BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan
makhluk sosial, tidak
mungkin dapat hidup
dengan sendirinya tanpa
adanya hubungan sosial,
cenderung berkelompok dan bermasyarakat.Manusia mempunyai
naluri tentang persaudaraan
dan menjalin hubungan yang harmonis antar umat manusia
tanpa membedakan warna mata, warna kulit,
jenis suku, agama, adat, dan bahasa. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam Surat Al- Hujura>t ayat 13: Artinya: “Hai
manusia sesungguhnya Kami ciptakan kamu dari seorang seorang lakilaki dan
seorang perempuaan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling mengenal.
Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang
paling bertakwa. Allah Maha Mengetahui,
Mahateliti”.( Al - Quran Surat Al - Hujura>t : 13) Manusia diciptakan
Allah ada laki-laki
dan perempuan, untuk
berpasangpasangan. Diberikan di
dalamnya hasrat untuk
berkasih sayang saling
mencintai, Depertemen Agama RI, Mushaf Al- Quran
Terjemah, (Jakarta : Pena Pundi
Aksara 2002), 518.
1 untuk
membentuk sebuah keluarga
maka diikat dengan
adanya perkawinan. Allah tidak mau
menjadikan manusia seperti
makhluk lain, yang
hidup bebas mengikuti nalurinya
dan berhubungan antara
jantan dan betinanya
secara anarki tanpa
satu aturan, oleh
karena itu, untuk menjaga
kehormatan dan kemuliaan manusia, Allah mewujudkan hukum yang sesuai dengan
martabatnya.
Hubungan
antara laki-laki dan
perempuaan diatur secara
terhormat dan berdasarkan saling meridai,
dengan ucapan ijab kabul sebagai lambang dari adanya rasa
saling rida serta
dihadiri oleh para
saksi yang menyaksikan
bahwa kedua pasangan
tersebut telah saling
terikat. Dalam Kompilasi
Hukum Islam dijelaskan, bahwa, “Perkawinan yang
sah menurut hukum Islam
merupakan pernikahan, yaitu akad yang
kuat atau mi>s\a>qan gali > z}an untuk
menaati perintah Allah
dan melaksanakannya merupakan
ibadah.” Perkawinan
merupakan suatu cara
yang dipilih Allah
sebagai jalan bagi manusia untuk
berkembangbiak dan melestarikan
kehidupannya.
Keluarga terbentuk melalui perkawinan karena itu dalam Islam perkawinan sangat dianjurkan bagi
yang telah mempunyai
kemampuan. Anjuran ini
dinyatakan dalam al-Quran maupun dalam as-Sunnah, yang dinyatakan dalam
salah satu sabda Nabi Muhammad saw.
yaitu : ِ Tim
Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung:
Nuansa Aulia, 2009), 2.
Sayyid Sabiq,
Fiqih Sunnah, diterjemah Nor
Hasanuddin, Jilid II, (Jakarta : Pena Pundi Aksara),
477.
٤
Artinya: Dari Abdullah berkata: Rasulullah saw bersabda: “Hai para pemuda,
barang siapa yang
telah sanggup di
antaramu untuk kawin,
maka kawinlah karena sesungguhnya kawin itu dapat mengurangi
pandangan (yang liar) dan lebih menjaga kehormatan.”
Dalam hadis dijelaskan bahwa
Rasulullah menganjurkan menikah
bagi para pemuda
yang telah sanggup
untuk menjalankan pernikahan,
karena pernikahan adalah ikatan yang sakral dan suci. Pernikahan
merupakan pembeda antara hubungan sah suami
istri dan perbuatan
zina.
Pernikahan
memiliki tujuan membentuk keluarga
yang bahagia dan
kekal, sehingga baik
suami maupun isteri
harus saling melengkapi
agar, masing-masing dapat
mengembangkan kepribadiaannya, saling membantu agar tercapai kesejahteraan. Hal ini
sejalan dengan firman Allah: Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya
ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya
kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya,
dan dijadikan-Nya di
antaramu rasa kasih sayang.
Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi
orang kaum yang Al-Ima>m Muslim , S}ah}i h} Muslim,Juz
5, (Beirut: Da>rul Kutub Ilmiyah,Cet.
II, 2008), 10.
Asy- Syaikh Abu Munir’Abdullah bin
Muhammad ‘Usmaniaz Zammari, Penerjemah
Fathul Mujib, ( Yogyakatra : At-Tuqa,
2009), 5. berfikir.” Ayat ini
menjelaskan bahwa tujuan
perkawinan adalah saling
menikmati (Istimta’) antara suami
istri untuk membina keluarga yang sakinah dan masyarakat yang
salih.
Hal
ini sesuai dengan
pasal 1 Undang- undang
Perkawinan bahwa, “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara
seorang wanita dan seorang pria sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Perkawinan
merupakan cara penghalalan
hubungan antara suami
dan istri untuk
melangsungkan keturunanya, karena
tanpa adanya regenerasi,
populasi di muka bumi akan punah. Dengan adanya perkawinan
mereka saling memiliki, saling menjaga, saling
membutuhkan, dalam suasana
saling mencintai (mawwadah)
dan kasih sayang (rahmah)
sehingga terwujud keluarga yang harmonis (sakinah).
Pada dasarnya seorang laki-laki boleh kawin dengan
perempuan mana saja, namun ada
batasan-batasan tertentu seorang laki-laki muslim dilarang kawin dengan perempuan-perempuan tertentu.
Larangan
perkawinan dijelaskan dalam
al-Quran surat an-Nisa’ ayat
22-23, yaitu: Departemen Agama Republik Indonesia, Mushaf
Al-Quran Terjemah, (Jakarta: Pena Pundi Aksara,
2002) , 407.
M. Shaleh al-Ustmani dan A. Aziz Ibnu Muhammad
Dawud, Pernikahan Islami, (Surabaya: Risalah
Gusti, Cet.IV, 1996), 6.
Redaksi
Sinar Grafika, Undang-Undang
Perkawinan Indonesia, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2007),
1-2.
Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (
Jakarta: Universitas Indonesia, 1986), 5.
Artinya: “Dan
janganlah kamu kawini
wanita-wanita yang telah
dikawini oleh ayahmu, terkecuali
pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu Amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk
jalan (yang ditempuh).Diharamkan atas kamu
(mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu
yang perempuan; saudarasaudaramu yang
perempuan, saudara-saudara bapakmu
yang perempuan; saudarasaudara ibumu yang perempuan;
anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari
saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang
menyusui kamu; saudara
perempuan sepersusuan; ibu-ibu
isterimu (mertua); anak-anak
isterimu yang dalam
pemeliharaanmu dari isteri
yang telah kamu campuri, tetapi
jika kamu belum
campur dengan isterimu
itu (dan sudah
kamu ceraikan), maka tidak
berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istriistri
anak kandung (menantu);
dan menghimpunkan (dalam
perkawinan) dua perempuan
yang bersaudara, kecuali
yang telah terjadi
pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”.
Larangan kawin
antara seorang laki-laki
dan seorang perempuan
menurut syara’ dibagi
menjadi dua, yaitu
halangan abadi (mahram
muabbad) dan halangan sementara
(mahram muaqqat) halangan
abadi (mahram muaqqat)
yang telah disepakati
terdiri dari hubungan
nasab, hubungan sesusuan
dan hubungan Departemen
Agama Republik Indonesia,
Mushaf Al-Quran Terjemah,
( Jakarta : Pena
Pundi Aksara, 2002), 82.
perkawinan
,
sedangkan yang masih
diperselisihkan ada dua yaitu: zina dan li’an.
Sedangkan halangan sementara (mahram muaqqat)
terdiri dari: a. Halangan bilangan,
jumlah istri tidak boleh lebih dari 4(empat) dalam poligami.
b.
Halangan mengumpulkan, memadu dua orang perempuaan bersaudara.
c.
Halangan kehambaan, tidak boleh laki-laki merdeka kawin dengan budak.
d.
Halangan kafir, perempuan kafir haram untuk dinikahi.
e.
Halangan ihram, perempuan yang sedang ihram tidak boleh dinikahi.
f.
Halangan sakit.
g.
Halangan ‘iddah.
h.
Halangan peristrian, perempuaan
yang terikat perkawinan,
atau yang sedang iddah, haram dikawini oleh seorang laki-laki.
i.
Halangan perempuaan yang ditalak tiga kali.
Dalam pandangan
masyarakat adat, perkawinan
bertujuan untuk membangun,
membina dan memelihara
hubungan kekerabatan yang
rukun dan damai. Hal ini dikarenakan nilai-nilai hidup
yang menyangkut tujuan perkawinan tersebut dan
menyangkut pula kehormatan
keluarga dan kerabat
bersangkutan dalam pergaulan
masyarakat, maka proses pelaksanaan perkawinan diatur dengan tata
tertib adat, agar
terhindar dari penyimpangan
dan pelanggaran yang memalukan yang
akan menjatuhkan martabat
kehormatan keluarga dan
kerabat Amir
Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2011), 110.
Ibnu
Arsyd, Bida>yah al Mujtahid fi
Niha>yah al Muqtas}id, (Beirut: Dar al Fikr, tt.), 225.
yang bersangkutan.
Dalam
pelaksanaan perkawinan, masyarakat sangat terikat oleh aturan, baik yang
tertulis maupun yang
tidak tertulis, bahkan
ketergantungan pada adat
atau tradisi tata
cara masyarakat di
daerah tersebut yang
berlaku sejak nenek
moyang secara turun-temurun.
Larangan perkawinan menurut hukum adat terdiri dari: 1. Karena Hubungan Kekerabatan.
Menurut hukum adat Batak melarang perkawinan
antara pria dan wanita dalam satu
marga. Di Minangkabau
pria dan wanita
yang masih satu
suku dilarang melakukan
perkawinan. Di Lampung
yang beradat pepadun
seorang pria dilarang
kawin dengan anak saudara
laki-laki ibu (kelama).
Sementara di Jawa
tidak dibolehkan seorang
pria dan wanita
yang bersaudara kandung ayahnya, begitu pula dilarang kawin jika
bersaudara misan dan dilarang kawin jika ibu yang pria lebih muda dari ibu wanita.
2.
Karena Perbedaan Kedudukan.
Di
Minangkabau seorang wanita
dari golongan penghulu
tidak dibenarkan melakukan perkawinan dengan pria yang tergolong “kemenakan
di bawah lutui.”
Di Lampung pemuda
dari golongan “penyimbang”
tidak dibenarkan kawin
dengan gadis dari golongan “beduwou” (budak). Di
Maluku perkawinan hanya
boleh antara kasta
yang setara, misalnya,
kasta tertinggi (mel)
dengan kasta tertinggi
(mel). Tidak boleh
dilakukan perkawinan antara Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat
dengan Adat Istiadat dan Upacara Adatnya, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti,2003), 23.
kasta
tertinggi dengan kasta pertengahan (ren) maupun kasta terendah
(riy). Di Bali
dari golongan “tri
warna” atau “triwangsa”
(Brahmana, Ksatria, dan Waisha) dilarang
kawin dengan wanita
dari golongan “Sudra”
atau orang biasa.
Pada masyarakat
Desa Beton Kecamatan
Siman Kabupaten Ponorogo terdapat
sebuah fenomena tentang
larangan perkawinan adat
yaitu “lusan manten”.
Kata lusan manten
merupakan singkatan dari
telu yang berarti
tiga dan pisan
yang berarti pertama,
dan kata manten,
yaitu pengantin. Jadi
bagi pasangan pengantin yang akan
melakukan perkawinan yang ketiga dan pertama tidak dibolehkan. Adat lusan manten
menjadi larangan perkawinan, karena jika dilakukan dikhawatirkan akan terjadi suatu hal
yang tidak diinginkan.
Berkaitan
dengan hal tersebut
penulis ingin mengkaji
lebih mendalam mengenai adat ini, karena adat ini merupakan
warisan yang turun temurun dan masih dianut hingga
saat ini. Dalam
penelitian ini penulis
akan meneliti bagaimana “Analisis Hukum Islam Terhadap Larangan
Perkawinan Adat Lusan Manten di Desa Beton
Kecamatan Siman Kabupaten Ponorogo.” Hilman Hadi Kusuma,
Hukum Perkawinan Adat, (
Bandung: Citra aditya
Bakti, 1990), 100-103.
B.
Identifikasi dan Batasan Masalah 1.
Identifikasi Masalah Sesuai
dengan latar belakang
yang telah diuraikan
di atas dapat diidentifikasikan
sebagai berikut: a. Praktik perkawinan
lusan manten di
Desa Beton Kecamatan
Siman Kabupaten Ponorogo.
b.
Analisis HukumIslam terhadap
larangan perkawinan Adat
lusan manten di Desa Beton Kecamatan Siman Kabupaten
Ponorogo.
c.
Pendapat para pelaku perkawinan lusan manten.
d.
Pendapat tokoh masyarakat tentang larangan perkawinan adat lusan manten .
e.
Larangan perkawinan dalam hukum Islam.
2.
Batasan Masalah Uraian
identifikasi masalah di atas agar
pembahasan dalam penelitian ini tidak
meluas dan hasil
penelitian ini lebih
terarah sehingga tercapai
tujuan penulisan skripsi,
maka penulis perlu
untuk membatasi permasalahan.
Penulis hanya mengkaji: a.
Praktik perkawinan lusan
manten di Desa
Beton Kecamatan Siman Kabupaten
Ponorogo.
b.
Analisis Hukum Islam
terhadap larangan perkawinan
Adat lusan manten
di Desa Beton Kecamatan Siman Kabupaten Ponorogo.
C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar
belakang yang telah
dijelaskan maka dapat
dirumuskan masalah penelitian ini
sebagai berikut: 1. Bagaimana Praktik
perkawinanlusan manten di
Desa Beton Kecamatan
Siman Kabupaten Ponorogo? 2. Bagaimana
Analisis Hukum Islam
Terhadap Larangan Perkawinan
Adat Lusan Manten di Desa Beton
Kecamatan Siman Kabupaten Ponorogo? D.
Tujuan penelitian Adapun tujuan penelitian adalah: 1. Untuk
mengetahui bagaimana perkawinan
adat lusan manten
di Desa Beton Kecamatan
Siman Kabupaten Ponorogo.
2.
Menganalisis kesesuaian larangan
perkawinan Lusan Manten
dengan hukum Islam terhadap larangan perkawinan adat lusan
manten di Desa Beton Kecamatan Siman
Kabupaten Ponorogo
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi