Jumat, 04 Juli 2014

Skripsi Syariah:STUDI HUKUM ISLAM TENTANG ADAT PEMBERIAN WASIAT KEPADA ANAK LAKI-LAKI SULUNG DI DESA TLAGAH KECAMATAN GALIS KABUPATEN BANGKALAN


BAB I  PENDAHULUAN  A. Latar Belakang  Al-Qur’an merupakan pedoman bagi umat manusia yang ingin mencapai  kebahagiaan dunia dan akhirat.
  Al-Qur’an tidak hanya diturunkan untuk suatu  umat atau suatu abad, akan tetapi al-Qur’an diturunkan untuk seluruh umat  manusia sepanjang masa, karena itu luasajarannya adalah sama dengan luasnya  umat manusia. Al-Qur’an sebagai aturan hukum bagi seluruh umat manusia,  khususnya bagi umat muslim, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat ArRa’d ayat: 37 yang berbunyi sebagai berikut:  َ “Dan demikianlah Kami turunkan al-Qur’an itu sebagai peraturan (yang benar)  dalam bahasa Arab, dan seandainya kamumengikuti hawa nafsu mereka setelah  datang pengetahuan padamu, maka sekali-kali tidak ada pelindung dan  pemelihara bagimu terhadap (siksa) Allah.” (QS. 13 : 37).
  Berdasarkan bunyi ayat di atas, berarti setiap manusia terlebih lagi  mereka yang menyatakan beriman kepada al-Qur’an (ajaran Islam), harus taat  kepada seluruh aturan hukum yang terdapat di dalamnya. Dengan demikian,   Abdullah M. Al-Rehaili, Bukti Kebenaran Quran, h.

  Depertemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, h. 464   setiap muslim berkewajiban mentaati seluruh aturan hukum yang telah diajarkan  oleh agama Islam.  Salah satu bidang hukum dalam Islam adalah masalah wasiat yakni  hukum yang mengatur tentang perpindahan hak kepemilikan harta peninggalan  (tirkah).
  Wasiat juga dapat diartikan sebagai suatu pernyataan kehendak  seseorang mengenai apa yang akan dilakukan terhadap harta bendanya sesudah  dia meninggal dunia.
  Menurut para Ulama’ wasiatadalah pemberian hak untuk  memiliki suatu benda atau mengambilmanfaatnya, setelah meninggalnya si  pemberi wasiat, melalui pemberian suka rela (tabarru’).
  Hal ini sesuai dengan  firman Allah dalam Surat al-Baqarah ayat 180-181 yang berbunyi:  َ “Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang di antara kamu datang (tanda-tanda)  kematian, jika dia meninggalkan harta yang banyak, berwasiatlah untuk Ibu,  Bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf, (ini adalah) kewajiban atas orangorang yang bertakwa. Maka barang  siapa mengubah wasiat itu setelah  mendengar, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha  Mengetahui”   Kompilasi Hukum Islam, h.
  M. Idris Ramulyo, Perbandingan Dan Hukum Kewarisan Islam, h.   Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, h.   Depertemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, h. 4..4   Mengacu pada ayat di atas, menunjukkan betapa pentingnya masalah  wasiat tentang harta kekayaan yang bakal dibagi-bagikan oleh pemberi wasiat  kepada penerima wasiat. Ayat tersebut juga menerangkan tentang rukun dan  syarat wasiat, salah satunya adalah  mengenai penerima wasiat dan kadar  pemberian wasiat.  Menurut ulama’ Mazhab az-Zahiri dan Abi Ibrahim Ismail bin Yahya alMuzani (tokoh fiqh Mazhab Syafi’i) berpendapat bahwa berwasiat kepada ahli  waris, sekalipun di izinkan oleh ahli waris yang lain hukumnya tidak sah.
  Menurut pendapat jumhur ulama’ wasiatkepada ahli waris hukumnya tidak sah.
  hal ini sesuai h}adi>s| nabi Muhammad saw:  “Diceritakan dari Abdul Wahab bin Najdah diceritakan dari Ibn ’Aiyas dari  Habila Ibn Muslim dari Abu Umamah, ia berkata aku mendengar Rosulullah Saw  bersabda, Sesungguhnya Allah telah memberikan hak kepada tiap-tiap yang  berhak. Oleh karena itu, tidak ada wasiat kepada ahli waris.”  (HR. Abi< Da<ud)  Dalam hukum Islam bagi orang yang menerima wasiat bukanlah seorang  ahli waris, sehingga tidak sah hukumnyaapabila seseorang yang berwasiat,   Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, h.   Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wanita Edisi Lengkap, diterjemahkan oleh m.  Abdul ghoffar, dari kitab al-Jami’ fii Fiqhi an-Nisa’,h.   Abi< Da<ud, Sarah Sunan Abi< Da<ud, h. 324   mewasiatkan harta bendanya kepada ahli warisnya.
  Sebagaimana sabda Nabi  Muhammad saw, yang berbunyi “Diceritakan dari Abdul Wahab bin Najdah diceritakan dari Ibn ’Aiyas dari  Habila Ibn Muslim dari Abu Umamah, ia berkata aku mendengar Rosulullah Saw  bersabda, Sesungguhnya Allah telah memberikan hak kepada tiap-tiap yang  berhak. Oleh karena itu, tidak ada wasiat kepada ahli waris.”  (HR. Abi< Da<ud)  Maka tetaplah hadits tersebut sebagaimana makna zhahirnya, yaitu tidak  ada wasiat bagi ahli waris. Barangsiapamensyaratkan persetujuan ahli waris,  maka syarat tersebut bathil (tidak sah). Karena syarat tersebut tidak ada dalam  Kitabullah.
  Begitu juga dalam kadar pemberian harta wasiat, sudah ditentukan dalam  hukum Islam. Bahwa kadar dalam mewasiatkan hartanya tidak boleh melebihi  sepertiga harta peninggalan, sehingga tidak sah hukumnya bagi orang yang  berwasiat melebihi sepertiga harta peninggalannya.
  Sebagaimana sabda nabi  Muhammad saw, yang berbunyi:  Ibnu Rusy<d, Bidayah al-Mujtahid,jilid 2, diterjemahkan oleh Imam Ghazali, dari kitab asli  Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtasid, h.   Abi< Da<ud, Sarah Sunan Abi< Da<ud, h.   http:// Larangan Wasiat Bagi Ahli Waris.com  Sudarsono, Hukum Waris Dan Sistem Bilateral, h. “Dari Sa’ad bin Abi Waqash RA. ia pernah berkata, Rasulullah SAW,  menjengukku sedang sakit pada haji wada’, kemudian saya bertanya kepada  beliau, wahai Rasulullah penyakitku semakin berat, sedangkan saya ini  mempunyai harta yang banyak dan tidak ada yang bakal mewarisi kecuali  seorang anak perempuan, bolehkah saya mensedekahkannya dua pertiga kata  saya? beliau bersabda, tidak boleh. saya bertanya lagi, saya sedekahkan  setengahnya ? beliau bersabda, tidak. sepertiga sepertiga itu banyak  sesungguhnya kamu meninggalkan ahli waris mu dalam keadaan kaya itu lebih  baik dari pada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan meminta-minta pada  orang lain.” (H.R.Muslim)  Dalam hukum wasiat jumhur ulama’ berpendapat, bahwa seseorang tidak  diperbolehan berwasiat kepada ahli warisnya.
  Begitu juga dalam jumlah harta  yang diwasiatkan, seseorang tidak dibolehkan berwasiat melebihi sepertiga dari  hartanya, baik wasiat itu diberikan kepada orang lain maupun kepada ahli  warisnya, dan dalam wasiat tersebut harus dihadiri minimalnya dua orang  saksi.
  Sedangkan menurut hukum adat di Desa Tlagah Kecamatan Galis  Kabupaten Bangkalan wasiat atau yang biasanya disebutkan dengan istilah   Imam Muslim, Sohih Muslim, h.   Muhammad Jaqad Muqhniyah, Fiqih Lima Mazhab, h. 240   Sajuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia, h. 110   sangkolan   (sebutan yang ada di desa Tlagahsebelum masuknya ajaran Islam)  boleh diberikan kepada anak laki-laki sulung dan jumlah yang diberikan melebihi  sepertiga dari harta peninggalannya, tanpa ada persetujuan dari ahli warisnya  yang lain. Istilah Wasiat yang ada di desaTlagah, berlaku setelah masyarakat di  desa Tlagah memeluk agama Islam. Wasiat atau sangkolanyang ada di Desa  Tlagah Kecamatan Galis Kabupaten Bangkalan, sudah ada sejak zaman duhulu  (pada zaman kehidupan nenek moyang mereka), yaitu sebelum datangnya ajaran  Islam di Desa Tlagah Kecamatan Galis Kabupaten Bangkalan.
  Dalam sejarah mengatakan, awal mulanya masyarakat di Desa Tlagah  Kecamatan Galis Kabupaten Bangkalan bukan beragama Islam, melainkan  masyarakat yang tidak beragama, sehingga setiap tingkah laku yang mereka  perbuat, berdasarkan atas petuah-petuah dari sesepuh di Desa Tlagah yang  dijadikan sebagai asas-asas kehidupan dalam masyarakat tersebut, sehingga  menjadi suatu kebiasaan yang dianggap benar dan sulit untuk dihilangkan.
  Awal mula masuknya ajaran Islam di Desa Tlagah Kecamatan Galis  Kabupaten Bangkalan, yaitu pada abad ke-18, yang dibawa oleh seorang Ulama’  bernama KH. Bakkri, beliau berasal dari Desa Pakong Kecamatan Galis  Kabupaten Bangkalan. KH. Bakkri dalam penyebaran ajaran Islam di Desa  Tlagah Kecamatan Galis Kabupaten Bangkalan dengan cara samar-samar, yaitu   Sangkolan adalah pengalihan harta pusaka dari orang tua kepada anak-anaknya semasa  hidupnya dan dilaksanakan sesudah orang tuanya meninggal dunia.   KH. Bahrowi, Tokoh Agama Masyarakat Tlaga, Wawancara, Rabu 20 Januari   Ibid.   berdakwah melalui pendekatan secara halus kepada masyarakat di desa Tlagah.  Dalam dakwahnya, beliau sangat mengutamakan etika, seperti menghormati dan  mengikuti budaya-budaya yang telah ada di Desa Tlagah Kecamatan Galis  Kabupaten Bangkalan, salah satu budayanya adalah sandur.
  Sandurini  bertujuan sebagai hiburan dalam suatu adat di Desa Tlagah, seperti upacara  perkawinan, kelahiran dan lain-lainnya, maka dari itu,  sandursering kali  diadakan oleh masyarakat Desa Tlagah, kecuali upacara kematian. Melalui  sandurini jugalah KH. Bakkri menyebarkan Islam dengan cara memasukkan  ajaran Islam pada saat diadakannya sandurtersebut.
  Dalam penyebaran agama Islam di Desa Tlagah, bagi KH. Bakkri  tidaklah terlalu sulit, sehingga apa yang menjadi tujuan beliau, yaitu agar seluruh  masyarakat di Desa Tlagah Kecamatan Galis Kabupaten Bangkalan memeluk  agama Islam mudah tercapai dan sampai saat ini masyarakat di desa Tlagah  masih memeluk agama Islam. Akan tetapi tidak berarti KH. Bakkri dapat  mengubah seluruh kebiasaan-kebiasaan` masyarakat yang sudah ada sejak dulu  sebelum Islam datang di Desa Tlagah, seperti kebiasaan orang tua memberikan  sangkolan atau mewasiatkan harta bendanyakepada anak-anaknya sebelum  meninggal dunia.
   Sandur adalah suatu pementasan yang terdiri dari tarian, nyanyian dan sya’ir-sya’ir yang  ditarikan dan dinyanyikan oleh kaum perempuan dan sya’ir-sya’ir nya dibacakan oleh kaum laki-laki.
  .H.Kasub, Tokoh Masyarakat, Wawancara, Kamis, 21 Januari   .KH. Bahrowi, Tokoh Agama Masyarakat Tlaga, Wawancara, Rabu 20 Januari 2010   Adanya hukum wasiat di Desa Tlagah sudah menjadi suatu kebiasaan  (adat) sampai saat ini, sehingga dianggap sangatlah penting bagi kehidupan  masyarakat di Desa Tlagah Kecamatan Galis Kabupaten Bangkalan. Di dalam  pemberian wasiat di Desa Tlagah Kecamatan Galis Kabupaten Bangkalan masih  memakai hukum adat, yaitu bagi orang tua yang ingin mewasiatkan harta  bendanya kepada anak-anaknya, terlebihdahulu orang tua mengumpulkan anakanaknya semuanya atau sebagian atau salah satu dari mereka, asalkan terdapat  salah satu dari mereka anak laki-laki sulung tanpa menghadirkan saksi-saksi.  Adapun bagi orang tua yang tidak mempunyai anak laki-laki sulung, tidak  diperbolehkan berwasiat kepadasalah satu dari anaknya. Jika wasiat itu terjadi,  maka batallah wasiat tersebut secara hukum adat di Desa Tlagah.
  Dalam pemberian wasiat tersebut orang tua memberikan hartanya kepada  anak laki-laki sulung terlebih dahulu dan jumlah harta yang diberikan kepadanya  sangat banyak, sehingga dapat melebihi sepertiga harta warisan. Pemberian harta  wasiat dari orang tua kepada anak laki-laki sulung dengan kadar melebihi  sepertiga hartanya. Hal seperti ini hanyaberlaku bagi orang tua yang mempunyai  anak laki-laki sulung dan tidak berlaku bagi orang tua yang tidak mempunyai  anak laki-laki sulung.
  Sedangkan bagi orang tua yang ingin berwasiat kepada anak-anaknya  yang lain (selain anak laki-laki sulung), harus mendapat persetujuan dari para   Ibid.
  Ibid.   ahli waris yang lain. Jika dari salah satu ahli waris itu tidak mentujuinya, maka  batallah wasiat tersebut. Begitu pula dengan jumlah harta yang didapatkan oleh  anak-anaknya yang lain (selain anak laki-laki sulung), sangatlah sedikit (kurang  dari sepertiga harta harta orang tuanya) serta dipersaksikan oleh beberapa orang  saksi.
  Faktor-faktor yang menyebabkan anak laki-laki sulung mendapatkan  harta peninggalan orang tuanya dengan cara wasiat dan melebihi sepertiga harta  warisan tanpa meminta persetujuan ahli waris yang lain dan tidak butuh saksi  dari orang lain, disebabkan karena beberapa hal, diantaranya:  1.  Anak laki-laki sulung adalah anak yang akan menjadi pengganti orang  tuanya, dalam membebani tanggung jawab menjaga keluarganya, apabila  nantinya orang tua mereka telah meninggal dunia.  2.  Anak laki-laki sulung adalah anak yang telah banyak berbakti pada orang tua  dan banyak berjasa pada saudara-saudaranya (adik-adiknya).  3.  Keegoan anak laki-laki sulung yang tidak mau meminta persetujuan dan  mendapatkan setara dengan saudara-saudaranya yang lain (adik-adiknya),  dalam menerima harta pemberian orang tua dengan cara wasiat, karena anak  laki-laki sulung merasa lebih berhak atasharta benda orang tuanya, dari pada  saudara-saudaranya yang lain.   Ibid.
  Ibid.   Melihat dari konsep hukum Islam tentang tatacara pemberian wasiat,  ketika dipertemukan dengan realitas adat (kebiasaan) masyarakat di Desa Tlagah  Kecamatan Galis Kabupaten Bangkalan dalam memberikan harta peninggalan  melalui wasiat kepada anak laki-laki sulung, dapat diketahui, bahwa praktek  semacam itu tidak diatur dalam konsephukum Islam, oleh sebab itu penulis  tertarik untuk melakukan penelitian dalam menemukan titik terang, tentang  hukum atas praktek adat pemberian wasiat kepada anak laki-laki sulung di Desa  Tlagah Kecamatan Galis Kabupaten Bangkalan tersebut, tujuannya adalah untuk  mengetahui secara jelas, bagaimana status hukum dari pada adat pemberian  wasiat kepada anak laki-laki sulung yang dilakukan oleh masyarakat di Desa  Tlagah Kecamatan Galis Kabupaten Bangkalan.
  


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi