BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah
SWT untuk kepentingan, keselamatan kebahagiaan
dan kesejahteraan umat manusia lahir dan
batin. Oleh karena itu Islam sanggup mengantar dan memberikan keselamatan secara utuh, memiliki ajaran yang
sangat lengkap mencakup segala aspek
kehidupan termasuk didalamnya masalah hibah. Karena hibah atau pemberian merupakan bentuk taqarrub
(mendekatkan diri) kepada Allah SWT.
Dalam rangka mempersempit kesenjangan sosial serta menumbuhkan kesetiakawanan dan kepedulian sosial.
Hibah, shadaqah dan hadiah
dilihat dari aspek vertical (hubungan manusia
dengan Tuhan) mempunyai dimensi taqarrub, artinya ia dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaan seseorang,
semakin kuat dan memperkokoh keimanan
dan ketaqwaan.
Menurut
tuntunan Islam hibah merupakan perbuatan
baik, oleh sebab itu pelaksanaan hibah seyogyanya dilandasi rasa kasih sayang, bertujuan baik
dan benar. Disamping itu barangbarang yang dihibahkan adalah barang yang halal
dan setelah hibah diterima Chuzaimah T. Yanggo, A. Hafiz Anshary,
Problematika Hukum Islam III, (Jakarta: LSIK,, 1995), 81.
1 oleh
penerima hibah tidak dikhawatirkanmenimbulkan malapetaka baik bagi pemberi maupun penerima hibah.
Dilihat
dari sudut hibah juga mempunyai aspek horizontal (hubungan antara manusia dan lingkungannya) yaitu dapat
berfungsi sebagai upaya mengurangi
kesenjangan antara si kaya dan si miskin serta menghilangkan kecemburuan sosial. Oleh sebab itu syariat
Islam pada hakikatnya membawa ajaran
yang bukan hanya mengenai satu segi, tetapi mengenai berbagai segi kehidupan manusia.
Allah
SWT telah mensyari’atkan hibah, karena hibah juga bisa menjinakkan hati dan meneguhkan kecintaan
diantara manusia sebagaimana sabda Rasul.
( Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a bahwa
Rasulullah bersabdah : saling memberi
hadiahlah kamu sekalian, niscaya kamu akan saling mencintai” (HR. al-Bukha>ri).
Sudarsono,
Pokok-Pokok Hukum Islam, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992), 372.
Suparman
Usman, Hukum Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), 17.
al-Imam
Abi Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut:
Da>r al-Fikr, 2000), 333.
Islam
mengajarkan agar manusia hidup dalam bermasyarakat dianjurkan untuk memberikan sebagian dari
hartanya sebagai bagian dari amalan
ibadah, sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah
Artinya: “Dan berikanlah harta yang dicintainya kepada
kerabatnya, anakanak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan
pertolongan) dan orang-orang yang
meminta-minta. (QS. al-Baqarah: 177).
Selain
itu Allah jugaberfirman dalam surat al-Ma>idah ayat 2 menganjurkan kepada manusia untuk saling
tolong menolong dalam hal kebaikan dan
taqwa, serta melarang tolong menolong dalam hal perbuatan dosa dan permusuhan.
Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
Departemen
Agama, al-Qur’an al-Kar>im dan Terjemahnya,(Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1996), 43.
Ibid.,
156.
dan
bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksaNya. (QS.
al-Ma>idah ayat 2) Hibah berbeda dengan pemberian biasa, sebab hibah
mempunyai arti yang lebih sempit yaitu
pemberian atashak milik penuh dari objek tertentu tanpa penggantian kerugian apapun. Hibah bisa
juga terjadi khiyar dan syuf’ah. Dan
disyaratkan agar imbalan itu diketahui. Bila tidak, maka hibah itu batal. Hibah mutlak tidak menghendaki
imbalan, baik yang semisal, atau yang
lebih rendah, atau yang lebih tinggi darinya.
Pengertian secara luas, hibah
mempunyai beberapa pengertian atau istilah
yang meliputi: 1.
Al-Ibraa’ : Menghibahkan hutang kepada orang yang
berhutang.
2. Al-Sadaqah
: Pemberian harta kepada orang
lai tanpa mengganti dan hal ini
dilakukan semata ingin memperoleh ganjaran
(pahala) dari Allah SWT..
3. Al-Hadiyah
: Pemberian dimana si penerima
merasa terikat untuk membalasnya.
4. Al-‘Athiyyah
: Hibah ketika sakit membawa
kematian.
Sedangkan dalam syara’, hibah
berarti akad yang pokok persoalannya pemberian
harta milik seseorang kepada orang lain diwaktu masih hidup tanpa adanya imbalan. Apabila seseorang
memberikan hartanya kepada orang Abdul Rahman Ghazaly, dkk, Fiqh Muamalat,
(Jakarta: Kencana, 2010), 159.
lain
untuk di manfaatkan tetapi tidak diberikan kepadanya hak kepemilikan, maka hal itu disebut Ijarah (pinjaman).
Demikian
pula apabila seseorang memberikan apa yang bukan harta, seperti khamr atau bangkai, hal seperti ini
tidak layak untuk dijadikan sebagai
hadiah dan pemberian seperti itu bukanlah hadiah. Apabila hak kepemilikan itu belum terselenggara diwaktu
pemberinya masih hidup, akan tetapi
diberikan sesudah mati maka itu adalah wasiat. Apabila pemberian itu disertai dengan imbalan, maka itu adalah
penjualan dan kepadanya berlaku hukum
jual beli. Yakni bahwa hibah itu dimiliki semata-mata hanya setelah terjadinya akad, sesudah itu tidak dilaksankan
tasharruf penghibah kecuali atas izin
dari orang yang diberi hibah.
Pada
Kompilasi Hukum Islam Buku II Pasal 213 tentang hibah menyatakan bahwa hibah yang diberikan pada
saat pemberi hibah dalam keadaan sakit
yang dekat dengan kematian, maka harus
mendapat persetujuan ahli warisnya.
Dengan berjalannya waktu pada zaman sekarang banyak terjadi masalah-masalah yang timbul
dari suatu hibah, salah satunya adalah
masalah hibah pada saat sakit yang disetujui oleh sebagian ahli waris yang ada di Desa Pegirian Kecamatan Semampir
Surabaya.
Abdul
Rahman Ghazaly, dkk, Fiqh Muamalat, 158.
Sayyid
Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 14, (Bandung: al-Ma’arif, 1996), 167.
Kompilasi Hukum Islam, (Surabaya: Arkola,
tth), 251.
Peristiwa
ini berawal dari H. Slamet yang mempunyai usaha kayu glondongan di Desa Pegirian Kecamatan Semampir
Surabaya. Pada saat itu H. Slamet
memperkerjakan 8 pekerja dan termasuk salah satunya ialah Khotib yang tidak lain adalah tetanggadari H.
Slamet. Di samping sebagai pekerja dan
tetangga dari H. Slamet, Khotib juga menjadi orang kepercayaan H. Slamet.
Kemudian H. Slamet membeli sepasang ayam
serama seharga ± Rp.
2.000.000,- dan sepasang ayam
kate seharga±Rp. 300.000,- sekaligus untuk memenuhi permintaan sang buah hatinya yang
bernama Saddam Husain saat itu berumur 5
tahun yang meminta dibelikan ayam-ayam tersebut untuk dipelihara di samping gudang kayunya.
Beberapa bulan kemudian akhirnya
ayam serama dan ayam katenya tidak
pernah dirawat oleh H. Slamet sebagai mana mestinya, lantaran sang buah hatinya yaitu Saddam Husain mulai bosan.
Berselang waktu kemudian perawatan serta
pemeliharaan ayam serama dan ayam kate tersebut oleh H.
Slamet dipasrahkan kepada Khotib
sebagai kulinya H. Slamet, jika Khotib tidak
ada maka pemeliharaan ayamnya terkadang dirawat oleh anaknya H.
Slamet yang bernama Amiruddin.
Untuk pemiliharaan ayam serama dan ayam
kate berbeda dengan ayam-ayam pada umumnya, sebab ayam serama M. Said dan Fauzi, Wawancara, Pegirian 14 Juni
2013.
Amiruddin, Wawancara, Pegirian 14 Juni 2013.
dan
ayam kate termasuk jenis ayam hias. Dalam pemeliharaan tersebut membutuhkan perawatan yang khusus, seperti
sangkar, makanan dan kebersihannya.
Berdasarkan pemeliharaan harga jual ayam
serama dan ayam kate tidak sedikit orang
yang ingin memelihara dan mengembangbiakkan ayam serama dan ayam kate termasuk keluargadari H.
Slamet. Sesaat setelah 1 tahun lamanya
maka ayam serama dan ayam katenya berkembangbiak menjadi 2 pasangan ayam serama dan 3 pasangan
ayam kate.
Kemudian pada saat itu juga H. Slamet
menderita penyakit Diabetes dan Liver
yang dalam bahasa kedokterannya disebut KomplikasNurul Abit Darmawan, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Hibah
Seluruh Harta Kepada Anak Angkat di Desa
Jogoloyo Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang(Skripsi Syariah Jurusan Ahwal As Syakhsiyah, 2013i.
Pada umumnya orang yang menderita
penyakit komplikasi tersebut, kemungkinan untuk bisa bertahan hidup relatif kecil meskipun hidup dan mati
tetap berada ditangan Allah SWT.
Lalu H. Slamet berniat untuk
menghibahkan peliharaan ayam serama dan
ayam katenya kepada Khotib, karena melihat kondisi H. Slamet yang semakin parah sehingga H. Slamet tidak bisa
menjalani usaha kayunya secara maksimal.
Menanggapi dari keinginan H. Slamet untuk menghibahkan ayam Ibid., Ibid., serama
dan ayam kate yang dipeliharanya, maka H. Slamet menghibahkan ayam kate dan ayam seramanya kepada Khotib
pada saat opname di RS. AlIrsyad Surabaya. Dalam penghibahan tersebut tanpa
adanya saksi dan tidak diketahui oleh
ahli waris H. Slamet. Proses penghibahan tersebut, hanya ada kedua belah pihak saja yakni H. Slamet sebagai
pemberi hibah dan Khotib orang yang
menerima hibah.
Setelah proses penghibahan selesai, kemudian
Khotib bermusyawarah dengan keluarga,
dalam hal ini istri H. Slamet yang bernama Hj. Khodijah dan sepupu H. Slamet yang bernama Romli. Pada
musyawarah tersebut telah mencapai
mufakat bahwa ayam serama dan ayam katenya dihibahkan kepada Khotib meskipun tanpa ada sepengetahuan dan
persetujuan ahli waris yang lainnya.
Kemudian berselang waktu 2 hari H. Slamet
meninggal dunia akibat penyakit yang
dideritanya di RS. Al-Irsyad Surabaya. Mendengar berita demikian anak sulungnya H. Slamet yang bernama
Amiruddin pulang kerumah setelah
mengikuti pertandingan kompetisi sepakbola sampai selesai yang diadakan di daerah pulau Bawean, kemudian
sang ibunya mengatakan kepada Amiruddin,
bahwa ayam serama dan ayam kate beserta sangkarnya telah dihibahkan oleh ayahnya kepadaKhotib,
mendengar berita demikian Khotib,
Wawancara, Pegirian 14 Juni 2013.
Romli, Wawancara, Pegirian 15 Juni 2013.
akhirnya
Amiruddin tidak menyetujuinya dengan apa yang telah dihibahkan oleh ayahnya tersebut dengan alasan bahwa ayam
serama dan ayam kate beserta sangkarnya
berharga relatif mahal.
Dari uraian peristiwa di atas, timbul
permasalahan, ketika proses penghibahan
tidak dihadiri oleh saksi dan sebagian ahli waris, maka hal ini berseberangan dengan ketentuan yang
terformulasi dalam Kompilasi Hukum Islam
yang tertuang dalam Pasal 213 yang menyatakan : Hibah yang diberikan pada saat pemberi hibah dalam
keadaan sakit yang dekat dengan kematian,
maka harus mendapat persetujuan dari ahli warisnya.
Dalam peristiwa di atas sebagian
dari ahli waris tidak setuju dengan proses
penghibahan tersebut. Berangkat dari permasalahan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dan membahasnya dalam skripsi dengan
judul : “Analisis Hukum Islam Terhadap
Hibah Oleh Pewaris pada Saat Sakit yang
Disetujui Oleh Sebagian Ahli Waris” (Studi Kasus di Desa Pegirian Kecamatan Semampir Surabaya).
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi