Jumat, 04 Juli 2014

Skripsi Syariah:ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENOLAKAN GUGATAN WARIS DALAM PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA JOMBANG NO. 1056 PDT G 2010PA JBG


BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah Islam adalah agama rah}matan li al-‘a>lami>n, diantara prinsip-prinsip dasar  dan umum dalam syari’at Islam adalah mudah dan memudahkan (al-yusr  wa altaisi>r),  toleransi  dan  keseimbangan  (al-tasa>muh  wa  al-i’tidal)  dan  menghindari  kesulitan  dalam  memahami  ketentuan  hukum  syariah.  Islam  adalah  sebagai  agama  dan  juga  sebagai  hukum.  Jika  kita  berbicara  tentang  hukum  secara  sederhana terlintas dalam  pikiran kita  seperangkat norma yang mengatur tingkah  laku dalam masyarakat. Dalam sistem hukum Islam terdapat istilah al-ah}ka>m alkhamsah  yakni  penggolongan  hukum  yang  lima  yaitu  mubah},  sunah,  makruh,  wajib, h}aram.
  Segala  aturan  atau  hukum  tersebut  berfungsi  untuk  mengintegrasikan kepentingan  manusia  sehingga  tercipta  suatu  keadaan  yang  tertib.  Tujuan  dari hukum-hukum tersebut adalah al-maqa>sid al-syari> ’ah yaitu: 1. memelihara agama, 2.  memelihara jiwa, 3.  memelihara akal, 4.  memelihara keturunan,  5.  memelihara  harta.

   Zainuddin Ali, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia,  (Jakarta: Sinar  Grafika, 2006),  Ibid., h 12.
  Islam  sebagai  agama  tidak  hanya  mengatur  aspek-aspek  ‘ubudiyah  semata,  tetapi  juga  mengatur  aspek-aspek  mu’a> malah  (sosial  kemasyarakatan).
 Salah  satu  aspek  mu’a>malah  yang  terpenting  adalah  pengaturan  tentang  harta  warisan  yaitu  harta  yang  ditinggalkan  oleh  seseorang  yang  telah  meninggal  memerlukan  pengaturan  tentang  siapa  yang  berhak  menerimanya,  berapa  jumlahnya dan bagaimana cara mendapatkannya.
  Nabi Muhammad SAW bersabda bahwa: ‚Ilmu itu ada tiga macam (ilmu  yang  utama),  dan  selain  dari  yang  tiga  itu  adalah  tambahan,  adapun  ilmu  yang  tiga  itu  adalah:  1.  Ayat  Al-Qur’an,  2.  Sunnah  yang  datang  dari  Nabi,  dan  3.
 Faridhah (ilmu faraidh/hukum kewarisan) yang adil.
  Al-Quran  sebagai  kitab  pedoman  telah  menggariskan  secara  rinci  seperangkat ayat-ayat hukum kewarisan, yang didalamnya telah ditentukan porsi  atau bagian secara pasti bagi masing-masing ahli waris sebagai zaw  al-furud yang  dinyatakan  dengan  angka-angka  pecahan  yaitu  1/8  (satu  per  delapan),  1/6  (satu  per enam), ¼ (satu per empat), 1/3 (satu per tiga), ½ (satu per dua), dan 2/3 (dua  per  tiga).  Selain  itu  ada  juga  bagian  yang  tidak  pasti  atau  disebut  dengan  ‘Ashabah.
   Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta : Prenada Media, 2004), h 3.
  Suhrawardi K.Lubis, Hukum Waris Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 1995), h 6.
  Al-imam  al-hafiz  Jalaluddin  ‘Abdurrahman  bin  Abi  Bakr  al-Suyuti,  Syarah  Muslim  bin  Hajjaj, Jilid III, (Lebanon: Dar al-Kitab al-‘ilmiyah,2006 ), h 377.
  Hal  tersebut  secara  rinci  dijelaskan  dalam  QS.  Al-Nisa’  :  11-12  berikut  ini: Artinya:  Allah  mensyari’atkan  bagimu  tentang  (pembagian  pusaka  untuk)  anakanakmu.  Yaitu  bagian  seorang  anak  lelaki  sama  dengan  bagian  dua  orang  anak  perempuan;  dan  jika  anak  itu  semuanya  perempuan  lebih  dari  dua,  maka  bagi  mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang  saja, maka ia memperoleh separuh harta. Dan unuk dua orang ibu, bapak, masingmasingnya  seperenam  dari  harta  yang  ditinggalkan,  jika  yang  meninggal  itu  mempunyai anak; jika yang meninggal iu tidak mempunyai anak dan ia diwarisi  oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat  sepertiga; jika yang meninggal  itu  mempunyai  beberapa  saudara,  maka  ibunya  mendapat  seperenam.
 (pembagian-pembagian  tersebut  diatas)  sesudah  dipenuhi  wasiat  yang  ia  buat  atau  (dan)  sesudah  dibayar  hutangnya.  (tentang)  anak-anakmu,  kamu  tidak  mengetahui siapa diantara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu.
 Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha  Bijaksana.
  Surat Al-Nisa’ ayat 7: Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV. Penerbit Diponegoro,  2005), h 63.
  Artinya: ‚Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibubapa  dan  kerabatnya,  dan  bagi  orang  wanita  ada  hak  bagian  (pula)  dari  harta  peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian  yang telah ditetapkan.
  Berdasarkan uraian diatas, sangat jelas, bahwa hukum  kewarisan  adalah  hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta (tirkah) pewaris,  menentukan  siapa-siapa  yang  berhak  menjadi  ahli  waris  dan  berapa  bagiannya  masing-masing.
  Pembagian  harta  peninggalan  atau  harta  warisan  setelah  meninggalnya  pewaris  merupakan  bentuk  kewajiban  karena  berdasarkan  nash  yang qat’i (jelas, tegas serta tidak memerlukan penjelasan lain).
  Meskipun  al-Quran  dan  Hadis  telah  memerintahkan  untuk  membagi  harta waris, namun pada prakteknya sering timbul persoalan-persoalan kewarisan  yang  tidak  hanya  dapat  diselesaikan  berdasarkan  waris  Islam,  sehingga  timbul  cara-cara lain dalam menyelesaikan persoalan tersebut.
 Karena setiap orang memiliki kepribadian, tradisi, kemampuan, profesi,  kepentingan  dan patokan tingkah laku yang beraneka ragam, maka hal itu dapat  juga  menjadi  sumber  perselisihan,  pertentangan  dan  persengketaan  di  antara  mereka. Oleh karena itu,  dibutuhkan lembaga peradilan sebagai tempat  mencari keadilan.  Dalam  literatur  fiqih  Islam,  untuk  berjalannya  peradilan  dengan  baik   Ibid., h 78.
  Kompilasi Hukum Islam, Pasal 171, (Jakarta: Media Center, 2006)  Fatchur Rahman, Ilmu Waris, (Bandung: PT Al-Ma’arif, 1981), h 34.
  dan  normal,  diperlukan  adanya  enam  unsur  yakni:  Qa>dhi  (Hakim),  H}ukum, Mah}ku>m  Bihi  (Penggugat),  Mah}ku<m  alaih  (Tergugat),  Mah}ku< m  lahu  (permohonan suatu hak), dan Putusan.
 Hukum  yang  digunakan  dalam  lingkup  Pengadilan  Agama  ada  dua  macam  yakni hukum materiil meliputi Al-quran, hadits, kitab-kitab fiqih, UU no.
 1  tahun  1974  tentang  perkawinan,  PP  no.  9  tahun  1975  tentang  pelaksanaan  undang-undang  no.1  tahun  1974  tentang  perkawinan,  Instruksi  Presiden  no.  1  tahun  1991  tentang  Kompilasi  Hukum  Islam,  dan  yurisprudensi.  Sedangkan  hukum  formalnya  meliputi  HIR  (Herzeine  Inlandsch  Reglement),  RBg (Reglement  Buiten  Govesten),  UU  no.  5  tahun  2004  tentang  perubahan  atas  undang-undang  nomor 14 tahun 1985 tentang mahkamah agung, UU no. 7 tahun  1989  tentang  peradilan  agama,  UU  no.  3  tahun  2006  tentang  perubahan  atas  undang-undang no.  7 tahun 1989 tentang peradilan agama,  dan UU  no.  20 Tahun  1947 tentang UU perulangan.
  Yurisprudensi merupakan salah satu hukum materiil Pengadilan Agama  yang berhubungan langsung dengan penelitian peneliti.  Yurisprudensi merupakan  keputusan  hakim  yang  selalu  dijadikan  pedoman  hakim  yang  lain  dalam  memutuskan kasus-kasus yang sama.
 Keluarnya  Undang-Undang  Nomor  3  Tahun  2006  tentang  Perubahan Atas  Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang  Peradilan Agama  membawa  Erfaniah Zuhriah, Peradilan Agama Indonesia, (Malang: UIN-Malang Press, 2009), h 193.
  perubahan  mendasar  terhadap  Peradilan Agama yaitu  bertambahnya  kewenangan dan  kompetensi  absolut  Peradilan Agama yang semula  hanya  menangani  perkara  di  bidang  perkawinan,  kewarisan,  wasiat  dan  hibah  yang  dilakukan  berdasarkan Hukum Islam dan wakaf dan shadaqah ditambah dengan zakat, infaq dan ekonomi syariah.
  Hal ini bisa dilihat dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006  tentang  Perubahan  Atas  Undang-Undang  Nomor 7 Tahun 1989 tentang  Peradilan  Agama yang menyatakan bahwa:  ‚Pengadilan  Agama  bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan  menyelesaikan  perkara  ditingkat  pertama  antara  orang-orang  yang  beragama  Islam di bidang:  perkawinan,  waris,  wasiat,  hibah,  wakaf,  zakat,  infaq,  shadaqah;  dan  ekonomi  syariah.  Kemudian  dijelaskan  bahwa  yang  dimaksud  dengan  "ekonomi  syariah"  adalah  perbuatan  atau  kegiatan  usaha  yang  dilaksanakan  menurut  prinsip  syariah,  antara  lain  meliputi:  bank  syariah,  lembaga  keuangan  mikro  syariah,  asuransi  syariah,  asuransi  syariah,  reksadana  syariah,  obligasi  syariah  dan  surat  berharga  berjangka  menengah  syariah,  sekuritas  syariah,  pembiayaan syariah, pegadaian syariah, dana pensiun lembaga keuangan syariah, dan bisnis syariah.
  Jaenal Aripin, Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia, (Jakarta:  Kencana, 2008), h 229-230.
  Pasal  49  Undang-Undang  Nomor  3  Tahun  2006  tentang  Perubahan  atas  Undang-Undang  Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama   Berdasarkan  keterangan  Undang-Undang  di  atas  maka  Pengadilan  Agama Jombang  memiliki kewenangan untuk mengadili  perkara waris.  Dari data  di  Pengadilan  Agama  Jombang,  di  temukan  perkara  waris  dengan  nomor:  1056/Pdt.G/2010/PA.Jbg.  Bahwa  penggugat dengan surat  gugatannya  tertanggal  31 Mei 2010  telah mengajukan gugatan tentang  pembagian harta waris, gugatan  telah  terdaftar  di  kepanitraan  Pengadilan  Agama  Jombang  tanggal  1  Juni  2 dengan nomor : 1056/Pdt.G/2010/PA.Jbg dengan dalil-dalil sebagai berikut:  Dahulu  di  Dusun  Kedungpapar,  Desa  Kedungpapar,  kecamatan  Sumobito,  Kabupaten  Jombang,  pernah  hidup  seorang  bernama  RAOKAN,  di  mana pada tahun 1965 telah meninggal dunia.  Selama hidupnya pernah menikah  dengan  seorang  perempuan  yang  bernama  Ratih  (Al-marhumah)  dan  tidak  mempunyai anak.
 Selain  mempunyai  istri,  almarhum  Raokan  juga  mempunyai  3  (tiga)  orang  saudara  kandung  yang  masing-masing  bernama:  a)  Soeberi  (Al-marhum),  yang telah meninggal dunia pada tanggal 13 April 1999, semasa hidupnya  pernah  menikah dengan Kamilah (Al-marhumah), dan tidak mempunyai anak.  b)  Sihab  (Al-marhum)  yang  telah  meninggal  dunia  pada  tahun  1957,  semasa  hidupnya  pernah menikah dengan Kasminah (Al-marhumah), dan mempunyai anak bernama  Kayah  (Penggugat  IV)  dan  Munipah  (Penggugat  III).  c)  Maisaroh  (Almarhumah),  yang  telah  meninggal  dunia  pada  tanggal  20  April  2002,  semasa   Berkas Putusan Pengadilan Agama Jombang no. 1056/Pdt.G/2010/PA.Jbg   hidupnya  pernah  menikah  dengan  Rateman  (Al-marhum)  dan  mempunyai  anak  bernama Yahdi (Penggugat I) dan Yasir (Penggugat II).
 Selain  meninggalkan  Para  Ahli  Waris  sebagaimana  tersebut  di  atas,  almarhum  Raokan  juga  meninggalkan  harta  peninggalan  yang  sekarang  telah  dikuasai  oleh  Noenanik  (Tergugat)  dan  sebagian  telah  dijual  oleh  Noenanik  kepada H. Dhuha (Turut Tergugat).
 Di  tengah-tengah  proses  persidangan  ternyata  Munipah  (penggugat  III)  dan  Kayah  (penggugat  IV)  melakukan  pencabutan  kuasanya  dan  pencabutan  gugatan  sebagaimana  dalam  suratnya  bertanggal  11  Februari  2011  yang  telah  dilegalisasikan pada Notaris dan telah disetujui oleh Tergugat.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi