BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Hukum merupakan bagian dari pergaulan hidup
manusia, yang terwujud dalam prilaku
manusia maupun di
dalam perangkat kaedah-kaedah
yang sebenarnya juga
merupakan abtraksi dan
prilaku manusia.
Menurut
Soerjono Soekanto: Hukum tidak saja merupakan sarana pengendalian
social, dalam arti suatu sarana pemaksa
yang melindungi masyarakat
dari ancaman-ancaman maupun perbuatan-perbuatan yang membahayakan diri
serta harta bendanya, akan tetapi di
lain pihak hukum juga berfungsi sebagai sarana untuk memperlancar interaksi social (law as a facilitation of human
interaction).
Secara
umum, hukum dibagi
atas dua macam,
yaitu hukum publik (pidana) dan hukum privat (perdata). Perkawinan
merupakan bagian dari bentuk hukum privat
(perdata) telah diatur
dalam undang-undang tersendiri,
yaitu undang-undang Nomor
1 tahun 1974
dimana di dalamnya
telah diatur secara rinci mulai dari tahap awal proses perceraian
dan akibat hukumnya. Perkawinan sendiri
merupakan ikatan suci (misaqan galidan) yang mempunyai tujuan untuk membina keluarga kekal, sakinah, mawaddah dan
rahmah.
Namun dalam kenyataannya, sebuah ikatan perkawinan tidak selamanya harmonis
bahkan memungkinkan adanya
perselisihan dan pertikaian
yang Soerjono Soekanto,
Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Press, 2010), 49.
Soerjono Soekanto, Kedudukan dan Peran Hukum
Adat di Indonesia, (Jakarta: Kurnia Esa, 1970), 44.
Undang-undang Pokok Perkawinan, (Jakarta:
Sinar Grafika, Cet Keenam, 2006), 1.
Edited withthe trial version of Foxit
Advanced PDF Editor To remove this notice, visit: www.foxitsoftware.com/shopping
2 mengakibatkan perceraian. Untuk
menyelesaikan perkara perceraian ini, Negara telah
mengatur tentang tata
cara dan proses
perceraian agar masalah
tersebut dapat diselesaikan
secara tertib tanpa merugikan pihak lain, diantaranya dengan membentuk
lembaga Peradilan Agama
yang salah satu
fungsinya adalah menyelesaikan
masalah perkawinan, yang
termasuk di dalamnya
juga adalah masalah
perceraian. Hal ini
tercantum dalam Pasal
39 ayat (1)
UU Nomor 1 Tahun
1974 dan di dalam Pasal 115 KHI. “Perceraian hanya dapat dilakukan di depan
sidang Pengadilan Agama
setelah Pengadilan Agama
tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah
pihak”.
Namun
sebelum hakim memutuskan suatu perkara dengan jalan
litigasi, maka hakim
berhak mendamaiakan para
pihak terlebih dahulu,
dengan cara mediasi, hakim disini sebagai mediator atau
sebagai katalisator yang mendorong lahirnya
diskusi-diskusi dalam membicarakan akar persengketaan mereka.
Sebagaimana telah
diatur, Pasal 4
Perma Nomor 1
Tahun 2008 yang menyebutkan,
menentukan perkara yang dapat diupayakan mediasi adalah semua sengketa
perdata yang diajukan
ke pengadilan tingkat
pertama, yaitu perkara perdata yang dapat dilakukan mediasi adalah
perkara yang menjadi kewenangan lingkup
peradilan umum dan lingkup Peradilan Agama.
Himpunan Peraturan Perundang-undangan, Kompilasi Hukum Islam, (Surabaya:
Arkola, t.t), 216.
Perma Nomor. 1 Tahun 2008, Hal ini ditegaskan
dalam Pasal 2 Perma Nomor. 02 Tahun 2003,
yaitu. semua perkara perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib
terlebih dahulu diselesaikan melalui
perdamaian dengan bantuan mediator.
Edited withthe trial version of Foxit
Advanced PDF Editor To remove this notice, visit: www.foxitsoftware.com/shopping
3 Salah
satu langkah untuk
menekan terjadinya penumpukan
perkara dan mengatasi tunggakan perkara dari tahun ke
tahun di Mahkamah Agung dengan mengoptimalkan
pemberdayaan pengadilan tingkat
pertama dalam menerapkan lembaga
damai dengan memadukan
salah satu bentuk
atau sarana peyelesaian sengketa, yang bisa disebut dengan Alternative
Dispute Resolution(ADR) yaitu mediasi dengan
ditunjuknya hakim sebagai
mediator dalam proses
peradilan (litigasi), karena
perkara atau sengketa
yang diakhiri dengan
perdamaian pada tingkat
pertama sudah tertutup
kemungkinan untuk upaya
banding, kasasi dan peninjauan
kembali.
Ketua Mahkamah
Agung, Bagir Manan,
dalam pidatonya juga mengharapkan pengintegrasian mediasi
dalam proses beracara
di pengadilan.
Banyak keuntungan
menggunakan mediasi sebagai
salah satu altenatif menyelesaikan
sengketa di luar
proses peradilan. Keuntungan
itu antara lain: sengketa dapat
diselesesaikan dengan prinsip
“win-win solution” tidak berkepanjangan, biaya lebih ringan, hubungan
baik antara yang bersengketa tetap dapat dipertahankan. Dalam
mediasi atau alternative
penyelesaian sengketa di luar proses
peradilan pada umumnya,
penyelesaian lebih ditekankan
pada kemaslahatan bagi semua
pihak.
Upaya
perdamaian sebenarnya telah
diatur dalam Pasal
130 HIR/154 Rbg. Yang menyebutkan bahwa: Mahkamah Agung, Kumpulan Naskah Pidato Ketua
Mahkamah Agung RI, mimeo, 2004.
Edited withthe trial version of Foxit
Advanced PDF Editor To remove this notice, visit: www.foxitsoftware.com/shopping
4 Jika pada hari pesidangan yang telah
ditetapkan, kedua belah pihak yang berperkara hadir
dalam persidangan maka
ketua majelis hakim
berusaha mendamaikan pihak-pihak
yang berperkara tersebut,
jika dapat dicapai perdamaian,
maka pada hari itu
juga dibuatkan putusan
perdamaian dan kedua belah pihak
dihukum untuk mentaati
persetujuan yang telah
disepakati itu, terhadap putusan yang demikian itu tidak dapat
dimohon banding.
Perdamaian marupakan penyelesaian perkara
perdata yang dianggap lebih efektif.
Disamping itu, penyelesaian perkara melalui perdamaian prosesnya cepat dan biaya ringan, sehingga memberikan
keuntungan yang praktis serta ekonomis bagi para
pihak yang bersengketa.
Subekti, dalam bukunya
mengatakan “suatu kompromi
dalam penyelesaikan perkara
perdata adalah jalan yang
terbaik, dari pada menunggu putusannya untuk mengetahui
siapa yang kalah dan siapa yang menang”.
Namun meskipun ketentuan tentang upaya
perdamaian telah diatur, dalam kenyataan
dilapangan belum berjalan dengan maksimal. Selama bertahun-tahun pelaksanaan
upaya perdamaian hanya
berupa formalitas di
persidangan. Hakim tidak
sungguh-sungguh dalam mengupayakan
perdamaian dan para
pihak juga tidak memandang penting upaya perdamaian. Hal
tersebut terbukti dengan masih rendahnya tingkat
keberhasilan penyelesaian sengketa
dengan melalui upaya perdamain.
Untuk menyikapi
hal ini Mahkamah
Agung (MA) sudah
mengatur tentang upaya
perdamaian ini, diantaranya
SEMA (Surat Edaran
Mahkamah Agung) Nomor
1 Tahun 2002
tentang Pemberdayaan Pengadilan
Tingkat R. Soesilo, RIB/HIR
Dengan Penjelasan, (Bogor: Politeia, 1995), 88.
R. Subekti,Aneka Perjanjian Indonesia,
(Bandung: Itermasa, 1982), 35.
Edited withthe trial version of Foxit
Advanced PDF Editor To remove this notice, visit: www.foxitsoftware.com/shopping
5 Pertama Menerapkan Lembaga Damai, menginstruksikan semua majelis hakim yang
menyidangkan perkara, dengan
sungguh-sungguh mengusahakan perdamaian
dengan menerapkan ketentuan
Pasal 130 HIR/154
Rbg, namun karena
beberapa hal yang
pokok belum secara
eksplisit diatur dalam
Sema tersebut, maka
Mahkamah Agung mengeluarkan
Perma (Peraturan Mahkamah Agung)
Nomor 2 Tahun
2003 tentang Prosedur
Mediasi di pengadilan
tingkat pertama yang
didalamnya mengatur mengenai
tata cara pelaksanaan
mediasi, namun setelah dilakukan
evaluasi, ternyata ada beberapa masalah, sehingga tidak efektif
penerapannya di pengadilan.
Sehingga
Perma Nomor 2
Tahun 2003 direvisi dan disempurnakan dengan Perma Nomor
1 Tahun 2008, sebagai upaya mempertegas
dan mempercepat serta mempermudah penyelesaian sengketa yang harus dilakukannya mediasi terkait dengan
proses berperkara di pengadilan.
Pengadilan
Agama (PA) Bondowoso
merupakan pengadilan tingkat pertama
dan berada di
lingkungan Pegadilan Agama
yang berkedudukan di bawah MA,
sudah seharusnya menerapkan
mediasi dalam proses
penyelesaian Perma RI Nomor. I
tahun 2002 tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama Menerapkan Lembaga
Damai (eks Pasal.
130 HIR/154 Rbg):
dan kesimpulan hasil
diskusi komisi II
tgl 24-27 September 2002 di Surabaya, yang intinya
adalah: - Upaya
Perdamaian hendaklah dilaksanakan
dengan sungguh-sungguh dan
tidak sekedar formalitas.
-
Mediator harus netral,
tidak boleh terpengaruh
internal maupun eksternal,
tidak berperan seperti hakim
yang menilai salah/benar. Lihat
Nashruddin Salim, “Pemberdayaan Lembaga Damai
pada Pengadilan Agama”, di dalam Mimbar Hukum; No.63 tahun XV,
edisi MaretApril 2004,2.
Perma
RI Nomor 2
Tahun 2003 ditetapkan
tanggal 11 September
2003. Lihat juga
Perma Nomor 1 Tahun 2008 Tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan, menimbang; poin d.
Perma RI Nomor 1 Tahun 2008 ditetapkan tanggal
31 Juli 2008, yang intinya menyatakan jika tidak
menempuh prosedur mediasi
berdasarkan peraturan ini
merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR/Rbg, yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
Edited withthe trial version of Foxit
Advanced PDF Editor To remove this notice, visit: www.foxitsoftware.com/shopping
6 perkara yang diajukan ke Pengadilan
Agama Bondowoso, khusunya pada perkara perceraian,
baik perkara perceraian yang diajukan oleh pihak suami atau isteri.
Untuk itulah,
penulis berupaya mengukur
pelaksanaan mediasi pada perkara perceraian
di Pengadilan Agama
Bondowoso, sebagai salah
satu penyelesaian sengketa
(perceraian) dapat dikatakan
efektif atau adanya penigkatan
pencabutan perkara perceraian
dengan upaya damai
atau rukun, dengan
cara membandingkan prosentase
perkara perceraian yang
masuk pada Pengadilan
Agama Bondowoso 4
tahun sesudah berlakunya
Perma Nomor 1 tahun
2009 sampai tahun 2012. Dengan menitik beratkan pada perkara perceraian yang masuk pada Pengadilan Agama Bondowoso
yang berhasil di cabut dengan alasan
damai atau rukun.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah 1.
Identifikasi Masalah dalam
skripsi ini terdapat beberapa identifikasi masalah yaitu: a)
Pelaksanaan mediasi pada perkara perceraian b)
Sifat mediasi c) Efektivitas mediasi d)
Syarat- syarat putusan mediasi e) Faktor- faktor yang melatarbelakangi lahirnya
mediasi 2. Batasan Masalah Edited withthe trial version of Foxit Advanced
PDF Editor To remove this notice, visit: www.foxitsoftware.com/shopping 7 Batasan masalah merupakan proses agar
penelitian lebih terarah dan tidak menyimpang
dari sasaran pokok
penelitian, maka dari
itu penulis memfokuskan pada masalah yaitu: 1.
Pelaksanaan mediasi pada
perkara perceraian di
Pengadilan Agama Bondowoso 4 tahun sesudah berlakunya Perma
Nomor 1 Tahun 2008 2. Kendala
dalam pelaksanaan mediasi
pada perkara perceraian
di Pengadilan Agama
Bondowoso 4 tahun
sesudah berlakunya Perma Nomor
1 Tahun 2008 3. Efektivitas mediasi 4 tahun sesudah
berlakunya Perma Nomor 1 Tahun 2008
C. Rumusan Masalah Berdasarkan
latar belakang tersebut,
maka pokok masalah
yang akan dibahas adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana pelaksanaan mediasi
pada perkara perceraian
di Pengadilan Agama
Bondowoso 4 tahun
sesudah berlakunya Perma
Nomor 1 Tahun 2008?
2.
Apa saja kendala
dalam pelaksanaan mediasi
pada perkara perceraian
di Pengadilan Agama Bondowoso 4
tahun sesudah berlakunya Perma Nomor 1 Tahun
2008? 3.
Bagaimana efektivitas mediasi
pada perkara perceraian
di Pengadilan Agama
Bondowoso 4 tahun
sesudah berlakunya Perma
Nomor 1 Tahun 2008?
Edited withthe trial version of Foxit
Advanced PDF Editor To remove this notice, visit: www.foxitsoftware.com/shopping
8
D. Kajian Pustaka Masalah
mediasi sesungguhnya telah
banyak ditulis secara
teoritis di dalam
literatur dan skripsi.
Beberapa penelitian yang
telah dilakukan oleh
para peneliti, diantaranya
adalah: 1. Agustina
Kumala Dewi Sholichah,
dengan skripsinya yang
berjudul ”Efektivitas Mediasi
pada Perkara Perceraian
di Pengadilan Agama Lamongan sebelum
dan sesudah berlakunya
Perma Nomor 1
Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi” Dengan rumusan
masalah: bagaimana efektivitas mediasi
pada perkara perceraian di Pengadilan Agama Lamongan sebelum dan
sesudah berlakunya Perma
Nomor 1 Tahun
2008 Tentang Prosedur Mediasi?,
kesimpulan dari penelitian
ini adalah mediasi
pada perkara perceraian di Pengadilan Agama Lamongan tidak
Efektif.
2. Aini
Rahmawatik, dengan skripsinya yang berjudul “Peran Hakim Mediator dalam
Menyelesaikan Perkara No,
98/Pdt.G/2009/PA.Sby. Tentang Cerai Gugat
di Pengadilan Agama Surabaya (Prespektif Perma RI Nomor 1 Tahun 2008).”
Kesimpulan dalam penelitian
ini adalah mediasi
yang diterapkan dalam
perkara tersebut gagal/tidak
mencapai kesepakatan. Hal
tersebut disebabkan karena
pernikahan tersebut sudah
pecah jauh sebelum
perkara tersebut dibawa ke
Pengadilan Agama. Alasan perceraiannya adalah syiqaq Agustina Kumala Dewi Sholichah, Efektivitas
Mediasi pada Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Lamongan sebelum dan sesudah berlakunya
Perma Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi,Skripsi Fakultas Syariah IAIN Sunan
Ampel Surabaya, 2010 Edited withthe
trial version of Foxit Advanced PDF Editor To remove this notice, visit: www.foxitsoftware.com/shopping
9 (pertengkaran yang
terjadi terus menerus).
Sedangkan peran dari
hakim mediator dalam penelitian
ini, adalah merupakan pihak netral yang menjadi penengah dari kedua belah pihak, sehingga
gagalnya mediasi dalam kasus ini bukan karena
kesalahan mediator, namun
karena dari pribadi
para pihak sendiri yang tidak mencapai kesepakatan untuk
berdamai.
3. Ayu Mas’udah,
dengan skripsinya yang
berjudul “Evektifitas Peran Lembaga Mediasi
dalam Penyelesaian Perkara
di Pengadilan Agama Sidoarjo (Prespektif
Perma Nomor 2
Tahun 2003).” Dengan
rumusan masalah: bagaimana
efektivitas lembaga mediasi
di Pengadilan Agama Sidoarjo dan
kendala-kendala apa saja
yang dihadapi dalam
menerapkan mediasi?, Kesimpulan
dari penelitian ini
adalah lembaga mediasi
yang berada di Pengadilan Agama
Sidoarjo tidak efektif, sedangkan kendala yang dihadapi
adalah belum adanya
pelatihan yang diadakan
oleh Mahkamah Agung sehingga belum ada hakim yang mempunyai
sertifikat mediator.
Sedangkan
penelitian mengenahi efektivitas
mediasi pada perkara perceraian
4 tahun sesudah
berlakunya Perma Nomor
1 tahun 2008
dalam jangka waktu
4 tahun belum
pernah ada sebelumnya.
Sehingga menurut penulis,
penelitian ini diharapkan
mampu mengisi celah
yang belum diisi dalam
penelitian sebelumnya.
Aini
Rahmawatik, Peran Hakim
Mediator dalam Menyelesaikan
Perkara Nomor, 98/Pdt.G/2009/pa.Sby. Tentang
Cerai Gugat di
Pengadilan Agama Surabaya
(Perspektif Perma Nomor 1 Tahun 2008). Skripsi Fakultas Syariah
IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2010.
Ayu
Mas’udah, Efektivitas Peran Lembaga
Mediasi Dalam Penyelesaian
Perkara di Pengadilan Agama Sidoarjo (Perspektif Perma
Nomor 2 Tahun 2003), Skripsi Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2007 Edited withthe trial version of Foxit Advanced
PDF Editor To remove this notice, visit: www.foxitsoftware.com/shopping 10 E.
Tujuan Penelitian Adapun tujuan
penelitian ini adalah: 1. Untuk
mengetahui pelaksanaan mediasi
pada perkara perceraian
di Pengadilan Agama Bondowoso 4
tahun sesudah berlakunya Perma Nomor 1 Tahun
2008.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi