BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Al-Qur’an merupakan pedoman bagi umat manusia
yang ingin mencapai kebahagiaan dunia
dan akhirat.
Al-Qur’an
tidak hanya diturunkan untuk suatu umat
atau suatu abad, akan tetapi al-Qur’an diturunkan untuk seluruh umat manusia sepanjang masa, karena itu
luasajarannya adalah sama dengan luasnya umat manusia. Al-Qur’an sebagai aturan hukum
bagi seluruh umat manusia, khususnya
bagi umat muslim, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat ArRa’d ayat: 37 yang
berbunyi sebagai berikut: َ “Dan demikianlah Kami
turunkan al-Qur’an itu sebagai peraturan (yang benar) dalam bahasa Arab, dan seandainya
kamumengikuti hawa nafsu mereka setelah datang
pengetahuan padamu, maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu terhadap (siksa) Allah.”
(QS. 13 : 37).
Berdasarkan
bunyi ayat di atas, berarti setiap manusia terlebih lagi mereka yang menyatakan beriman kepada
al-Qur’an (ajaran Islam), harus taat kepada
seluruh aturan hukum yang terdapat di dalamnya. Dengan demikian, Abdullah M. Al-Rehaili, Bukti Kebenaran
Quran, h.
Depertemen
Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, h. 464 setiap muslim berkewajiban mentaati seluruh
aturan hukum yang telah diajarkan oleh
agama Islam. Salah satu bidang hukum
dalam Islam adalah masalah wasiat yakni hukum
yang mengatur tentang perpindahan hak kepemilikan harta peninggalan (tirkah).
Wasiat
juga dapat diartikan sebagai suatu pernyataan kehendak seseorang mengenai apa yang akan dilakukan
terhadap harta bendanya sesudah dia
meninggal dunia.
Menurut
para Ulama’ wasiatadalah pemberian hak untuk memiliki suatu benda atau mengambilmanfaatnya,
setelah meninggalnya si pemberi wasiat,
melalui pemberian suka rela (tabarru’).
Hal ini
sesuai dengan firman Allah dalam Surat
al-Baqarah ayat 180-181 yang berbunyi: َ “Diwajibkan atas kamu,
apabila seseorang di antara kamu datang (tanda-tanda) kematian, jika dia meninggalkan harta yang
banyak, berwasiatlah untuk Ibu, Bapak
dan karib kerabatnya secara ma’ruf, (ini adalah) kewajiban atas orangorang yang
bertakwa. Maka barang siapa mengubah
wasiat itu setelah mendengar, maka
sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”
Kompilasi Hukum Islam, h.
M. Idris
Ramulyo, Perbandingan Dan Hukum Kewarisan Islam, h. Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab,
h. Depertemen Agama RI, Al-Qur’an dan
Terjemahan, h. 4..4 Mengacu pada ayat
di atas, menunjukkan betapa pentingnya masalah wasiat tentang harta kekayaan yang bakal
dibagi-bagikan oleh pemberi wasiat kepada
penerima wasiat. Ayat tersebut juga menerangkan tentang rukun dan syarat wasiat, salah satunya adalah mengenai penerima wasiat dan kadar pemberian wasiat. Menurut ulama’ Mazhab az-Zahiri dan Abi
Ibrahim Ismail bin Yahya alMuzani (tokoh fiqh Mazhab Syafi’i) berpendapat bahwa
berwasiat kepada ahli waris, sekalipun
di izinkan oleh ahli waris yang lain hukumnya tidak sah.
Menurut
pendapat jumhur ulama’ wasiatkepada ahli waris hukumnya tidak sah.
hal ini
sesuai h}adi>s| nabi Muhammad saw: “Diceritakan
dari Abdul Wahab bin Najdah diceritakan dari Ibn ’Aiyas dari Habila Ibn Muslim dari Abu Umamah, ia berkata
aku mendengar Rosulullah Saw bersabda,
Sesungguhnya Allah telah memberikan hak kepada tiap-tiap yang berhak. Oleh karena itu, tidak ada wasiat
kepada ahli waris.” (HR. Abi<
Da<ud) Dalam hukum Islam bagi orang
yang menerima wasiat bukanlah seorang ahli
waris, sehingga tidak sah hukumnyaapabila seseorang yang berwasiat, Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam,
h. Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wanita
Edisi Lengkap, diterjemahkan oleh m. Abdul
ghoffar, dari kitab al-Jami’ fii Fiqhi an-Nisa’,h. Abi< Da<ud, Sarah Sunan Abi<
Da<ud, h. 324 mewasiatkan harta
bendanya kepada ahli warisnya.
Sebagaimana
sabda Nabi Muhammad saw, yang berbunyi “Diceritakan
dari Abdul Wahab bin Najdah diceritakan dari Ibn ’Aiyas dari Habila Ibn Muslim dari Abu Umamah, ia berkata
aku mendengar Rosulullah Saw bersabda,
Sesungguhnya Allah telah memberikan hak kepada tiap-tiap yang berhak. Oleh karena itu, tidak ada wasiat
kepada ahli waris.” (HR. Abi<
Da<ud) Maka tetaplah hadits tersebut
sebagaimana makna zhahirnya, yaitu tidak ada wasiat bagi ahli waris.
Barangsiapamensyaratkan persetujuan ahli waris, maka syarat tersebut bathil (tidak sah).
Karena syarat tersebut tidak ada dalam Kitabullah.
Begitu
juga dalam kadar pemberian harta wasiat, sudah ditentukan dalam hukum Islam. Bahwa kadar dalam mewasiatkan
hartanya tidak boleh melebihi sepertiga
harta peninggalan, sehingga tidak sah hukumnya bagi orang yang berwasiat melebihi sepertiga harta
peninggalannya.
Sebagaimana
sabda nabi Muhammad saw, yang berbunyi: Ibnu Rusy<d, Bidayah al-Mujtahid,jilid 2,
diterjemahkan oleh Imam Ghazali, dari kitab asli Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtasid, h.
Abi< Da<ud, Sarah Sunan Abi<
Da<ud, h. http:// Larangan Wasiat
Bagi Ahli Waris.com Sudarsono, Hukum
Waris Dan Sistem Bilateral, h. “Dari Sa’ad bin Abi Waqash RA. ia pernah
berkata, Rasulullah SAW, menjengukku
sedang sakit pada haji wada’, kemudian saya bertanya kepada beliau, wahai Rasulullah penyakitku semakin
berat, sedangkan saya ini mempunyai
harta yang banyak dan tidak ada yang bakal mewarisi kecuali seorang anak perempuan, bolehkah saya mensedekahkannya
dua pertiga kata saya? beliau bersabda,
tidak boleh. saya bertanya lagi, saya sedekahkan setengahnya ? beliau bersabda, tidak.
sepertiga sepertiga itu banyak sesungguhnya
kamu meninggalkan ahli waris mu dalam keadaan kaya itu lebih baik dari pada kamu meninggalkan mereka dalam
keadaan meminta-minta pada orang lain.”
(H.R.Muslim) Dalam hukum wasiat jumhur
ulama’ berpendapat, bahwa seseorang tidak diperbolehan berwasiat kepada ahli warisnya.
Begitu
juga dalam jumlah harta yang diwasiatkan,
seseorang tidak dibolehkan berwasiat melebihi sepertiga dari hartanya, baik wasiat itu diberikan kepada
orang lain maupun kepada ahli warisnya,
dan dalam wasiat tersebut harus dihadiri minimalnya dua orang saksi.
Sedangkan
menurut hukum adat di Desa Tlagah Kecamatan Galis Kabupaten Bangkalan wasiat atau yang biasanya
disebutkan dengan istilah Imam Muslim,
Sohih Muslim, h. Muhammad Jaqad
Muqhniyah, Fiqih Lima Mazhab, h. 240 Sajuti
Thalib, Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia, h. 110 sangkolan (sebutan yang ada di desa Tlagahsebelum
masuknya ajaran Islam) boleh diberikan
kepada anak laki-laki sulung dan jumlah yang diberikan melebihi sepertiga dari harta peninggalannya, tanpa ada
persetujuan dari ahli warisnya yang
lain. Istilah Wasiat yang ada di desaTlagah, berlaku setelah masyarakat di desa Tlagah memeluk agama Islam. Wasiat atau
sangkolanyang ada di Desa Tlagah
Kecamatan Galis Kabupaten Bangkalan, sudah ada sejak zaman duhulu (pada zaman kehidupan nenek moyang mereka),
yaitu sebelum datangnya ajaran Islam di
Desa Tlagah Kecamatan Galis Kabupaten Bangkalan.
Dalam
sejarah mengatakan, awal mulanya masyarakat di Desa Tlagah Kecamatan Galis Kabupaten Bangkalan bukan
beragama Islam, melainkan masyarakat
yang tidak beragama, sehingga setiap tingkah laku yang mereka perbuat, berdasarkan atas petuah-petuah dari
sesepuh di Desa Tlagah yang dijadikan
sebagai asas-asas kehidupan dalam masyarakat tersebut, sehingga menjadi suatu kebiasaan yang dianggap benar
dan sulit untuk dihilangkan.
Awal
mula masuknya ajaran Islam di Desa Tlagah Kecamatan Galis Kabupaten Bangkalan, yaitu pada abad ke-18,
yang dibawa oleh seorang Ulama’ bernama
KH. Bakkri, beliau berasal dari Desa Pakong Kecamatan Galis Kabupaten Bangkalan. KH. Bakkri dalam
penyebaran ajaran Islam di Desa Tlagah
Kecamatan Galis Kabupaten Bangkalan dengan cara samar-samar, yaitu Sangkolan adalah pengalihan harta pusaka dari
orang tua kepada anak-anaknya semasa hidupnya
dan dilaksanakan sesudah orang tuanya meninggal dunia. KH. Bahrowi, Tokoh Agama Masyarakat Tlaga,
Wawancara, Rabu 20 Januari Ibid. berdakwah melalui pendekatan secara halus
kepada masyarakat di desa Tlagah. Dalam
dakwahnya, beliau sangat mengutamakan etika, seperti menghormati dan mengikuti budaya-budaya yang telah ada di Desa
Tlagah Kecamatan Galis Kabupaten
Bangkalan, salah satu budayanya adalah sandur.
Sandurini
bertujuan sebagai hiburan dalam suatu
adat di Desa Tlagah, seperti upacara perkawinan,
kelahiran dan lain-lainnya, maka dari itu,
sandursering kali diadakan oleh
masyarakat Desa Tlagah, kecuali upacara kematian. Melalui sandurini jugalah KH. Bakkri menyebarkan Islam
dengan cara memasukkan ajaran Islam pada
saat diadakannya sandurtersebut.
Dalam
penyebaran agama Islam di Desa Tlagah, bagi KH. Bakkri tidaklah terlalu sulit, sehingga apa yang
menjadi tujuan beliau, yaitu agar seluruh masyarakat di Desa Tlagah Kecamatan Galis
Kabupaten Bangkalan memeluk agama Islam
mudah tercapai dan sampai saat ini masyarakat di desa Tlagah masih memeluk agama Islam. Akan tetapi tidak
berarti KH. Bakkri dapat mengubah
seluruh kebiasaan-kebiasaan` masyarakat yang sudah ada sejak dulu sebelum Islam datang di Desa Tlagah, seperti
kebiasaan orang tua memberikan sangkolan
atau mewasiatkan harta bendanyakepada anak-anaknya sebelum meninggal dunia.
Sandur
adalah suatu pementasan yang terdiri dari tarian, nyanyian dan sya’ir-sya’ir
yang ditarikan dan dinyanyikan oleh kaum
perempuan dan sya’ir-sya’ir nya dibacakan oleh kaum laki-laki.
.H.Kasub,
Tokoh Masyarakat, Wawancara, Kamis, 21 Januari .KH. Bahrowi, Tokoh Agama Masyarakat Tlaga,
Wawancara, Rabu 20 Januari 2010 Adanya
hukum wasiat di Desa Tlagah sudah menjadi suatu kebiasaan (adat) sampai saat ini, sehingga dianggap
sangatlah penting bagi kehidupan masyarakat
di Desa Tlagah Kecamatan Galis Kabupaten Bangkalan. Di dalam pemberian wasiat di Desa Tlagah Kecamatan
Galis Kabupaten Bangkalan masih memakai
hukum adat, yaitu bagi orang tua yang ingin mewasiatkan harta bendanya kepada anak-anaknya, terlebihdahulu
orang tua mengumpulkan anakanaknya semuanya atau sebagian atau salah satu dari
mereka, asalkan terdapat salah satu dari
mereka anak laki-laki sulung tanpa menghadirkan saksi-saksi. Adapun bagi orang tua yang tidak mempunyai
anak laki-laki sulung, tidak diperbolehkan
berwasiat kepadasalah satu dari anaknya. Jika wasiat itu terjadi, maka batallah wasiat tersebut secara hukum
adat di Desa Tlagah.
Dalam
pemberian wasiat tersebut orang tua memberikan hartanya kepada anak laki-laki sulung terlebih dahulu dan
jumlah harta yang diberikan kepadanya sangat
banyak, sehingga dapat melebihi sepertiga harta warisan. Pemberian harta wasiat dari orang tua kepada anak laki-laki
sulung dengan kadar melebihi sepertiga
hartanya. Hal seperti ini hanyaberlaku bagi orang tua yang mempunyai anak laki-laki sulung dan tidak berlaku bagi
orang tua yang tidak mempunyai anak
laki-laki sulung.
Sedangkan
bagi orang tua yang ingin berwasiat kepada anak-anaknya yang lain (selain anak laki-laki sulung),
harus mendapat persetujuan dari para Ibid.
Ibid. ahli waris yang lain. Jika dari salah satu
ahli waris itu tidak mentujuinya, maka batallah
wasiat tersebut. Begitu pula dengan jumlah harta yang didapatkan oleh anak-anaknya yang lain (selain anak laki-laki
sulung), sangatlah sedikit (kurang dari
sepertiga harta harta orang tuanya) serta dipersaksikan oleh beberapa orang saksi.
Faktor-faktor
yang menyebabkan anak laki-laki sulung mendapatkan harta peninggalan orang tuanya dengan cara
wasiat dan melebihi sepertiga harta warisan
tanpa meminta persetujuan ahli waris yang lain dan tidak butuh saksi dari orang lain, disebabkan karena beberapa
hal, diantaranya: 1. Anak laki-laki sulung adalah anak yang akan
menjadi pengganti orang tuanya, dalam
membebani tanggung jawab menjaga keluarganya, apabila nantinya orang tua mereka telah meninggal
dunia. 2. Anak laki-laki sulung adalah anak yang telah
banyak berbakti pada orang tua dan
banyak berjasa pada saudara-saudaranya (adik-adiknya). 3.
Keegoan anak laki-laki sulung yang tidak mau meminta persetujuan dan mendapatkan setara dengan saudara-saudaranya
yang lain (adik-adiknya), dalam menerima
harta pemberian orang tua dengan cara wasiat, karena anak laki-laki sulung merasa lebih berhak atasharta
benda orang tuanya, dari pada saudara-saudaranya
yang lain. Ibid.
Ibid. Melihat dari konsep hukum Islam tentang
tatacara pemberian wasiat, ketika
dipertemukan dengan realitas adat (kebiasaan) masyarakat di Desa Tlagah Kecamatan Galis Kabupaten Bangkalan dalam
memberikan harta peninggalan melalui
wasiat kepada anak laki-laki sulung, dapat diketahui, bahwa praktek semacam itu tidak diatur dalam konsephukum
Islam, oleh sebab itu penulis tertarik
untuk melakukan penelitian dalam menemukan titik terang, tentang hukum atas praktek adat pemberian wasiat
kepada anak laki-laki sulung di Desa Tlagah
Kecamatan Galis Kabupaten Bangkalan tersebut, tujuannya adalah untuk mengetahui secara jelas, bagaimana status
hukum dari pada adat pemberian wasiat
kepada anak laki-laki sulung yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Tlagah Kecamatan Galis Kabupaten Bangkalan.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi