Jumat, 04 Juli 2014

Skripsi Syariah:STUDI ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PA SURABAYA NOMOR 3862 PDT G PA SBY TENTANG PEMBATALAN IKRAR WAKAF


BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah Perwakafan  tanah  milik  merupakan  perbuatan  suci,  mulia  dan  terpuji  yang  dilakukan  oleh  seorang  (umat  Islam)  atau  badan  hukum,  dengan  memisahkan  sebagian dari harta kekayaan yang ia cintai berupa tanah hak milik  dan  melembagakannya  untuk  selama-lamanya,  menjadi  tanah  “wakaf-sosial”,  yaitu  wakaf  yang  diperuntukkan  bagi  kepentingan  peribadatan  atau  keperluan  umum  lainnya,  sesuai  dengan ajaran  hukum Islam.
  Sebagaimana firman  Allah  SWT, dalam surat ali-Imra>n ayat 92  Artinya:  "Kamu  sekali-kali  tidak  sampai  kepada  kebajikan  (yang  sempurna),  sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa  saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya ".
 (Q.S ali-Imra>n : 92)  Firman Allah dalam surat al-Baqara>h ayat 267 yang bunyinya: Menurut UU No. 41/04 tentang Wakaf, bahwa wakaf juga diperbolehkan untuk jangka waktu  tertentu.
  Budi  Harsono,  Hukum  Agraria  Indonesia  Sejarah  Pembentukan  Pokok  Agraria,  Isi  dan  Pelaksanaannya, Jakarta: Djambatan, 2008, cet. XII, hal. 348.

  Departemen Agama RI, Al-Qur’a<n dan Terjemahannya. (Surabaya: Mekar, 2004), 77.    Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian  dari hasil usahamu yang baik-baik....."  (Q.S al-Baqara>h : 267)  Redaksi  al-Qur’a<n  surat  ali-Imra>n  ayat  92  dan  al-Baqara>h  ayat  267  tersebut, secara makna tekstual tidak menjelaskan wakaf sama sekali, namun para  ulama>’ menjadikan  redaksi  ini  sebagai  referensi  wakaf  tidak  melihat  pada  z}ahir  ayat,  namun meninjau pada makna yang terkandung di dalamnya yang secara implisit  menerangkan  wakaf  ditinjau  dari  keumuman  sedekah,  hal  ini  sesuai  dengan  definisi wakaf yaitu mengeluarkan harta wakaf untuk mendapatkan kebaikan.
  Dalam  konteks  inilah  maka  para  fuqaha>’  mengemukakan  h}adi>s  Nabi  Muhammad  Saw  yang  berbicara  tentang  keutamaan  sedekah  ja>riyah  sebagai  salah satu sandaran wakaf.  Diriwayatkan dari Abi> Hurai>rah: Artinya:  "Dari  Abi>  Hurai>rah  bahwasanya  Rasulullah  Saw.  bersabda:  Apabila  seorang meninggal dunia maka putuslah amalnya kecuali tiga perkara:  shadaqah  jariyah  atau  ilmu  yang  bermanfaat  atau  anak  shaleh  yang  mendoakan kedua orang tuanya". (HR. Muslim)  Para ahli hadits dan kebanyakan ahli fiqh mengidentikkan s{adaqah ja>riyah dalam  hadits ini adalah wakaf, yang pahalanya mengalir terus menerus kepada si wakif,  selama  harta  yang  diwakafkan  tersebut  dimanfaatkan  guna  urusan  ibadah atau   Ibid., 49.
  Abdul Manna, Fiqih Lintas Madzhab, (Kediri: PP al-Falah, 2009), 57.
  Ibn Hajr al-Asqola@ni@, Bulu@ghul Mara@m, (Surabaya: Da@r al-Ilmu, 2007), 19.
  kemaslahatan  umum.
  Untuk  mewujudkan  tujuan  wakaf  tersebut,  maka  pelaksanaannya  harus  sesuai  dengan  peraturan-peraturan  yang  berlaku,  baik  menurut  hukum  Islam  maupun  hukum  yang  telah  ditetapkan  oleh  Negara  (hukum positif).
 Sedangkan di Indonesia sumber-sumber pengaturan wakaf, antara lain:  Peraturan  Pemerintah  No.  28  Tahun  1977  tentang  Perwakafan  Tanah  Milik,  Permendagri  No.  6  Tahun  1977  tentang  tata  cara  pendaftaran  tanah  mengenai  Perwakafan  Tanah  Milik,  Permenag  No.  1  Tahun  1978  tentang  Peraturan  Pelaksana PP No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, dan berbagai  surat  keputusan  Menag  dan  Dirjen  Binbaga  Islam  Departemen  Agama,  serta  Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (KHI). Yang lebih penting diatas semua itu  adalah  Undang-undang  No.  41  tahun  2004  dan  Peraturan  Pemerintah  No.  42  Tahun  2006  tentang  Perwakafan.  Dalam  pasal  70  ditegaskan  bahwa  “semua  peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perwakafan masih tetap  berlaku  sepanjang  tidak  bertentangan  dan/atau  belum  diganti  dengan  peraturan  yang baru berdasarkan Undang-undang ini”.\  Sebelum adanya UU No. 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar Pokok  Agraria dan peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah  Milik,  masyarakat  Islam  Indonesia  masih  menggunakan  kebiasaan-kebiasaan   Juhaya S. Praja, Perwakafan di Indonesia Sejarah, Pemikiran, Hukum dan Perkembangannya,  (Bandung: Yayasan Piara, 1997), 8.
  Samsul Anwar, Studi Hukum Islam Kontemporer, (Yogyakarta: Cakrawala, 2006), 63.
  keagamaan, seperti menggunakan kebiasaan perwakafan tanah dengan cara lisan  atas dasar saling percaya terhadap seseorang atau lembaga tertentu tanpa melalui  prosedur administrasi.
  Pelaksanaan  hukum  perwakafan  di  Indonesia  semula  masih  sangat  sederhana tidak disertai administrasi, cukup dilakukan  Ikrar  (pernyataan) secara  lisan.  Pengurusan  dan  pemeliharaan  tanah  wakaf  kemudian  diserahkan  ke  nad{ir,  oleh  karena  tidak  tercatat  secara  administratif,  maka  banyak  tanah wakaf  tidak  mempunyai  bukti  perwakafan  sehingga  banyak  tanah  wakaf  yang  hilang dan banyak pula yang menjadi sengketa di pengadilan.
  Hal  ini  membuktikan  bahwa  pada  masa  lalu  orang  mewakafkan  harta  bendanya  untuk  kegiatan  keagamaan  hanya  didasari  rasa  ikhlas,  berjuang  membesarkan  agama  Islam  tanpa  memerlukan  adanya  bukti  tertulis,  ini  juga  disebabkan  karena perwakafan dalam literatur fiqh tidak harus tertulis.  Apalagi  sebelum  keluarnya  PP  No.  28  Tahun  1977  tentang  Perwakafan  Obyek  Milik,  perwakafan obyek milik tidak diatur secara tuntas dalam bentuk hukum positif   Skripsi Arkamin,  Analisis Hukum Islam Terhadap Putusan PA Nganjuk tentang Sengketa  Wakaf di Desa Puhkerap kecamatan Rejoso, 4.
  Dalam pengelolaan harta wakaf, pihak yang paling berperan dalam berhasil tidaknya dalam  pemanfaatan  harta  wakaf  adalah  naz}ir,  yaitu  seseorang  atau  sekelompok  orang  dan  badan  hukum  yang  diserahi  tugas  oleh  si  wa>qif   (orang  yang  mewakafkan  harta)  untuk  mengelola  harta  wakaf  sesuai peruntukannya.
  Imam  Suhadi,  Wakaf  Untuk  Kesejahteraan  Umat,  (Yogyakarta:  PT  Dana  Bhakti  Prima  Yasa, 2002), 6.
  dan  belum  ada  penegasan  bahwa  Ikrar  Wakaf  tersebut  harus  tertulis  dalam  bentuk Akta Ikrar Wakaf.
  Tanah  wakaf  dalam  perkembangannya  masih  banyak  terdapat  masalah  baik  dari  segi  pengelolaannya,  maupun  dari  segi  pengamanan  atau  Penguasaannya.  Tidak  sedikit  terdapat  kasus  tanah  wakaf  yang  terjadi  di  tengah-tengah  masyarakat  yang  pada  akhirnya  terjadi  peralihan  penguasaan  tanah  wakaf  yang  semula  merupakan  aset  umat  dan  digunakan  untuk  kepentingan umat menjadi penguasaan hak milik pribadi.
 Hal  ini  merupakan  permasalahan  yang  perlu  diteliti  dan  dikaji  lebih  lanjut  untuk  memberikan  solusi  agar  pada  masa  mendatang  dapat  dilakukan peralihan hak atas tanah wakaf yang benar sesuai peraturan perundang-undangan  dan  bermanfaat  bagi  kepentingan  umum  dan  umat  Islam  secara  khususnya.
 Pembahasan  mengenai  wakaf  tanah  ini,  ada  kaitannya  dengan  kasus  yang  ternyata  wakaf  tanah  tersebut  digunakan  oleh  penerima  wakaf  (nad{ir)  tidak  sesuai  dengan  peruntukannya,  sehingga  wakaf  dimohonkan  pembatalan  ke  pengadilan Agama oleh Ahli warisnya, sebagaimana kasus di bawah ini.
 K.H.  Ardjo  Usman  pada  tahun  1926  telah  mewakafkan  sebidang  tanah  yang  terletak  di  Jln.  Kedungsroko  Gg.  V  No.  15;  17;  dan  19,  Kelurahan  Pacarkembang, Kecamatan Tambaksari, Surabaya  seluas 800  M2 (delapan ratus  meter persegi),  sebagaimana tercantum dalam (Petok D No. 107, persil 21  D,II)   Depag RI, Paradigma Baru Wakaf,  Di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pengembangan zakat  dan wakaf, 2004), 97.
  di  maksudkan  untuk  “Madrasah  Nahdlatul  Ulama”  yang  dikelola  (nad{ir)  oleh  Badan  Hukum  yaitu  “Yayasan  Taman  Pendidikan  Mahfudz  Samsulhadi,”  di  bawah  naungan  Lembaga  Pendidikan  Al-Ma’arif  Nahdlatul  Ulama.  Sebagai  Ketua Umum Bapak Iswaf Purnawirawan ABRI (Alm), Drs. Abd. Syakur Towil  (Alm), dan H. Mochammad Toha.
  Pada tahun 1989,  saat itu Ketua Yayasan Drs. Abd. Syakur Towil  selaku  n<ad{hir,  diatas  tanah  wakaf  tersebut  didirikan  gedung  baru  (Sekolahan  Dipenegoro) terdiri dari TK, SD, SMP, SMA dan SMK,     serta  merubah yayasan  yang  semula  bernama  “Yayasan  Taman  Pendidikan  Mahfudz  Samsulhadi,”  menjadi  “Yayasan  Pendidikan  Diponegoro.”  Dalam  perjalanan  berikutnya,  setelah  Drs.  Abd.  Syakur  Towil  meninggal,  digantikan  oleh  H.  Mochammad Toha, selaku n<az}hir dan Ketua Yayasan Diponegoro.
 Pada  tanggal  17  Maret  2009,  H.  Mochammad  Toha  datang  ke  Kantor  Urusan  agama  Tambaksari,  bermaksud  untuk  mengurus  Akta  Ikrar  wakaf.
 karena  tanah  wakaf  tersebut  selama  86  belum  bersertifikat  dan  pewakif  sudah  meninggal, H. Mochammad Toha menggunakan salah satu dari ahli waris (Nurul  Afifah)  sebagai  pewakif  baru  untuk  mengurus  Akta  Ikrar  wakaf,  serta  mengalihkan  peruntukan  wakaf  tersebut  dari  “Madrasah  Nahdlatul  Ulama”  dirubah pendahulunya menjadi “Sekolah Diponegoro.”   Pengadilan  Agama  Surabaya,  Berkas  Putusan  Perkara  Sengketa  Wakaf,  Nomor:  3862/Pdt.G/2010/PA.Sby.
  Menurut  pasal  1  angka  3  UU  No.  41  Tahun  2004  Ikrar  wakaf  adalah: “Pernyataan  kehendak  wa<kif  yang  diucapkan  secara  lisan  dan/atau  tulisan  kepada  naz{ir  untuk  mewakafkan  harta  benda  miliknya”.
  Sedangkan  menurut  pasal 17 UU No. 41 Tahun 2004 menentukan sebagai berikut: 1.  Ikrar  wakaf  dilaksanakan  oleh  wakif  kepada  nad}ir   di  hadapan  Pejabat Pembuat  Akta  Ikrar  Wakaf  (selanjutnya  disingkat  PPAIW)  dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi.
 2.  Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara lisan dan/atau tulisan serta dituangkan dalam Akta Ikrar Wakaf oleh PPAIW.
 Dalam Pasal 3 UU No. 41 Tahun 2004 menentukan bahwa:  “Wakaf yang telah diikrarkan tidak dapat dibatalkan”.
 Berdasarkan  ketentuan  hukum  Islam  yang  dinyatakan  oleh  Jumhur  Ulama>’   (kecuali  Imam  Hanafi),  bahwa  tanah  yang  sudah  diikrarkan  untuk  diwakafkan  tidak  dapat  dibatalkan  dengan  alasan  apapun,  karena  sejak  tanah  tersebut  diwakafkan,  maka  kepemilikan  tanah  tersebut  terputus  dan  menjadi  milik umum berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang  Perwakafan Tanah Milik.
 Sehubungan  dengan  sengketa  wakaf,  di  Pengadilan  Agama  Surabaya  pernah memutus perkara tentang Pembatalan Akta Ikrar Wakaf dalam  (Putusan Nomor:  3862/Pdt.G/2010/PA.Sby).  Maka  untuk  menulusuri  apa  yang  menjadi  pertimbangan hukum bagi hakim dalam Pembatalkan  Ikrar Wakaf di atas, dan  bagaimana kesesuaian Pembatalkan Ikrar Wakaf dalam Hukum Islam.
  Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
  Berdasarkan  uraian  dari  latar  belakang  di  atas,  maka  penulis  merasa  tergerak  untuk  mengadakan  penelitian  mengenai:  “Studi  Analisis  Terhadap  Putusan  PA  Surabaya  Nomor:  3862/Pdt.G/2010/PA.Sby  Tentang  Pembatalan  Ikrar Wakaf.” B.  Identifikasi Dan Batasan Masalah 1.  Identifikasi Masalah Berdasarkan  gambaran  dari  latar  belakang  diatas  dapat  dipahami  bahwa masalah yang akan diteliti adalah: a.  Deskripsi  putusan  Nomor:  3862/Pdt.G/2010/PA.Sby  tentang  Pembatalan Ikrar Wakaf.
 b.  Dasar  hukum  dan  Pertimbangan  Hakim  dalam  memutus  perkara Nomor: 3862/Pdt.G/2010/PA.Sby tentang Pembatalan Ikrar Wakaf.
 c.  Faktor-faktor  Pembatalan  Ikrar  Wakaf  dalam  putusan  Nomor:  3862/Pdt.G/2010/PA.Sby.
 2.  Pembatasan Masalah  Dalam penelitian ini dibatasi pada: a.  Kesesuaian terhadap Pembatalan Ikrar Wakaf dalam Putusan  Nomor:  3862/Pdt.G/2010/PA.Sby menurut Hukum Islam  C.  Rumusan Masalah Mengantisipasi dari uraian latar belakang masalah dan mengidentifikasi  permasalahan  di  atas  maka  penulis  dapat  merumuskan  permasalahan  dalam  skripsi ini sebagai berikut: 1.  Bagaimana  Kesesuaian  Pembatalan  Ikrar  Wakaf  dalam  Putusan  Nomor:  3862/Pdt.G/2010/PA.Sby menurut Hukum Islam? D.  Kajian Pustaka  Kajian  pustaka  penelitian  ini  pada  dasarnya adalah  untuk  mendapatkan  gambaran  hubungan  topik  yang  akan  diteliti  dengan  penelitian  sebelumnya  sehingga  diharapkan  tidak  ada  pengulangan  materi  penelitian  secara  mutlak.
  Sejauh ini penelitian yang dilakukan penulis terhadap karya-karya ilmiah yang  pembahasannya mengenai  sengketa tanah wakaf di Pengadilan Agama  memang  bukan yang pertama kalinya dilakukan, bahkan secara global pernah dikaji pada  skripsi-skripsi sebelumnya. Diantaranya yaitu: “Analisis  Hukum  Islam  Terhadap  Penarikan  Tanah  Wakaf  Untuk  Membayar  Hutang  Ahli  Waris  di  Kelurahan  Sidotopo  Wetan  Kecamatan  Kenjeran”  yang  ditulis  oleh  Moh  Abdul  Rohman  tahun  2010.  Skripsi  ini  memfokuskan  pembahasannya  pada  Apa  saja  sebab-sebab  penarikan  tanah   Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 1998), 135   wakaf  di  kelurahan  Sidotopo  Wetan,  serta  menganalisis  hukum  Islam  tentang  penarikan tanah wakaf untuk membayar hutang ahli waris 


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi