Jumat, 04 Juli 2014

Skripsi Syariah:STUDI KOMPARATIF ANTARA IMAM SYAFII DAN SYIAH IMAMIYAH TENTANG HUKUM MENERIMA HARTA WARISAN DARI PEWARIS NON MUSLIM


BAB I  PENDAHULUAN  
A.  Latar Belakang  Masalah  Hukum Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia di dunia, baik untuk  mewujudkan kebahagaiaan di dunia maupun untuk mencari kebahagiaan di akhirat  kelak.
  Segi kehidupan yang diatur oleh Allah tersebut dikelompokkan kepada dua  macam. Pertama, hal-hal yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Allah  sebagai pencipta (hablun mina Alla>h), aturan hal ini disebut dengan “hukum  ‘ibadat”. Kedua, berkaitan dengan hubungan antara manusia dan alamnya, atau  disebut dengan hablun mina an-na>s “hukum muamalat”.
  Kedua hubungan itu harus  tetap terpelihara agar manusia terlepas dari kehinaan, kemiskinan dan kemarahan  Allah yang dinyatakan dalam firman-Nya surat A<li ‘Imra>nayat 112. Allah  berfirman Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Kencana, 2008),   Ibid., 3  2  Artinya: “Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika  mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian)  dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah  dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka  kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh Para Nabi tanpa alasan  yang benar. yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan  melampaui batas”.

  Di antara hukum Allah yang mengatur hubungan sesama manusia adalah  hukum tentang waris, yaitu hukum yang mengatur pemilikan harta yang timbul  sebagai akibat dari suatu kematian.
  Hukum waris merupakan ekspresi penting  hukum keluarga Islam, ia merupakan pengetahuan yang harus dimiliki dan diajarkan  oleh manusia sebagaimana ditegaskan Nabi Muhammad SAW:  َ Artinya: Rasulullah bersabda: "Pelajarilah Al-Qur'an dan ajarkan kepada orangorang, dan pelajarilah ilmu faraidh dan ajarkan kepada orang-orang. Karena  aku adalah orang yang bakal direnggut(mati), sedang ilmu itu bakal  diangkat." (H.R. at-Turmuz\i dari Abu> Hurairah).
   Departemen Agama RI, Al-Qur an dan Terjemahnya, (Bandung: Juma>natul ‘Ali>-ART, 2005),   Moh. Muhibbin, Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam; sebagai pembaharuan hukum positif di  Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009),   Abu> ‘Isa Muhammad ibn Sawrah, Sunan at-Tirmiz\i, juz 4, (Beirut: Da>rul Fikr, 1994), 27-28  3  Islam tidak menginginkan pertengkaran dan perselisihan lantaran pembagian  harta warisan. Karena itulah, Islam berkepentingan untuk mengatur agar misi  ajarannya dapat memberi rasa keadilandan kesejahteraan bagi pemeluknya.
 Mengkaji dan mempelajari hukum waris Islam berarti mengkaji separuh pengetahuan  yang dimiliki manusia yang telah dan terus hidup di tengah-tengah masyarakat  muslim sejak masa awal Islam hingga abad pertengahan, zaman modern dan  kontemporer serta di masa yang akan datang.
  Sejarah menunjukkan bahwa sepanjang sejarah hukum Islam pemikiran hukum  waris Islam tidaklah berhenti, walaupun ada yang beranggapan bahwa pintu ijtihad  telah tertutup namun sesungguhnya pemikiran hukum Islam tetap dilakukan oleh  para mujtahid, para hakim dalam memutuskan perkara mufti dalam memberikan  fatwa dan oleh ulama’-ulama’ baik klasik maupun modern.
 Salah satu dari persoalan yang menjadi perdebatan dalam pemikiran hukum  Islam adalah kewarisan beda agama, di manasalah satu dari pewaris atau ahli waris  tidak beragama Islam. Problematika kewarisan beda agama mencuat ketika relasi  muslim dan non muslim didiskusikan dan diwacanakan oleh berbagai golongan. Ada  golongan yang memperbolehkan saling mewarisi beda agama, sebagian golongan  lagi mengharamkan saling mewarisi beda agama.
  Fatchur Rahma>n, Ilmu Waris, (Bandung: PT. Alma’a>rif, 1975), 35  4  Ulama’-Ulama’ termasyhur dari golongan sahabat, tabi’i>n dan ima>m-ima>m  madzhab empat yakni Ima>m Abu> H{ani>fah, Ima>m Ma>lik, Ima>m As-Syafi’Idan Ima>m  Ah}mad bin H{anbalberpendapat bahwa orang Islam tidak dapat mempusakai orang  kafir dengan sebab apa saja. Karena itu suami muslim tidak dapat mewarisi harta  istrinya yang kafir  kita>biyah, kerabat muslim tidak  dapat mewarisi harta  peninggalan kerabatnya yang kafir dan tuanpemilik budak yang muslim tidak dapat  mewarisi harta peninggalan harta budaknya yang muslim.
  Jumhur ‘Ulama tersebut beralasan dengan h}adis\-h}adis\yang diriwayatkan oleh  Usamah bin Zaid Artinya:Rasulullah bersabda:” Seorang muslim tidak berhak menerima warisan dari  seorang kafir dan seorang kafir tidak berhak menerima warisan dari seorang  muslim” (H.R. at-Turmud}i dari ‘Usa>mah ibn Zaid).
  Mereka juga mengambil dalil dari suatu riwayat yang menerangkan bahwa  ketika Abu> T}a>lib wafat ia meninggalkan 4 orang anak laki-laki. Yakni: ‘Ali, Ja’far,  ‘Uqail dan T}a>lib. ‘Ali dan Ja’far keduanya beragama Islam sedang ‘Uqail dan T}a>lib  keduanya orang kafir. Rasulullah membagikanharta pusaka Abu> T}a>lib (yang masih   Ibid.,   Abu> ‘Isa Muhammad ibn Sawrah, Sunan at-Tirmiz\i,35  5  dalam kekafiran) kepada ‘Uqail dan T}a>lib, bukan kepada ‘Ali dan Ja’far, dan seraya  bersabda Artinya:Rasulullah bersabda: “Orang Islam itu tidak boleh mewarisi orang kafir”  Imam Syafi’i secara tegas dalam kitab nya al-Umm menjelaskan bahwa tidak  boleh saling mewarisi bagi orang yang bedaagama, berarti secara otomatis seorang  muslim tidak berhak menerima harta warisan dari pewaris karena beda agama  sebagai penghalang mendapatkan harta warisan, Imam Syafi’i berargumen dengan  beberapa h}adis|,di antaranya adalah h}adis}sebagai berikut Artinya: Rasulullah bersabda: Seorang muslim tidak berhak menerima warisan dari  seorang kafir dan seorang kafir tidak berhak menerima warisan dari seorang  muslim (HR. at-Turmud}i dari ‘Usa>mah bin Zaid).
  Imam Syafi’i berkata h}adis\ tersebut menunjukkan apabila dua agama berbeda  antara syirk dan Islam keduanya tidak berhak saling mewarisi dari bagian harta  warisan.
   Fatchur Rahman, Ilmu Waris,   Abu> Abdilla>h Muhammad ibn Idri>s, Al-Umm, juz 4, (Bairut: Darul Fikr, 1983), 75  6  Syi>’ah Ima>miyahdalam menanggapi seorang muslim apakah berhak menerima  harta warisan non muslim apa tidak, merekamemberikan hukum seorang kafir tidak  berhak menerima harta warisan dari muslim, tetapi seorang muslim berhak dan boleh  menerima harta warisan dari pewaris yang non muslim dengan berargumen dengan  sanad syekh Al-Kulaini dari Abu> Al-Aswad Ad-Daili bahwa sesungguhnya Muaz| bin  Jabal di Yaman dan masyarakat saat itu mendatangi Mu’az| dan Mu’az| berkata:  orang Yahudi telah mati sedangkan ia meninggalkan saudara muslim, kemudian  Mu’az| berkata saya telah mendengar Rasulullah bersabda:  ْ Artinya: Rasulullah SAW bersabda: "Islam itu bertambah dan tidak berkurang” (HR.
 ِِ Abu> Daud dari Mu’az|).
  H}adi>s\ ini mengandung makna bahwa Islam menjadi sebab bertambahnya  kebaikan dan tidak menjadi sebab kefakiran dan kekurangan bagi pemeluknya.
 Dalam h}adi>s\ lain disebutkan, Rasulullah bersabda:   Ibid.,   Muhammad bin Hasan al-H}urra 'A<<mili, Wasa>ilussyi>’ah ila> Tahs}i>li Masa>ilisy Syari>’ah,  Juz 26, Artinya: Rasulullah SAW bersabda: ”Islam itu tinggi, dan tidak ada yang lebih  tinggi daripadanya”(HR. al-Bukha>ri dari ibn ‘Abba>s).
  Kemudian Syi>’ah Ima>miyahberpendapat bahwasanya kalau pewaris muslim  dan ahli warisnya kafir, maka ahli waris non muslim tersebut tidak menerima harta  warisan. Diriwayatkan dari ‘Ali bin Ibra>himdari bapaknya dari ibn Abu> Najro>n dari  “’A<s}im bin H{umaid dari Muh}ammad bin Qaysia berkata: Saya mendengar dari Abu>  Ja’far ia berkata: Orang Yahudi dan Nas}ra>ni tidak mempusakai pewaris muslim tapi  muslim mempusakai dari pewaris Yahudi dan Nas}ra>ni.
  Diriwayatkan oleh ‘Ali ibn  Ibra>him dari bapaknya dari Muh}ammad bin ‘Isa dari Yu>nus dari Zur’ah dari Sima>’ah  ia berkata: saya bertanya kepada Abu> Abdillah tentang seorang muslim apakah ia  mewarisi dari pewaris musyrik atau tidak, ya ia mewarisi daripewaris musyrik dan  musyrik tidak mewarisi dari muslim.
  Pendapat Imam Syafi’i dan Syi>’ah Ima>miyahtersebut dalam satu sisi sangat  betentangan, akan tetapi ada kesamaan di antara keduanya. Imam Syafi’i secara  mutlak mengatakan tidak berhak ahli waris muslim mempusakai dari pewaris yang   Ibid.,   Muhammad bin Ya’qu>b bin Isha>q al-Kulaini, Alfuru’ Al-Ka>fi, (tt: tt, tt),   Ibid., 144  8  beragama selain Islam, akan tetapi Syi>’ah Ima>miyahmembolehkan ahli waris  muslim menerima harta warisan daripewaris non muslim. Sedangkan keduanya  sepakat mengatakan bahwasanya non muslimtidak berhak menerima harta warisan  dari pewaris yang muslim.
 Persamaan dan perbedaan itulah yang menjadi dasar mengapa penulis memilih  Imam Syafi’i dan Syi>’ah Ima>miyahsebagai perbandingan yang akan menjawab  bagaimana hukum menerima harta dari pewaris non muslim. Kajian ini sangat  menarik untuk dikaji lebih mendalam, agar tujuan dari pada pembagian harta  warisan tercapai, yakni supaya tidak adanya pertengkaran dan perselisihan antara  ahli waris serta terciptanya rasa keadilan dan kesejahteraan bagi mereka. Oleh  karena itu, Penulis akan mengkaji pembahasan tersebut dengan mengangkat judul  “Studi Komparatif Antara Imam Syafi’i dan Syi>’ah Ima>miyahtentang Hukum  Menerima Harta Warisan dari pewaris non muslim”.
 B.  Identifikasi dan  Batasan Masalah  Dari latar belakang masalah yang telah peneliti paparkan di atas, maka  identifikasi masalah yang peneliti peroleh adalah:  9  1. Urgensi mempelajari dan mengajarkankewarisan Islam kepada umat  manusia.
 2. Pendapat Jumhu>r‘Ulama tentang hukum menerima harta warisan dari  pewaris non muslim.
 3. Rujukan Jumhu>r‘Ulama dalam memberikan hukum mengenai penerimaan  harta warisan dari pewaris kepadaahli waris yang beda agama.
 4. Pandangan Imam Syafi’i tentang hukum kewarisan beda agama serta dasar  hukumnya.
 5. Pandangan Syi>’ah Ima>miyahtentang hukum kewarisan beda agama dan dasar  hukumnya.
 6. Persamaan dan perbedaan antara pendapat Imam Syafi’i dan Syi>’ah  Ima>miyahtentang hukum kewarisan beda agama.
 Dari identifikasi masalah tersebut penulis membatasi pada tiga permasalahan,  yaitu:  1. Pandangan Imam Syafi’i dan Syi>’ah Ima>miyahtentang hukum menerima  harta warisan dari pewaris non muslim.
 2. Cara pengambilan hukum menurut Imam Syafi’i dan Syi>’ah Ima>miyah dalam menanggapi kewarisan beda agama.
 10  3. Persamaan dan perbedaan pandangan Imam Syafi’i dan Syi>’ah Ima>miyah mengenai kewarisan beda agama tersebut.
  


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi