yang  kurang  mampu,  dengan  perkawinan  tidak  dicatatkan  yang  cukup  mengundang  tetangga  terdekat  untuk  menyaksikan  perkawinannya  atau  dengan  istilah  yang  sering  disebut  di  Desa  Beged  (kundangan  nganten), yaitu  semacam  tasyakuran  dengan  tujuan  meresmikan  pernikahan.  Sebagian  warga  yang  melangsungkan  perkawinan dengan menggunakan mahar pekerjaan ini banyak dari mereka yang  suaminya itu dari luar daerah yang berdomisili di daerah sekitar Desa Beged yang  bekerja  sebagai  karyawan Mobile  Cepu  Limited (MCL)  dan  ada  juga  yang  dari  daerah  situ  juga  tetapi  luar  Desa  Beged  seperti  berasal  dari  Bandung,  Bogor,  Semarang bahkan ada yang berasal dari luar negeri seperti Malaysia, Singapura.
 Ketika pemberian mahar diberikan kepada ayah calon istri dengan tujuan  untuk mengawini anaknya. Hal ini berlaku pada zaman jahiliyah ketika pemberian  mahar  diberikan  kepada  orang  tua  calon  istri  dengan  tujuan  untuk  mengawini  anaknya.  Perilaku  yang  berjalan  seperti  ini  berjalan  normal  tidak  ada  suatu  teguran atau perlawanan warga sekitar melihat hal yang seperti itu juga tidak ada  protes yang meledak hingga terdengar di kalangan umum.
 Dari  deskripsi  permasalahan  di  atas  dan  dikarenakan  adanya  penyimpangan  antara  hukum  Islam  dengan  pelaksanaan  perkawinan  di   situ,  sehingga  membuat  penulis  tergerak  untuk  mengadakan  kajian  yang  lebih  Edited withthe trial version of Foxit Advanced PDF Editor To remove this notice, visit: www.foxitsoftware.com/shopping 7  mendalam  atau  secara  menyeluruh,  sehingga  didapatkan  hukum  yang  jelas.
 Berkaitan dengan hal tersebut maka penulis membuat judul kajian.
 ANALISIS TERHADAP PENGGUNAAN MAHAR PEKERJAAN DALAM  PERKAWINAN  di  Wilayah  Migas   Desa  Beged  Kecamatan  Gayam  Kabupaten Bojonegoro.
 B.  Identifikasi Masalah  Sesuai  dengan  paparan  latar  belakang  masalah  di  atas  dapat  diketahui  timbulnya beberapa masalah sebagai berikut :  1.  Praktek  mahar  pekerjaan  di  Wilayah  Migas  Desa  Beged  Kecamatan  Gayam  Kabupaten Bojonegoro  2.  Faktor  yang  melatarbelakangi  terjadinya  mahar  pekerjaan  di  Wilayah  Migas  Desa Beged Kecamatan Gayam Kabupaten Bojonegoro  3.  Analisis  hukum  Islam  terhadap  kesesuaian  penggunaan  mahar  pekerjaan  menurut  masyarakat  di  Wilayah  Migas  Desa  Beged  Kecamatan  Gayam  Kabupaten Bojonegoro  
C. Batasan Masalah  Dengan adanya suatu permasalahan diatas, maka untuk memberikan arah  yang jelas dalam penelitian ini penulis membatasi pada masalah-masalah berikut  ini :  Edited withthe trial version of Foxit Advanced PDF Editor To remove this notice, visit: www.foxitsoftware.com/shopping 8  1. Praktek  perkawinan  dengan  mahar  pekerjaan  di  Wilayah  Migas  Desa  Beged  Kecamatan Gayam Kabupaten Bojonegoro  2. Analisis  hukum  Islam  terhadap  kesesuaian  penggunaan  mahar  pekerjaan  di  Wilayah Migas Desa Beged Kecamatan Gayam Kabupaten Bojonegoro  D. Rumusan Masalah 1.  Bagaimana  praktek  perkawinan  dengan  mahar  pekerjaan  di  Wilayah  Migas  Desa Beged Kecamatan Gayam Kabupaten Bojonegoro?  2.  Bagaimana  analisis  hukum  Islam  terhadap  kesesuaian  penggunaan  mahar  pekerjaan  di  Wilayah  Migas  Desa  Beged  Kecamatan  Gayam  Kabupaten  Bojonegoro?
 E.  Kajian Pustaka Kajian  pustaka  adalah  deskripsi  ringkas  tentang  kajian/penelitian  yang  sudah pernah dilakukan seputar permasalahan yang akan diteliti penulis. Kajian  pustaka  dilakukan  untuk  menegaskan  bahwa  kajian  penelitian  ini  bukan  merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian/penelitian sebelumnya.
  Adapun penelitian yang membahas tentang mahar, diantaranya adalah:  1.  Muh.  Nur  Hidayatullah,  mahasiswa  Fakultas  Syariah  IAIN  Sunan  Ampel  Surabaya (1999) dengan judul “Studi Hukum Islam tentang Rekayasa Nilai  Mahardi Desa Pucangan Palang Tuban”, dinyatakan bahwa: rekayasa nilai   Fak. Syariah IAIN Sunan Ampel, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi, Cet. III, (Surabaya:  IAIN Sunan Ampel, 2011), hal. 9.
 Edited withthe trial version of Foxit Advanced PDF Editor To remove this notice, visit: www.foxitsoftware.com/shopping 9  mahar  merupakan  bentuk  strategi  untuk  keluar  dari  problem,  yakni  pemberitaan  mahar  yang  tidak  sesuai  dengan  kenyataan  karena  adanya  keharusan dari tradisi/adat yang berlaku di Desa Pucangan Kec. Palang Kab.
 Tuban.  Pemberitaan  mahar  ini  dapat  terjadi  pada  waktu  sebelum,  sesudah  atau pada saat akad nikah. Oleh karenanya mayoritas mahar diberikan dalam  bentuk hutang.
 2.  Nasrullah  Aziz,  mahasiswa  Fakultas Syariah  IAIN  Sunan  Ampel  Surabaya  (2006) dengan judul ”MaharMuqaddam dalam Perspektif Islam Studi Kasus  di KUA Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo”, dinyatakan bahwa: alasan  KUA  mengesakan  mahar  muqaddam  sebelum  akad  adalah  dibenarkan  karena  hubungan  kata Nihlah dengan  pendapat  Fuqaha  dan  Alquran  serta  KHI  psl  01  (d)  dan  tidak  mengatur  tentang  pembayaran  mahar  yang  harus  diberikan terlebih dahulu pada waktu sebelum akad nikah atau sesudahnya,  tetapi  pembayaran  mahar  wajib  diberikan  karena  akad  nikah  oleh  calon  mempelai  pria  kepada  calon  mempelai  wanita,  yang  jumlah  bentuk  dan  jenisnya  disepakati  oleh  kedua  belah  pihak  dan  tidak  bertentangan  dengan  hukum  Islam.  Perkawinan  yang  dilakukan  di  KUA  Taman  dengan  mahar  muqaddam  sebelum  akad  disahkan  karena  telah  sesuai  dengan  UU  Perkawinan No. 01 Tahun 1974 Pasal 02.
 3.  Ach.  Ainus  Tsabit,  mahasiswa  Fakultas  Syariah  IAIN  Sunan  Ampel  Surabaya  (2007)  dengan  judul “Studi  Analisis  Hukum  Islam  Terhadap  Pandangan  KH.  Abdullah  Faqih  Langitan  Tuban  Tentang Mahar Alquran  Edited withthe trial version of Foxit Advanced PDF Editor To remove this notice, visit: www.foxitsoftware.com/shopping 10  dan   Alat  Sholat”, dinyatakan  bahwa:  Mahar  Alquran  dalam  perkawinan  menurut KH.  Abdullah  Faqih kurang  baik dan etis karena pada hakikatnya  mahar dalam perkawinan kewajiban yang harus dibayar suami sebagai ganti  dari farji (’Iwa>dul Bud’i), maka kurang layak kalau Alquran yang begitu  mulia  dan  agung  hanya  digunakan  sebagai ’Iwa>dul  Bud’i. Sedangakan  mahar  alat  shalat  dalam  perkawinan  menurut  KH.  Abdullah  Faqih  hendaknya  digunakan  penggantian  istilah  dari A<latus  s}ola>t menjadi  Liba>s  as-s}olah  karena  pada  dasarnya  salat  tidak  membutuhkan  alat.
 Tetapi yang dibutuhkan hanyalah pakaian salat.
  



Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi