BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Anak
adalah makhluk sosial yang harus diakui keberadaannya, dihargai harkat martabatnya sebagaimana orang dewasa,
karena anak adalah aset yang sangat
berharga dibandingkan dengan harta
kekayaan lainnya, dalam membentuk
keluarga, masyarakat, dan negara. Anak juga merupakan amanah, nikmat dan anugerah serta karunia yang Allah
berikan kepada manusia.
Bagi
orang tua, anak tersebut diharapkan dapat mengangkat derajat dan martabat orang tua kelak apabila ia dewasa,
menjadi anak yang baik yang selalu mendoakannya
apabila ia meninggal. Berangkat dari pemikiran inilah, baik bapak maupun ibu dari anak-anak itu sama-sama
mempunyai keinginan keras untuk dapat
lebih dekat dengan anak-anaknya agar dapat membimbing langsung dan mendidiknya agar kelak ketika anak-anaknya
sudah dewasa dapat tercapai apa yang
dicita-citakan itu.
Demikian pula anak-anak yang terlahirdari perkawinan itu, selalu ingin dekat dengan orang tuanya sampai mereka dapat
berdiri sendiri dalam mengarungi bahtera
kehidupan di dunia ini. Anak adalah amanah Allah SWT sebagai hasil perkawinan antara ayah dan ibu,
sebagai amanah anak harus dijaga sebaik
mungkin oleh yang memegangnya, yaitu orang tua. Mempunyai anak yang saleh dan selalu mendoakan orang tuanya
merupakan idamansetiap orang, seperti
mana dalam sebuah hadis Nabi menjelaskan Artinya: “Dari Abu Hura>irah, bahwasanya Rasulullah
SAW bersabda: Apabila anak keturunan
Adam meninggal dunia,maka akan terputuslah amal daripadanya kecuali dari tiga perkara:
s}ada>qah ja>riyyah, ilmu yang bermanfaat,
dan anak yang saleh yang mendoakannya.” Dalam perspektif hukum Islam pengasuhan anak
sering dikenal dengan sebutan kata
H{ad}a>nah yang menurut bahasanya berarti “meletakkan sesuatu dekat tulang rusuk atau di pangkuan”,karena
ibu waktu menyusukan anaknya meletakkan
anak itu di pangkuannya, seakan-akan ibu di saat itu melindungi dan memelihara anaknya, sehingga “H{ad}a>nah”
dijadikan istilah yang maksudnya: “pendidikan
dan pemeliharaan anak sejak dari lahir sampai sanggup berdiri sendiri mengurus dirinya yang dilakukan oleh
kerabat anak itu.
Para ahli fiqh mendefinisikan h}
ad} a>nahialah “melakukan pemeliharaan anak-anak yang masih kecil laki-laki ataupun
perempuan atau yang sudah besar, tetapi
belum tamy>iz, tanpa perintah daripadanya, menyediakan sesuatu yang menjadikan kebaikannya, menjaganyadari sesuatu
yang menyakiti dan Abu al-H}usain
Muslim bin al-Hajjaj al-Quraisy an-Naisa>buriy, S}ah}ih} Muslim , Juz III, (Dahlan: Indonesia, tt.), h. 1255 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat (Jakarta:
Kencana,2003), h. 175 merusaknya,
mendidik jasmani, rohani dan akalnya agar mampu berdiri sendiri menghadapi hidup dan memikul tanggung jawabnya.
Manakala definisi menurut Ordinan 43 Keluarga
Islam Negeri Sarawak Tahun 2001 ialah
hak untuk menjaga anak-anak dengan memiliki hak penjagaan ke atasnya serta memelihara kebajikannya
termasuk memberi kasih sayang, menyediakan
tempat tinggal, memberi pendidikan dan membiayai pelajaran anak-anak itu.
Adapun menurut Kompilasi Hukum Islam
sebagaimana yang dijelaskan dalam pasal
1 huruf (g) yang berbunyi: “Pemeliharaan anak atau h}ad}a>nahialah kegiatan mengasuh, memelihara dan mendidik
anak hingga dewasa atau mampu berdiri
sendiri”.
Masalah pemeliharaan dan pendidikan anak
telah diatur dalam hukum Islam dengan
jelas, bahwa orang tuanyalah yang memegang peran penting (tanggung jawab) untuk melakukan dan
melaksanakan h}ad} a>nahterhadap anakanaknya (keturunan) dengan
sebaik-baiknya. Tapi malangnya, kebanyakan timbulnya perselisihan dalam rumah tangga
adalah kurangnya kepercayaan antara
suami istri, sehingga kadang-kadang membawa keguncangan serta berakhir dengan perceraian. Dengan
adanyaperceraian, maka salah satu pihak Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 8, (Bandung: PT
Alma’arif, 1980), h. 173 Arieff Salleh
Rosman, Isu Wanita dalam Perundangan Islam, (Johor Darul Takzim, Malaysia: Universiti Teknologi Malaysia,
2008), h. 24 Dedi Supriyadi, Mustofa,
Perbandingan Hukum Perkawinan di Dunia Islam, (Bandung: Pustaka Al-Fikriis, 2009), h. 118 yang paling dirugikan adalah sang anak,
karena dengan perceraian tersebut maka anak
kehilangan kasih sayang yang selama ini telah dia dapatkan.
Dalam
hadis Rasulullah SAW menyatakan bahwa ibulah yang paling berhak dalam pengasuhan anak yang belum
mumay>yiz seperti dalam hadis berikut:
ْ( Artinya:
“Dari hadis yang diriwayatkan oleh Amr bin Syuaib dari ayahnya, dari kakeknya, Abdullah bin Amr bahwa seorang
perempuan berkata kepada Rasulullah SAW,
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya anakku ini
telah menjadikan perutku sebagai tempat (naungan)-nya, air susuku menjadi minumannya, dan pangkuanku
tempat berteduhnya.
Sedang ayahnya telah mentalakku seraya
menginginkan untuk mengambilnya dari
ku”. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Kamu lebih berhak terhadapnya selama belum menikah”.
Berdasarkan Ordinan 43 KeluargaIslam Negeri Sarawak Tahun 2001 tentang bab pemeliharaan anak, orang yang
paling berhak memelihara anak yang belum
mumay>yizadalah ibunya. Seperti yang terkandung di dalam seksyen (pasal) 85 sub sekysen (ayat) 1 yang berbunyi:
1.
Tertakluk kepada seksyen 86, ibu adalahyang paling berhak dari segala orang bagi menjaga anak kecilnyadalam masa ibu
itu masih dalam perkahwinan dan juga
selepas perkahwinannya dibubarkan.
2. Jika
Mahkamah berpendapat bahawaibu adalah hilang kelayakkan mengikut Undang-undang Islam dari mempunyai
hak terhadap h}ad}a>nahatau Abu Daud
Sulaiman bin Al-‘Asy’ats As-Sajastani, Sunan Abu Daud Juz I, (Beirut: Daar Fikr, 2003), h, 525 penjagaan anaknya, maka hak itu, tertakluk
kepada sub seksyen (3), hendaklah
berpindah kepada salah seorang daripada yang berikut mengikut susunan keutamaan yang berikut, iaitu: a.
Nenek sebelah ibu hingga ke atas; b.
Bapa; c. Nenek sebelah bapa hingga ke atas; d. Kakak
atau adik perempuan seibu sebapa; e. Kakak atau adik perempuan seibu; f.
Kakak atau adik perempuan sebapa; g. Anak
perempuan dari kakak atau adik perempuan seibu sebapa; h. Anak
perempuan dari kakak atau adik perempuan seibu; i. Anak
perempuan dari kakak atau adik perempuan sebapa; j. Emak
saudara sebelah ibu; k. Emak saudara sebelah bapa; l.
Saudara mara lelaki yang boleh menjadi warisnya sebagai ‘asabah.
Adapun
di dalam KHI pasal 156 ayat (a) mengatakan: a. Anak
yang belum mumay>yizberhak mendapatkan h}ad} a>nah dari ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia,
maka kedudukannya digantikan oleh: 1)
Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu; 2)
Ayah; 3) Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari
ayah; 4)
Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan; 5)
Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu; 6)
Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah.
Adapun
masa berakhirnya pengasuhan bagi ibu apabila si anak tidak memerlukan pelayanan perempuan, telah
mumay>yizdan dapat berdiri sendiri, serta
telah mampu mengurus sendiri kebutuhan pokoknya seperti makan sendiri, berpakaian dan mandi.
Universiti
Kebangsaan Malaysia, Koleksi Esei Undang-undang,(Bangi, Selangor: Fakulti Undang-undang Universiti Kebangsaan Malaysia,
1995), h, 97 Kompilasi Hukum Islam,
pasal 156 (a) Menurut Ordinan 43 Keluarga Islam Negeri
Sarawak Tahun 2001 di dalam seksyen 88
(1) tentang berakhirnya batas usia anak dalam hak h}ad}a>nah pasca
perceraian yang menyatakan: 1. Hak h}ad}i>nahbagi menjaga seseorang
kanak-kanak adalah tamat setelah kanak-kanak
itu mencapai umur tujuh tahun, jika kanak-kanak itu lelaki, dan umur sembilan tahun jika kanak-kanak itu
perempuan, tetapi Mahkamah boleh, atas
permohonan h}ad}i>nah, membenarkan dia menjaga kanak-kanak itu sehingga kanak-kanak itu
mencapai sembilan tahun, jika kanak-kanak
itu lelaki, dan umur sebelas tahun, jika kanak-kanak itu perempuan.
Berbeda dengan KHI, bahwa anak yang belum
mumay>yiz atau belum berumur 12 tahun
adalah hak bagi ibu untuk memeliharanya. Sebagaimana diatur dalam pasal 105 KHI huruf (a) yaitu: a.
Pemeliharaan anak yang belum mumay>yizatau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya.
Dari pemaparan beberapa hukum di atas,
terjadi perbedaan dalam masa mengasuh
anak antara Ordinan 43 dengan KHI, khususnya tentang permasalahan batasan usia dalam hak
h}ad}a>nahterhadap ibu. Dengan itu, penulis ingin meneliti dan menganalisis secaradetail
terhadap kedua Undang-undang yang
mengatur masalah pembatasan umur pengasuhan bagi ibu.
Maka
dari sederhananya deskripsi ini penulis tertarik untuk mengkaji serta meneliti masalah yang berjudul “Studi
Komparasi Tentang Batas Usia Ordinan 43
Keluarga Islam Negeri Sarawak Tahun 2001 pasal 88 (1) Kompilasi Hukum Islam, pasal 105 (a) Anak Dalam Hak H{ad}a>nahPasca Perceraian
Menurut Ordinan 43 Keluarga Islam Negeri
Sarawak Tahun 2001 dan Kompilasi Hukum Islam”.
B.
Indentifikasi Dan Batasan Masalah Dari
uraian yang ada pada latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat digambarkan masalah yang mungkin timbul
yaitu : 1. Definisih}ad} a>nah.
2.
Orang yang berhak mendapatkanh}ad}a>nah.
3.
Latar belakang Ordinan 43 KeluargaIslam Negeri Sarawak Tahun 2001.
4.
Latar belakang Kompilasi Hukum Islam.
5.
Batas usia anak dalam hak h}ad}a>nahpasca perceraian menurut Ordinan
43 Keluarga Islam Negeri Sarawak Tahun
2001 6.
Batas usia anak dalam hak h}ad}a>nahpasca perceraian menurut
Kompilasi Hukum Islam.
7.
Persamaan dan perbedaan batas usia anak dalam hak h}ad}a>nahpasca perceraian menurut Ordinan 43 Keluarga Islam
Negeri Sarawak Tahun 2001 dan Kompilasi
Hukum Islam.
Dari
identifikasi masalah tersebut di atas. Maka permasalahan yang akan penulis bahas, penulis batasi sebagai berikut
: 1.
Batas usia anak dalam hak h}ad}a>nahpasca perceraian menurut
Kompilasi Hukum Islam.
2. Batas usia anak dalam hakh}ad}a>nah pasca
perceraian menurut Ordinan 43 Keluarga
Islam Negeri Sarawak Tahun 2001.
3.
Persamaan dan perbedaan batas hakh}ad}a>nahpasca perceraian menurut Kompilasi Hukum Islam dan Ordinan 43 Keluarga
Islam Negeri Sarawak Tahun 2001.
C.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang
penulis kemukakan di atas, kiranya dapat
ditarik beberapa perumusan masalah, antara lain: 1.
Bagaimana batas usia anak dalam hak h}ad}a>nahpasca perceraian
menurut Kompilasi Hukum Islam? 2.
Bagaimana batas usia anak dalam hak h}ad}a>nahpasca perceraian
menurut Ordinan 43 Keluarga Islam Negeri
Sarawak Tahun 2001? 3. Bagaimana persamaan dan perbedaan batas usia
anak dalam hak h}ad}a> nah pasca perceraian menurut Kompilasi Hukum Islam
dan Ordinan 43 Keluarga Islam Negeri
Sarawak Tahun 2001? D. Kajian Pustaka Kajian
pustaka pada penelitiankali ini, pada dasarnya untuk mendapatkan gambaran topik yang akan diteliti
dengan penelitian sejenis yang pernah
dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya sehingga diharapkan tidak adanya pengulangan materi secara mutlak.
Seperti beberapa skripsi yang pernah peneliti
kaji sebelum pembuatan skripsi di
antaranya: 1. Dewi Masyitoh dengan judul skripsinya
“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Putusan
Pengadilan Agama GresikNo. 223/Pdt.G/2007/PA.Gs. Tentang Hak Asuh Anak”. Skripsi ini membahas tentang
alasan mengapa hakim PA Jombang
memberikan hak asuh anak usia 10 tahun kepada ayahnya dan analisis hukum Islam terhadap permasalahan
tersebut.
2.
Mifatahul Jannah dengan judulnya “Hak Asuh Anak Yang Belum Mumay>yizOleh Ayah Setelah Terjadinya
Perceraian Di PA Gersik Dan PA Kota
Malang”. Skripsi ini membahas alasan mengapa Pengadilan Agama Gresik dan Pengadilan Agama Kota Malang
memberikan hak asuh pada ayah dan
implikasi hukumnya serta tinjauan hukum Islam dan undangundang.
3. Anik
Wahyuni dengan judulnya “Hak H{ad}a>nahTerhadap Anak Yang Belum Muma}}{y>yizzAkibat Perceraian Di PA
Jombang”. Di dalam skripsi ini membahas
tentang anak yang ikut ayahnya disebabkan ayah dan ibunya terjadi perselisihan, salah sangka, tapi ibu
merelakan anak diasuh oleh ayahnya.
E. Tujuan Penelitian Sesuai
dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian perlu mengetahui satu persatu dari rumusan masalah
di atas antaranya sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui secara detail masalah batas
usia anak dalam hak h}ad}a>nah pasca perceraian menurut Kompilasi Hukum
Islam.
2.
Untuk mengetahui secara detail masalah batas usia anak dalam hak
h}ad}a>nah pasca perceraian menurut Ordinan 43 Keluarga Islam Negeri Sarawak
Tahun 2001.
3.
Untuk mengkaji persamaan dan perbedaan tentang batas usia anak dalam hak h}ad}a>nahpasca perceraian menurut
Kompilasi Hukum Islam dan Ordinan 43
Keluarga Islam Negeri Sarawak Tahun 2
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi