Jumat, 04 Juli 2014

Skripsi Syariah:ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IJAB QABUL PADA MASYARAKAT SUKU SAMIN DI DESA KUTUKAN KECAMATAN RANDUBLATUNG KABUPATEN BLORA


BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah Perkawinan  merupakan  suatu  cara  yang  dipilih  Allah  sebagai  jalan  bagi  manusia  untuk  beranak,  berkembang  biak,  dan  kelestarian  hidupnya,  setelah  masing-masing  pasangan  siap  melakukan  peranannya  yang  positif  dalam meujudkan tujuan perkawinan.
  Terkadang  ada  orang  yang  ragu-ragu  untuk  kawin,  karena  sangat  takut  memikul  beban  berat  dalam  rumah  tangga.  Islam  memperingatkan  bahwa dengan kawin, Allah akan memberikan kepadanya penghidupan yang  berkecukupan,  menghilangkan  kesulitan-kesulitannya  dan  diberikannya  kekuatan yang mampu mengatasi kemiskinan.
  Seperti yang dijelaskan dalam  al-Quran surat an-Nuur 32: Artinya : “  Dan  kawinkanlah  orang-orang  yang  sendirian  diantara  kamu,  dan  orangorang  yang  layak  (berkawin)  dari  hamba-hamba  sahayamu  yang  lelaki  dan  hamba-hamba  sahayamu  yang  perempuan.  jika  mereka  miskin  Allah  akan   Sayyid Sabiq,  Fikih Sunnah 6, (Bandung: PT Al Ma’arif, 1980),  7.

  Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan Dalam Islam,  (Jakarta:  PT Hidakarya Agung,  1956),  3.
 1   memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha  Luas (pemberianNya) lagi Maha mengetahui. (An -nuur : 32).
 Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI)  Pasal  2,  Perkawinan adalah  akad  yang  sangat  kuat  atau  mitsaqan  ghalidzan   untuk  mentaati  perintah  Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.
  Menurut  Pasal  1  Undang  Undang  No.  1 tahun  1974,  Perkawinan  adalah ikatan lahir batin seorang laki-laki dan perempuan sebagai suami istri  dengan  tujuan  untuk  membentuk  keluarga  yang  bahagia  dan  kekal  berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.
  Perkawinan  adalah  ikatan  lahir  batin  antara  seorang  laki-laki  dan  perempuan  untuk  memenuhi  tujuan  hidup  berumah  tangga  sebagai  suami  isteri dengan memenuhi syarat dan rukun yang telah ditentukan oleh syariat  Islam.
  Perkawinan merupakan suatu jalan yang amat mulia untuk mengatur  kehidupan  rumah  tangga  serta  keturunan  dan  saling  mengenal  antara  satu  dengan  yang  lain,  sehingga  akan  membuka  jalan  untuk  saling  tolongmenolong. Keluarga menjadi institusi yang sangat penting dalam kehidupan  bermasyarakat  sebagai  sarana  awal  untuk  mewujudkan  sebuah  tatanan   Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: CV.  Nuansa Aulia, 2008),  2.
  Undang-Undang Perkawinan Indonesia, (Surabaya: Kesindo Utama, 2010),1.
  M.  Afnan  Hafidh  dan  A.  Ma’ruf  Asrori,  Tradisi  Islami:  Panduan  Prosesi  Kelahiran,  Perkawinan dan Kematian, (Surabaya: Khalista, 2009),  88.
  masyarakat dan keluarga sebagai pilar penyokong kehidupan bermasyarakat  yang aman, damai dan tenteram.
  Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. ar-Ru>m ayat 21: Artinya:  Dan  di  antara  tanda-tanda  kekuasaan-Nya  ialah  Dia  menciptakan  untukmu  isteri-isteri  dari  jenismu  sendiri,  supaya  kamu  cenderung  dan  merasa  tenteram  kepadanya,  dan  dijadikan-Nya  diantaramu  rasa  kasih  dan  sayang.  Sesungguhnya  pada  yang  demikian  itu  benar-benar  terdapat  tandatanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir  .
 Rasulullah  SAW  sangat  menganjurkan  pernikahan  bagi  umatnya  yang  mampu  melaksanakannya,  karena  dengan  menikah  seseorang  akan  mampu  menjaga  pandangan  dan  mampu  menjaga  kehormatan,  sebagaimana  yang  dinyatakan dalam sabda Nabi Muhammad SAW yaitu: Artinya:  Dari  Abdullah  berkata:  Rasulullah  SAW  bersabda  :  “Hai  para  pemuda,  barang  siapa  yang  telah  sanggup  di  antaramu  untuk  kawin,  maka  kawinlah karena sesungguhnya kawin itu dapat mengurangi pandangan (yang  liar) dan lebih menjaga kehormatan” .
   Abdul Jalil,  Fiqh Rakyat:  Pertautan  Fiqh dengan  Kekuasaan,  (Yogyakarta:  LKIS,  2000), 285.
  Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, 2005), 406.
  Abubakar Muhammad, Subulussala>m, Juz 3, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1995), 393-394.
  Perkawinan  harus  dilangsungkan  berdasarkan  ketentuan  yang  ada,  baik  yang  berupa  ketentuan  fikih,  Kompilasi  Hukum  Islam  (KHI),  Undang-undang  Nasional.
 Dalam Islam, perkawinan dikenal dengan istilah pernikahan. Pernikahan  dinyatakan sah bila sudah memenuhi syarat-syarat dan rukun nikah. Rukun nikah  ada lima, yaitu: calon suami, calon isteri, wali nikah, dua orang saksi dan sigat.
  Dalam perkawinan  yang menjadi  azas adalah  ridhanya kedua  mempelai  untuk mengikat hidup berkeluarga. Karena perasaan ridha merupakan kewajiban  yang bersifat pribadi yang tidak bisa dilihat dengan mata kepala, maka harus ada  pernyataan  yang  tegas  untuk  menunjukkan  kemauan  mengadakan  ikatan  tersebut.  Pernyataan  pertama  yaitu  dari  pihak  istri  sebagai  menunjukkan  kemauan  untuk  membentuk  hubungan  suami  istri  disebut  dengan  ijab.
 Sedangkan  pernyataan  kedua  yang  dinyatakan  oleh  pihak  suami  untuk  menyatakan  rasa  ridha  dan  setujunya  disebut  dengan  qabul.
  Dan  boleh  pula  kebalikannya, yaitu  ijab  dari pihak laki-laki atau wakilnya dan  qabul  dari pihak  perempuan  atau  wali  maupun  wakilnya.  Dari  sini  kemudian  para  ahli  fiqh  menyatakan  bahwa  akad  nikah  (ijab  dan  qabul)  merupakan  rukun  dari  perkawinan.
   Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2010), 46-47.
  Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 6, 53.
  Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan Dalam Islam,  16.
  Ijab  dari pihak si wali perempuan dengan ucapan : “saya kawinkan anak  saya  yang  bernama  si  A  kepadamu  dengan  mahar  sebuah  Kitab  Al-qur’an”.
 Qabul  adalah  penerimaan  dari  pihak  suami  dengan  ucapan:”saya  terima  mengawini  anak  bapak  yang  bernama  si  A  dengan  mahar  sebuah  kitab  Alqur’an”.
  Para  ulama  madzab  sepakat  bahwa  pernikahan  baru  dianggap  sah  jika  dilakukan  dengan  akad,  yang  mencakup  ijab  dan  qabul  antara  wanita  yang  dilamar  dengan  laki-laki  yang  melamarnya,  atau  antara  pihak  yang  menggantikannya seperti wakil dan wali, dan dianggap tidak sah hanya sematamata berdasarkan suka-sama suka tanpa adanya akad.
 Sahnya suatu akad perkawinan disyaratkan beberapa syarat yaitu: 1.  Akad harus dimulai dengan  ijab  dan dilanjutkan dengan  qabul. Materi  ijab  dan  qabul  tidak  boleh  berbeda seperti nama  si perempuan  secara  lengkap  dan bentuk mahar yang disebutkan.
 2.  Ijab  dan qabul  harus diucapkan secara bersambungan.
 3.  Ijab  dan  qabul    tidak boleh dengan menggunakan ungkapan yang bersifat  membatasi  masa  berlangsungnya  perkawinan  karena  perkawinan  itu  ditujukan untuk selama hidup.
 4.  Ijab  dan qabul  harus menggunakan  lafaz\    yang jelas dan terus terang tidak  boleh  menggunakan  ucapan  sindiran  karena  untuk  penggunaan  lafaz\  Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia,  (Jakarta: Kencana, 2009), l 61.    sindiran itu diperlukan niat sedangkan saksi yang harus dalam perkawinan  itu tidak akan dapat mengetahui apa yang diniatkan orang.
  Ijab   dan  qabul  harus  dilakukan  dengan  lisan.  Inilah  yang  dinamakan  akad  nikah  (ikatan  atau  perjanjian  perkawinan)  .  Bagi  orang  bisu  syah  perkawinannya dengan isyarat tangan atau kepala yang bisa dipahami. Sedangkan  ijab  dan  qabulnya orang yang gaib (salah seorang dari pasangan mempelai tidak  hadir), harus dengan mengirim wakilnya atau dengan menulis surat kepada pihak  lain yang minta diakad nikahkan, dan pihak yang menerima harus mendatangkan  saksi.
  Nikah  dianggap  sah  apabila  dilakukan  dengan  menggunakan  redaksi  zawwajtu  (aku  mengawinkan)  atau  ankahtu  (aku  menikahkan)  dari  pihak  yang  dilamar atau orang yang mewakilinya dan redaksi qabiltu (aku terima) atau  raditu  (aku setuju) dari pihak yang melamar atau yang mewakilinya.
  Akad nikah yang berlaku di Indonesia diatur dalam Kompilasi Hukum  Islam pada pasal 27, 28, dan 29.
 Pasal  Ijab dan qabul antara wali dan calon mempelai pria harus jelas beruntun dan tidak  berselang.
  Ibid, . 62-63.
  Abdul Rahman Ghozali,  Fiqh Munakahat,  57.
  Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 6, 59.
  Muhammad Jawad Mugniyah, Fiqh Lima Mazhab, (Jakarta: Lentera,  2007),  309.
  Pasal  Akad nikah dilakukan sendiri secara pribadi oleh wali nikah yang bersangkutan  atau wali nikah mewakilkan kepada orang lain.
 Pasal  1)  Yang  berhak  mengucapkan  qabul  adalah  calon  mempelai  pria  secara  pribadi.
 2)  Dalam hal tertentu ucapan qabul nikah dapat diwakilkan kepada pria lain  dengan ketentuan calon mempelai pria memberi kuasa yang tegas secara  tertulis  bahwa  penerimaan  wakil  atas  akad  nikah  itu  adalah  untuk  mempelai pria.
 3)  Dalam  hal  calon  mempelai  wanita  atau  wali  keberatan  calon  mempelai  pria diwakili, maka akad nikah tidak boleh dilangsungkan.
  Di Indonesia ada perbedaan dalam tatacara pernikahan, biasanya sering  kita jumpai dalam bentuk tradisi (adat) yang berlaku di daerah-daerah. Seperti  halnya  perkawinan di salah satu etnis  yang  berada di  daerah  Kabupaten Blora  yaitu  perkawinan  dalam  adat  suku  Samin.  Suku  Samin  ini  merupakan  sekelompok masyarakat yang mempunyai perbedaan pemahaman aturan dalam  kehidupan masyarakat khususnya dalam hal akad nikah.
  Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: CV. Nuansa Aulia, 2008), 9.
  Perkawinan yang dilakukan oleh masyarakat suku Samin bisa dikatakan  berbeda  karena  dalam  pelaksanaannya  tidak  seperti  khalayak  yang  menggunakan akad nikah dalam Islam yang terdiri dari ijab dan qabul, meskipun  mereka  beragama  Islam.  Dalam  perkawinan  masyarakat  adat  suku  Samin  ini  mereka   menggunakan  akad  nikah  yang  hanya  terdiri  dari  ijab  saja  tanpa  mengucapkan  qabul. Dengan kata lain orang yang ingin melakukan perkawinan  harus  mengumpulkan  para sesepuh  suku  Samin  terlebih  dahulu  kemudian  dari  pihak  laki-laki  mengucapkan  ijab  yakni  “kawit  zaman  Adam  penggaweane  kawin,  saiki  tak  kawekno  anak  ku  karo  ….”  (mulai  zaman  Nabi  Adam  pekerjaannya menikah, sekarang saya  nikahkan anak saya dengan …).  Setelah  mengucapkan  ijab,  pihak  perempuan  untuk  menyatakan  rasa  ridha  dan  persetujuannya untuk mengikat hidup berkeluarga dengan cara diam saja dengan  tanpa  mengucapkan  qabul,  karena  menurut  adat  mereka pernikahan  sudah sah  dengan cara disaksikan oleh sesepuh masyarakatnya.
  Berangkat  dari  latar  belakang  di  atas,  penulis  sangat  tertarik  untuk  menjadikan penelitian dalam bentuk laporan skripsi yang berjudul:  ANALISIS  HUKUM  ISLAM  TERHADAP  METODE  IJAB  QABUL  PADA  MASYARAKAT  SUKU  SAMIN  di  DESA  KUTUKAN  KECAMATAN  RANDUBLATUNG KABUPATEN BLORA.
  Sariban, Wawancara, Kutukan,  03, November 2012.
  B.  Identifikasi Masalah Dari  latar  belakang  masalah  di  atas  dapat  diidentifikasikan  masalahmasalah sebagai berikut: 1.  Deskripsi ijab qabul pada masyarakat suku Samin  2.  Tatacara ijab qabul pada masyarakat suku Samin  3.  Tujuan akad menurut masyarakat suku Samin 4.  Analisis hukum Islam terhadap akad nikah adat suku Samin
C.  Batasan Masalah Dengan  adanya  suatu  permasalahan  di  atas,  maka  untuk  memberikan  arah yang jelas dalam penelitian  ini  penulis membatasi  pada  masalah-masalah  berikut ini: 1.  Deskripsi tentang tata cara ijab qabul masyarakt suku samin  2.  Analisis secara hukum islam mengenai metode ijab qabul masyarakat suku  Samin  
D.  Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas maka penulis dapat menyimpulkan rumusan  masalah sebagai berikut: 1.  Bagaimana  deskripsi  metode  ijab  qabul  masyarakat  suku  Samin  di  Desa  Kutukan Kecamatan Randublatung Kabupaten Blora?   2.  Bagaimana  analisis  hukum  Islam  terhadap  metode  ijab  qabul  masyarakat  suku Samin di Desa Kutukan Kecamatan Randublatung Kabupaten Blora 


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi