Jumat, 04 Juli 2014

Skripsi Syariah:STUDI HUKUM ISLAM TERHADAP PENETAPAN PENGADILAN AGAMA PASURUAN NO 0348PDT.G2008PA.Pas TENTANG GUGURNYA PUTUSAN PERMOHONAN CERAI TALAK


BAB I  PENDAHULUAN  
A.  Latar Belakang  Manusia sesuai kodratnya, antara satu dengan yang lainnya akan saling  membutuhkan, karena manusia adalah makhluk sosial yang telah dilengkapi  dengan naluri untuk senantiasa hidup bersama orang lain. Naluri hidup bersama  tersebut mengakibatkan hasrat yang kuat untuk hidup teratur, demikian pula di  antara laki-laki dan perempuan juga saling membutuhkan.
 Dalam sebuah ikatan perkawinan inilahtercipta sebuah perjanjian yang  suci yaitu  mis\a>qan gali>z\an, perjanjian yang suci dan kokoh, membentuk  keluarga yang bahagia, kekal dan abadi.
 Hal ini dijelaskan dalam firman Allah SWT, dalam surat al-Ru>m Ayat  21 Artinya :  “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan  untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan  merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa  kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar  terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (Q.S. Ar-Ru>m: 21)   Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan terjemah,h. 644   Dalam surat an-Nu>r Ayat 32  Artinya :  “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan  orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayaMu yang  laki-laki dan hamba sahayaMu perempuan, jika mereka miskin Allah  akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha  Luas (Pemberiannya) lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. An-Nu>r: 32).

  Esensi yang terkandung dalam syariat perkawinan adalah mentaati  perintah Allah serta sunnah rasul-Nya, yaitu menciptakan suatu kehidupan  rumah tangga yang mendatangkan kemasalahatan baik bagi pelaku perkawinan  itu sendiri, anak turunan, kerabat,  maupun masyarakat. Oleh karena itu,  perkawinan tidak hanya bersifat kebutuhan internal yang bersangkuatan, tetapi  mempunyai kaitan eksternal yang melibatkan banyak pihak, perkawinan  dituntut untuk menghasilkan suatu kemaslahatan, yang kompleks. Bukan  sekedar penyaluran kebutuhan biologis semata.
  Di antara manfaat perkawinan adalah menentramkan jiwa, meredam  emosi, menutup pandangan dari segalayang dilarang Allah untuk mendapatkan  kasih sayang suami istri yang dihalalkan Allah.
 Walaupun pada dasarnya, Perkawinan itu sendiri dilakukan untuk  selama-lamanya sampai salah seorang suami istri meninggal. Inilah sebenarnya   Ibid, h. 282   Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam, h. 13   yang dikehendaki agama Islam dan tujuan suatu perkawinan ialah membentuk  rumah tangga yang kekal, tetapi ada kalanya menemui kegagalan dan kandas di  perjalanan apalagi jika perkawinan tersebut tidak didasari dengan pondasi yang  kuat dan mudah sekali diterjang dengan berbagai cobaan yang mengakibatkan  perkawinan harus putus di tengah jalan sehingga terjadilah perceraian.
 Oleh karena itu, dalam keadaan tertentu ada hal-hal yang menghendaki  putusnya perkawinan dalam arti jikaperkawinan itu dilanjutkan akan  menimbulkan kemudaratan. Dalam hal inilah Islam membenarkan putusnya  perkawinan sebagai langkah terakhir dari usaha melanjutkan hubungan rumah  tangga.
  Putusnya perkawinan mungkin atas inisiatif suami atau mungkin juga  atas inisiatif istri. Namun semua perceraian baik atas inisiatif suami atau pun  istri harus melalui proses di Pengadilan Agama yang bersangkutan.
 Berdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Pasal 49 Ayat (1)  Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutuskan dan  menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang  beragama Islam salah satunya dalam bidang perkawinan. Dalam hal ini yang  berwenang mengadili persengketaan perkawinan ini adalah Pengadilan Agama.
   Amir Syaifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia,h. 190   Departemen Agama RI, Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, h. 57   Namun sering kali apa yang menjadi tujuan perkawinan kandas di tengah  perjalanan, tidak sedikit dari mereka harus bercerai di karenakan sudah tidak ada  lagi keturunan dan kemesraan di antara mereka. Bahkan bukanlah hal aneh lagi  jika di dalam rumah tangga mereka sering terjadi perselisihan dan pertengkaran  yang sulit untuk didamaikan lagi.
 Sebuah hadis\ telah menjelaskan bahwa meskipun talak itu halal, tetapi  sesungguhnya erbuatan itu di benci oleh Allah SWT.
 Rasullah SAW Bersabda Artinya :  “Dari Ibnu Umar ra berkata, Rasullah SAW bersabda: diantara  barang-barang halal yang dibenci Allah Azza Wajallah adalah talak”  (H.R Abu Daud, Ibnu Majah)   Sayyid sabiq mendefinisikan talak dengan "Sebuah upaya untuk  melepaskan ikatan perkawinan itu sendiri".
  Ulama bersepakat bahwa suami  yang mukallaf, baligh, dan ber akal sehat berhak untuk menjatuhkan talak  terhadap istrinya baik dengan ucaan, tulisan atau dengan cara lain yang telah di  benarkan oleh Islam. Disyaratkan jugabagi suami dalam menjatuhkan talaknya  harus ada niat (kemauan) untuk mentalaknya.
  Disamping itu perceraian dapat   Imam al-Ha>fiz\ Abi Dawud Sulaiman ibn al-As'as\ al-Sijista>ni, Sunan Abi Dawud, Juz II, h.
 120   Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 8, h. 7   Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqih Munakahat 2, h. 55-56   terjadi karena adanya alasan-alasan yang kuat. Adapun alasan- alasan yang di  maksud di sini diatur dalam pasal 19 peraturan No. 9 Tahun 1975 sebagai  berikut:  1.  Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan  lain sebagainya yang sukar disembuhkan;  2.  Salah satu pihak meninggalnya pihak lain selama dua (2) tahun berturutturut tanpa ijin pihak lain dan tanpa alasan-alasan yang sah atau karena hal  lain di luar kemampuannya;  3.  Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiyayaan berat yang  membahayakan pihak lain;  4.  Salah satu pihak mendapatkan cacat badan atau penyakit dengan akibat  tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami/ isteri;  5.  Antara suami dan ist\eri terus menerus terjadi perselisihan, pertengkaran dan  tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
  Selanjutnya dalam KHI pasal 116 ditambahkan bahwa alasan –alasan  yang di perbolehkan bagi suami/ isteriuntuk bercerai adalah sebagai berikut:  6.  Suami melanggar taklik talak;  7.  Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan  dalam rumah tangga.
   Aminuddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata di Indonesia, h. 221   Ibid, h. 222   Pasal 129 KHI menyatakan bahwa seorang suami yang akan  menjatuhkan talak pada isterinya mengajukan permohonan baik lisan maupun  tertulis kepada pengadilan agama yang mewilayahi tempat tinggal isteri di  sertai dengan alasan meminta agar di adakan sidang untuk keperluan itu.
 Selanjutnya pada pasal 130 juga menyatakan bahwa pengadilan yang menerima  permohonan cerai talak suami berhakuntuk mengabulkan atau menolak  permohonannya. Bagi suami yang di terima permohonan cerai talaknya akan  mendapatkan izin dari pengadilan agama setempat untuk mengucapkan ikrar  talak pada waktu yang sudah di tentukan oleh majlis hakim pengadilan agama  setempat.
 Sidang selanjutnya adalah agenda sidang pengucapan ikrar talak suami  kepada istri yang akan di talaknya. Pada sidang ini suami wajib datang jika  memang menginginkan terjadi perceraian diantara mereka. Pada pasal 131 ayat  (4) KHI (Kompilasi Hukum Islam) menyatakan "bahwa bila suami tidak  mengucapkan ikrar talak dalam tempat 6 (enam) bulan terhitung sejak putusan  Pengadilan Agama tentang izin ikrar talak, baginya mempunyai kekuasaan  hukum yang tetap, maka hak suami untuk mengikrarkan talak gugur dan ikatan  perkawinan tetap utuh". Hal ini diperkuat oleh Undang-Undang nomor 7 Tahun  1989 tentang Peradilan Agama dalam Pasal 70 ayat (6) yang berbunyi “jika  suami dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak ditetapkan hari  sidang penyaksian ikrar talak, tidak datang menghadap sendiri atau tidak   mengirim wakilnya meskipun telah mendapatkan panggilan secara sah atau  patut maka gugurlah kekuatan penetapan tersebut, dan perceraian tidak dapat  diajukan lagi berdasarkan alasan yang sama.
  Sejalan dengan prinsip atau asasUndang-Undang perkawinan untuk  mempersulit terjadinya perceraian, makaperceraian hanya dapat dilakukan di  depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan  berhasil mendamaikan kedua belah pihak, hal ini diatur dalam pasal 65 UndangUndang tentang Peradilan Agama Nomor 7 Tahun 1989.
 Proses pemeriksaan dalam perkara cerai talak di depan sidang  dilakukan dengan melalui tahapan-tahapan dalam hukum acara perdata setelah  hakim terlebih dahulu berusaha dan tidak dapat berhasil mendamaikan para  pihak yang bersangkutan.
 12  Dalam hal ini penulis akan meneliti tentang gugurnya putusan  Pengadilan Agama Pasuruan Nomor: 0348/ Pdt G/ 2008/ PA.PAS tentang  permohonan cerai talak yang di formulasikan dalam judul (studi analisis  terhadap penetapan Pengadilan Agama Pasuruan Nomor: 0348/Pdt  G/2008/PA.PAS). Permasalahan ini perlu diteliti mengingat ketentuan pasal 131  KHI tersebut “Bila suami tidak mengucapkan ikrar talak dalam tempat 6 (enam)  bulan terhitung sejak putusan Pengadilan Agama tentang izin ikrar talak bagi  yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka hak suami untuk mengikrar   UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, h. 65   Mutiarto, Praktek Perkara Perdata, h. 81   talak gugur dan ikatan perkawinan tetap utuh, dimana setelah Pengadilan  Agama Pasuruan mengabulkan untuk mengucapkan ikrar talak kepada pemohon,  akan tetapi dalam perkara nomor 0348/Pdt. G/2008/PA. Pas Pengadilan Agama  pasuruan tidak menunggu selama 6 (enam)bulan dalam pengucapan ikrar talak  kepada pemohon dan sebelum sidang penyaksian ikrar talak pihak pemohon  tiba-tiba memberikan surat pernyataan untuk tidak mengucapkan ikrar talak.
 Kemudian langkah Pengadilan Agama Pasuruan menggugurkan  putusannya.Untuk itu penulis akan meneliti alasan hakim Pengadilan Agama  pasuruan dalam menggugurkan perkara nomor: 0348?Pdt.G/2008/PA.Pas.
 B.  Rumusan Masalah  Dari penjabaran latar belakang masalah di atas, supaya penelitian ini  dapat terarah dan terfokus, maka pokok masalah yang akan dikaji ialah :  1.  Mengapa Pengadilan Agama menggugurkan kekuatan putusan Pengadilan  Agama Pasuruan Nomor: 0348/Pdt.G/2008/PA.Pas tentang permohonan  cerai talak?  2.  Bagaimana analisis hukum Islam terhadap penetapan Pengadilan Agama  Pasuruan tentang gugurnya putusan Pengadilan Agama Nomor:  0348/Pdt.G/2008/PA.Pas?   
C.  Kajian Pustaka  Kajian pustaka pada penelitian ini pada dasarnya dimaksudkan untuk  memberikan gambaran tentang hubungan topik yang akan diteliti dengan  penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh penelitian sebelumnya, sehingga  diharapkan tidak ada pengulangan materi penelitian secara mutlak. Setelah  penelusuran terhadap bahan pustaka hasil penelitian terdahulu, penulis  menemukan Skripsi saudara Arif Mushoffa Amrozi (2006) yang berjudul  “ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAPPUTUSAN IZIN IKRAR TALAK  DAN PENETAPAN GUGURNYA  PUTUSAN SEBELUMNYA DI  PENGADILAN AGAMA SIDOARJO (Nomor: 595/Pdt.G/2005/PA.Pas). Yang  mengungkapkan tentang faktor penyebab dalam putusan izin ikrar talak dan  penetapan gugur putusan sebelum ini, di mana suami ketika sudah di panggil dan  sudah di beri izin untuk mengucapkan ikrar talak kepada isteri di persidangan.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi