Jumat, 04 Juli 2014

Skripsi Syariah:ANALISIS PRAKTEK ADVOKASI PADA LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) SYARIAH IAIN SUNAN AMPEL SURABAYA DALAM MENANGANI PERKARA PERCERAIAN


BAB I PENDAHULUAN
 A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, perkawinan itu dilakukan untuk waktu selamanya sampai matinya  salah  seorang  suami  istri.  Inilah  sebenarnya  yang  dikehendaki  agama Islam.
  Akan tetapi, dalam mengarungi kehidupan berumah tangga tidak selalu harmonis  seperti  yang  diangankan  pada  kehidupan  kenyataan.  Perselisihan  dan pertentangan  merupakan  kondisi  buruk  yang  mesti  dihindari  dalam  rangka memelihara  ikatan  perkawinan  antara  yang  satu  dengan  yang  lainnya. Banyak pasangan suami istri yang gagal menghadapi perselisihan yang muncul.
  Memelihara  kelestarian  dan  keseimbangan  hidup  bersama  suami  istri bukanlah perkara yang mudah dilaksanakan. Kadangkala salah satu pihak tidak mampu  menanggulangi  kesulitan-kesulitan  tersebut  sehingga  perkawinan  yang didambakan  tidak tercapai  dan  berakhir  dengan  perceraian. Hal  itu  bisa  terjadi antara  lain  jika  masing-masing  dari  suami  istri  sama-sama  memiliki  ego  yang tinggi dan mau menang sendiri.

     Pada prinsipnya perkawinan itu bertujuan untuk selama hidup dan untuk mencapai  kebahagiaan  yang  kekal  (abadi)  bagi  suami  istri  yang  bersangkutan sehingga Rasulullah melarang keras terjadinya perceraian antara suami istri, baik itu  dilakukan  atas  inisiatif  pihak  laki-laki  (suami)  maupun  pihak  perempuan (istri). Akan  tetapi  agama menggariskan  bahwa perceraian  dalam  ajaran  Islam merupakan  jalan  keluar  yang  terakhir  untuk  mengatasi  situasi  kritis  sedangkan ikhtiar untuk berdamai tidak dapat diupayakan lagi dan perceraian itu merupakan jalan satu-satunya yang menjadi pemisah antara mereka.
 Dalam Undang-Undang Perkawinan No 1 tahun 1974 pasal 39 dijelaskan bahwasannya tata cara perceraian itu dirumuskan dalam 3 ayat, yaitu:  1. Perceraian  hanya  dapat  dilakukan  di depan  sidang  pengadilan  setelah pengadilan  yang  bersangkutan  berusaha  dan  tidak  berhasil  mendamaikan kedua belah pihak.
 2. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.
 3. Tata  cara  perceraian  di  depan  sidang  pengadilan diatur  dalam  peraturan perundangan tersendiri.
 Sedangkan  pasal  114  KHI  menyatakan  putusnya  perkawinan  yang disebabkan  karena  perceraian  dapat  terjadi  karena  talak  atau  berdasarkan gugatan  cerai.
  Sesuai  dengan  pasal-pasal  di  atas  yaitu  perceraian  hanya  dapat dilakukan  di  depan  sidang  Pengadilan  Agama,  setelah  Pengadilan  Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
  Akan  tetapi,  seperti  yang peneliti  ketahui,  beracara  di  Pengadilan membutuhkan keahlian khusus baik dalam bidang hukum Islam maupun hukum beracara  di  Pengadilan  Agama,  dengan  demikian  keberadaan  orang  yang berperkara di Pengadilan Agama akan dapat mengkuti dengan baik setiap proses beracara dengan adanya bantuan dari pihak yang berkompeten di bidang hukum.
 Keberadaan  bantuan  hukum  sudah  menjadi  kebutuhan  pokok  bagi  para pihak yang berperkara di pengadilan atau bisa dikatakan bahwa bantuan hukum merupakan  sarana  untuk  menjembatani  kepentingan  masyarakat  di bidang hukum khususnya bidang sistem peradilan.
 Sebagaimana yang peneliti  ketahui advokat  sebagai  pemberi  bantuan hukum atau jasa hukum kepada masyarakat atau klien yang menghadapi masalah hukum  yang  keberadaannya  sangat  dibutuhkan.  Pada  saat  ini,  keberadaan advokat  semakin  penting  seiring  dengan  meningkatnya  kesadaran  hukum masyarakat serta kompleksitasnya masalah hukum. Advokat merupakan profesi yang memberi jasa hukum, saat menjalankan tugas dan fungsinya dapat berperan sebagai  pendamping,  pemberi  advise  hukum,  atau menjadi  kuasa  hukum  untuk dan atas nama kliennya. Dalam memberikan jasa hukumya, ia dapat melakukan secara prodeo ataupun  mendapatkan honorarium dari  klien  atas  jasa  yang dilakukannya.
 Islam  sendiri  sangat  menganjurkan  adanya  pemberian  jasa  hukum terhadap para  pihak  yang  sedang  berselisih tanpa  diskriminatif.  Supaya  para  pihak yang berselisih dapat menyelesaikan perkaranya secara is}lah. Jasa hukum tersebut dapat diperoleh melalui perorangan yang dianggap mengetahui  hukum dan masalah yang dihadapinya, seperti hakkam, muft}iy, mus}alih-alaih, ‘ulama’, atau  keluarga  para  pihak  yang  berselisih.
  Hal  ini  dikarenakan  dasar legalitas perlu adanya profesi advokat dalam perspektif Islam sendiri bersumber dari AlQur’an, As-Sunnah, dan Ijma’ ‘Ulama’.
 Secara historis, advokat termasuk salah satu profesi yang tertua. Dalam perjalanannya, profesi itu bahkan dinamai sebagai jabatan yang mulia (officium nobile).  Penamaan  itu  terjadi  karena  aspek  “kepercayaan”  dari  pemberi  kuasa (klien) yang dijalankan untuk mempertahankan dan memperjuangkan hak-haknya di  forum  yang  telah  ditentukan.  Sebab  memberi  kepercayaan  adalah  tidak mudah.
  Kredebilitas advokat akan dipertaruhkan sampai seberapa jauh advokat dapat menjamin dan memegang teguh rahasia kliennya.
  Bantuan  hukum  akan  sangat  bermanfaat  apabila  diberikan  oleh  oleh orang  yang  memahami  hukum  dan  menjunjung  tinggi  rasa  keadilan.
  Maka, bagaimanapun juga kita harus bisa memilih pemberi bantuan hukum yang dapat  A.  Rahmat  Rosyadi  dan  Sri  Hartini, Advokat  dalam  Perspektif  Islam  dan  Hukum  Positif, (Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia, 2003), hal.
  Luhut  M.P.  Pangaribuan, Advokat  dan  Contempt of Court  Satu  Proses  di  Dewan Kehormatan Profesi, (Jakarta: Djambatan, 1996), hal. 1.
  Nasroen Yasabari, Puspa Ragam Hukum dan Masyarakat, (Bandung: Penerbit Alumni, 1980), hal. 48-49.
  YLBHI, Pedoman  Bantuan  Hukum  di  Indonesia  Pedoman  Anda  Memahami  dan Menyelesaikan Masalah Hukum, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, Cet. II, 2007), hal. 48.
  dipercaya,  jujur,  yang  telah  dikenal  dengan  baik  perjalanan  hidupnya  atau perjuangannya dalam bidang hukum.
 Advokat  merupakan  profesi  yang mulia,  karena  ia  dapat  menjadi mediator  bagi  para  pihak  yang  bersengketa  tentang  suatu  perkara,  baik  yang berkaitan  dengan  perkara  pidana,  perdata  (termasuk  perdata  khusus  yang berkaitan  dengan  perkara  dalam  agama  Islam),  maupun  Tata  Usaha  Negara.  Ia juga dapat  menjadi  fasilitator  dalam  mencari  kebenaran  dan  keadilan  untuk membela  hak  asasi  manusia  dan  memberikan  pembelaan  hukum  yang  bersifat bebas dan mandiri.
  Kemudian,  terkait  dengan  Sarjana  Syari’ah  yang  notabene  sebagai Sarjana  Hukum  Islam,  masih  ada  saja  yang  meragukan  eksistensinya  sebagai advokat  profesional.  Ini  didasarkan  atas  masih  minimnya  pengetahuan  teknis hukum,  sehingga  sangat  riskan  untuk  beracara  dalam  proses  peradilan.  Akan tetapi  masuknya  Sarjana  Syari’ah  ke  dalam  UU  Advokat  merupakan kemenangan  politisi  Islam.  Hal  ini  sekaligus  sebagai  tantangan  bagi  Sarjana Syari’ah  untuk  membuktikan  kompetensinya  dalam  bidang  hukum  nasional maupun hukum Islam yang menjadi kompetensinya.
   A. Rahmat Rosyadi dan Sri Hartini, Advokat dalam Perspektif Islam........................., hal. 17.
  Muhammad  Julijanto,  “Advokat  Syari’ah  Peluang  dan  Tantangan”,  dalam  http://www.
 mjulijanto.wordpress.com/2010/09/ (9 Agustus 2010).
  Hal  ini  juga  yang  menjadi  salah  satu  latar  belakang  Fakultas  Syari’ah IAIN Sunan Ampel Surabaya mendirikan sebuah Lembaga Bantuan Hukum yang beranggotakan para Advokat Syari’ah.
 Lembaga  Bantuan  Hukum  Fakultas  Syari'ah  adalah  salah  satu  lembaga yang memberi jasa hukum bagi masyarakat Jawa Timur, khususnya yang ada di kota Surabaya. Kehadirannya dimotivasi oleh keinginan dari Civitas Akademika Fakultas Syari'ah IAIN Sunan Ampel untuk memberikan sumbangsihnya kepada dunia  hukum,  khususnya  dalam  mewujudkan  penegakan  hukum  dan  keadilan.
 Keberpihakan  kepada  penegakan  hukum,  kebenaran  dan  keadilan serta  upaya memberikan  advokasi,  konsultasi  dan  bantuan  hukum  bagi  masyarakat  yang membutuhkan menjadi komitmen utama dari hadirnya Lembaga Bantuan Hukum ini.
 Dalam  operasionalnya,  lembaga  ini  memberikan  jasa  hukum  berupa advokasi  hukum,  konsultasi  hukum, bantuan  hukum,  menjalankan  kuasa, mewakili, mendampingi, membela dan melakukan tindakan hukum baik kepada lembaga,  Civitas  Akademika  (Dosen,  Pegawai,  Mahasiswa)  Fakultas  Syari'ah dan IAIN Sunan Ampel Surabaya, para alumni, masyarakat sekitar kampus dan masyarakat  luas,  di  bidang  Perdata,  Pidana,  Tata  Usaha  Negara,  Niaga, Ketenagakerjaan,  Hak  Asasi  Manusia  (HAM),  Perkawinan,  Perceraian,  Harta Bersama, Waris, Hibah, Wakaf, Ekonomi Islam, dll.
  Lembaga  ini berdiri  pada  tanggal  2  November  2007,  lewat  SK  Dekan Fakultas  Syari'ah  Nomor  :  IN.03.1/I/SK/HK.00.5/2686/2007,  sebagai  realisasi dari  Tri  Dharma  Perguruan  Tinggi  dan  menjadi  salah  satu  dari  bentuk pengabdian masyarakat Civitas Akademika Fakultas Syariah. Lembaga Bantuan Hukum  ini juga diharapkan  mampu  memberikan  kiprah  terbaiknya  dalam pembangunan di bidang hukum di Indonesia dan Jawa Timur pada khususnya.
  Memang pada dasarnya, tugas advokat (penasehat hukum) adalah untuk memberikan pendapat hukum serta nasehat hukum (legal advice) dalam rangka menjauhkan  klien  dari konflik.
  Tetapi  di  lingkungan  peradilan penasehat hukum justru tidak sedikit yang membela kepentingan klien secara ambisius.
 Dari permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Praktek Advokasi pada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Syari’ah IAIN Sunan Ampel Surabaya dalam Menangani Perkara Perceraian”.
 B. Identifikasi dan Batasan Masalah Dari paparan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi masalahmasalah yang dapat diteliti sebagai berikut: 1. Status profesi  advokat para  anggota Lembaga  Bantuan  Hukum  Syari’ah IAIN Sunan Ampel Surabaya.
  “Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Ampel Surabaya” dalam http://www.sunanampel.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=381%3Albh&catid= 60%3Apusat-pembelajaran&Itemid=35 (9 April 2010).
  2. Peran advokat pada Lembaga Bantuan Hukum Syari’ah IAIN Sunan Ampel Surabaya dalam penegakan hukum dan keadilan di Indonesia.
 3. Peran advokat pada Lembaga Bantuan Hukum Syari’ah IAIN Sunan Ampel Surabaya sebagai  realisasi  dari  Tri  Dharma  Perguruan  Tinggi  dan  menjadi salah  satu  dari  bentuk  pengabdian  masyarakat  Civitas  Akademika  Fakultas Syariah.
 4. Deskripsi praktek advokasi pada  Lembaga  Bantuan  Hukum  Syari’ah  IAIN Sunan Ampel Surabaya dalam menangani perkara perceraian.
 Karena masalah  di  atas  masih  bersifat  luas,  maka  perlu  adanya pembatasan  masalah  agar  tujuan  studi  lebih  fokus  dan  sistematis.  Adapun pembatasannya adalah:  Deskripsi praktek advokasi pada  Lembaga  Bantuan  Hukum  Syari’ah  IAIN Sunan Ampel Surabaya dalam menangani perkara perceraian.
 C. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, penulis merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana praktek advokasi pada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Syari’ah IAIN Sunan Ampel Surabaya dalam menangani perkara perceraian ? 2. Bagaimana analisis praktek advokasi pada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Syari’ah IAIN Sunan Ampel Surabaya dalam menangani perkara perceraian ? 
D. Kajian Pustaka Tidak dapat  dipungkiri  bahwa  penelitian  ini  bukan  merupakan  satusatunya  penelitian  yang  mengkaji  masalah-masalah  advokasi dan  masalah Lembaga Bantuan Hukum, meskipun bebeda fokus permasalahannya. Untuk itu sebagai  pembanding  dan  pendukung  penelitian  yang  dilakukan  ini,  penulis kemukakan beberapa penelitian dan tulisan para sarjana yang ditemukan selama penulis mengadakan studi kepustakaan, yaitu: 1. Skripsi  yang  diangkat  oleh  Kusaeri  tahun  2004  yang  berjudul “Respon Lembaga Bantuan Hukum Surabaya terhadap Undang-Undang No. 18 Tahun 2003  tentang  Advokat”.  Skripsi  ini  menyimpulkan  bahwa  respon  Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya terhadap UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat  mengandung  beberapa  masalah,  sehingga  perlu  diajukan judicial review. Selain itu, mengenai eksistensi Advokat Syari’ah dalam UU No.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi