BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Islam adalah
agama yang sempurna,
kesempurnaan islam antara
lain terletak pada ruang lingkup aspek yang mencakup seluruh
dimensi kehidupan umat manusia termasuk
didalamnya perkawinan. Perkawinan merupakan
salah satu Sunnatullah
yang umum berlaku
pada semua makhluk
Tuhan, baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan.
Firman Allah dalam surat adz-Dza> riyat: 49
Artinya: ‚Dan segala
sesuatu Kami ciptakan
berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah.‛ Firman-Nya pula dalam surat Ya>sin: 36 ّ
Artinya: ‚Maha Suci
Tuhan yang telah
menciptakan pasangan-pasangan semuanya. Baik dari apa yang ditumbuhkan oleh
bumi dan dari diri mereka maupun dari
apa yang tidak mereka ketahui.‛ Sayyid sabiq, fiqh
sunnah, jilid VI, (Beirut-Libanon: Dar al-Fikr, 1992), 1.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan
Terjemahnya, (Surabaya: Duta Ilmu, 2005 ), 862.
1 Manusia
merupakan makhluk sosial
(zoonpoliticoon), sehingga tidak bisa
hidup tanpa adanya manusia lainnya. Sejak lahir manusia telah dilengkapi dengan
naluri untuk hidup
bersama dengan orang
lain. Naluri untuk
hidup bersama dengan
orang lain mengakibatkan
hasrat yang kuat
untuk hidup teratur
. Demikian pula
diantara perempuan dan
laki-laki itu saling membutuhkan,
saling mengisi, saling
berkaitan, tidak bisa
dilepaskan antara satu
dengan yang lainnya.
Rasanya tidak sempurna
hidupnya seorang perempuan
tanpa didampingi seorang laki-laki
sekalipun dia beralaskan emas dan permata, demikian sebaliknya tidak akan
sempurna hidup seorang laki-laki tanpa
kehadiran seorang perempuan sebagai pelengkapnya.
Hukum perkawinan merupakan bagian
integral dari syariat Islam, yang tidak terpisahkan
dari dimensi akidah
dan akhlak islami.
Atas dasar inilah hukum
perkawinan ingin mewujudkan
perkawinan di kalangan
orang muslim menjadi perkawinan yang bertauhid dan
berakhlak, sebab perkawinan semacam inilah yang
bisa diharapkan memiliki
nilai transedental dan
sakral untuk mencapai tujuan perkawinan yang sejalan dengan
tujuan syar’iat Islam.
Ibid., Soejono Soekanto,
Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: CV rajwali,1982), 9.
M. Anshary MK, Hukum Perkawinan di Indonesia,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 10.
Perkawinan merupakan ikatan lahir batin yang
seharusnya berdasarkan persetujuan kedua
belah pihak yang akan melangsungkan perkawinan dan tidak boleh
ada paksaan dari
pihak manapun. Dalam
Undang-undang No. 1
Tahun 1974 Pasal
6 Ayat 1
dinyatakan bahwa perkawinan
harus didasarkan atas persetujuan
kedua calon mempelai.
Berkaitan
dengan hal tersebut,
ada beberapa asas-asas
atau prinsip perkawinan menurut UU No.1 tahun 1974.
adalah sebagai berikut: 1. Membentuk keluarga yang kekal dan bahagia.
2. Dalam UU perkawinan dinyataka sah bilamana
dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya.
3. Undang-undang ini menganut asas monogami.
4. Undang-undang
ini juga menganut
prinsip, bahwa calon
suami isteri itu harus
telah masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan.
5. Mempersukar proses terjadinya perceraian.
6. Hak dan kedudukan isteri seimbang dengan hak
dan kewajiban suami baik dalam kehidupan
rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat.
Soemiyati,
hukum perkawinan islam
dan Undang-undang perkawinan
islam, (Yokyakarta: Liberty, 2007), 140.
Ibid., 4-7.
Kedudukan
perkawinan dalam kehidupan
masyarakat sangatlah penting,
bahkan hidup bersama
ini yang kemudian
melahirkan keturunan merupakan sendi yang utama bagi pembentukan
Negara dan Bangsa.
Perkawinan
ialah ikatan lahir
batin antara seorang
laki-laki dengan seorang
perempuan sebagai suami
isteri dengan tujuan
untuk membina keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Oleh
karena itu, kesukarelaan
dan kesepakatan yang
akan melahirkan ikatan lahir
batin yang menjadi unsur penting
timbulnya hubungan perkawinan sehingga
perkawinan tidak dapat dilandasi dengan suatu hal yang di paksakan dan ancaman yang melanggar hukum.
Perkawinan dapat
dibatalkan apabila pihak-pihak
tidak memenuhi syarat-syarat untuk
melangsungkan perkawinan.
Unsur
ancaman yang melanggar hukum sebagai dasar pembatalan
perkawinan diatur dalam Pasal 27 ayat
(1) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawian dan Pasal 72 ayat (1) KHI sedangkan unsur paksaan diatur
dalam Pasal 71 huruf (f) KHI.
Salah satu
contoh kasus perkawinan
yang berkaitan dengan
unsur paksaan dan adanya unsur
ancaman yang melanggar hukum adalah kasus kawin paksa
yang dilakukan oleh
pihak perempuan (selanjutnya
disebut AZ ) Soedaryo
Soimin, Hukum Orang dan Hukum Keluaraga Persepektif Hukum Perdata dan Barat/BW, Hukum Islam dan Hukum Adat,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2004), 1.
Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan.
Pasal 22 Undang-undang No. 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan.
terhadap seorang laki-laki (selanjutnya
disebut MB). Alasan perkawinan antara AZ
dengan MB yaitu karena dipaksa dan diancam oleh pihak perempuan dan keluarganya.
Jika MB tidak mengawini AZ yang cacat
karena kecelakaan yang dianggap kesalahan
MB tersebut, maka
MB akan dilaporkan
kepada pihak yang berwajib, yaitu pihak kepolisian.
Kasus kecelakaan
ini bermula dari
kejadian pada suatu
hari dimana seorang
laki-laki bersama seorang
perempuan yang dikenal
beberapa hari sebelumnya
lewat Telepon, perempuan
tersebut adalah warga
Kampak Kecamatan Geger
Kabupaten Bangkalan, mereka
pergi ke Batu
Ampar Pamekasan untuk wisata
religi yang biasa dilakukan oleh warga Klapayan pada hari-hari
besar seperti hari
raya idul fitri
setelah melakukan shalat
ied. Saat perjalanan
pulang dari Batu
Ampar Pamekasan, terjadi
kecelakaan di sekitar daerah
Sampang yang mengakibatkan
perempuan itu mengalami
cacat di bagian
wajahnya, sehingga dianggap
perempuan cacat di
desanya. Karena kejadian
ini, keluarga dari
pihak perempuan meminta
pertanggungjawaban sebagai bentuk
ganti rugi kepada pihak laki-laki dengan mengawini perempuan cacat tersebut.
Namun, pihak laki-laki menolak permintaan dari keluarga pihak perempuan,
karena ia merasa
bentuk pertanggungjawaban bukanlah
harus perkawinan, sebab
dalam perkawinan paksa
tidak akan membentuk
keluarga yang bahagia
dan perkawinan tidak
akan berjalan sesuai
tujuan perkawinan pada hakekatnya,
apalagi perempuan tersebut
bukanlah perempuan yang disenanginya. Karena
berbagai paksaan dan
ancaman dari pihak
perempuan, perkawinanpun berlangsung
dan perjalanan rumah
tangga mereka tidak berjalan
mulus dan bahagia. Bahkan sempat terjadi t}alaq ba{‘In sughra>.
Berdasarkan penjelasan
diatas maka akan
timbul beberapa pertanyaan dan
spekulasi dalam masyarakat.
Apakah perkawinan yang
dilakukan karena ancaman
dibenarkan dalam hukum
islam ?, dan
bagaimanakah upaya hukum yang
dapat dilakukan oleh pihak yang diancam tersebut ?.
Berdasarkan latar
belakang diatas, penulis
tertarik untuk meneliti tentang
bentuk kawin dibawah
ancaman karena kecelakaan
, yang penulis tuangkan
dalam judul ‚Tinjauan
Hukum Islam Terhadap
Kawin di Bawah Ancaman Terhadap
Korban Kecelakaan Lalu
Lintas di Desa
Klapayan Kecamatan Sepulu
Kabupaten Bangkalan‛.
B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah Sebagaimana latar belakang masalah di atas dapat
diidentifikasi beberapa masalah sebagai
berikut : 1. Pengertian perkawinan,
dasar perkawinan, syarat dan rukun perkawinan.
2. Pengertian kawin di bawah ancaman.
3. Sebab-sebab terjadinya kawin di bawah ancaman.
4. Landasan hukum perkawinan di bawah ancaman.
5. Perkawinan di bawah ancaman dalam
perundang-undangan.
6.
Upaya hukum terhadap perkawinan di bawah ancaman.
Uraian permasalahan
di atas sudah
jelas, kemudian untuk
memberikan arah yang jelas dalam
penelitian ini, peneliti membatasi pada
masalah-masalah berikut ini: 1. Proses
terjadinya kawin di
bawah ancaman terhadap
korban kecelakaan lalu lintas di
Desa Klapayan Kecamatan Sepulu Kabupaten Bangkalan.
2. Tinjauan hukum islam terhadap kawin di bawah
ancaman terhadap korban kecelakaan
lalu lintas di
Desa Klapayan Kecamatan
Sepulu Kabupaten Bangkalan.
C. Rumusan Masalah Agar lebih praktis dan
operasional dalam penelitian ini, maka penulis akan merumuskan dalam bentuk
permasalahan-permasalahan sebagai berikut: 1.
Bagaimana proses terjadinya
kawin di bawah
ancaman terhadap korban kecelakaan
lalu lintas di
Desa Klapayan Kecamatan
Sepulu Kabupaten Bangkalan ? 2.
Bagaimana tinjauan hukum
islam terhadap kawin
di bawah ancaman terhadap korban
kecelakaan lalu lintas
di Desa Klapayan
Kecamatan Sepulu Kabupaten
Bangkalan ? D. Kajian Pustaka Sebelumnya masalah
kawin di Bawah
Ancaman belum pernah
dibahasa dalam sebuah
penelitian. Namun, pembahasan
tentang kawin di
Bawah Ancaman terhadap
korban kecelakaan Lalu
Lintas di Desa
Klapayan Kecamatan Sepulu
Kabupaten Bangkalan juga
mengandung unsur paksaan, sehingga
penelitian ini dikaitkan
dengan penelitian kawin
paksa yang sebelumnya pernah dibahas.
Pembahasan tentang
kawin paksa dalam
penelitian sebelumnya, diantaranya dibahas oleh : 1. Hatijah
pada Tahun 2000
dalam skripsinya ‚pengaruh
kawin paksa terhadap
jumlah perceraian‛.
Faktor
penyebab terjadinya perceraian dikarenakan perkawinan dilakukan secara paksa.
2. Sa’diyah pada tahun 2003 dalam skripsinya
‚Dampak kawin Paksa di Desa Petis Benem
Kecamatan Duduk Sampeyan
Gresik‛.
Faktor
yang menyebabkan kawin
paksa yaitu karena
faktor ekonomi. Dampak
yang ditimbulkan adalah
dampak positif, sehingga
perkawinan paksa tidak dilarang
di daerah petis benem.
Hatijah,
Pengaruh Kawin Paksa
Terhadap Jumlah Perceraian
di Kecamatan Modung Kabupaten Bangkalan, (fak.syari’ah IAIN Sunan
Ampel Surabaya, 2000), Sa’diyah, dampak
kawin paksa di desa petis benem kecamatan duduk sampeyan gresik, (fak.
Syariah IAIN Sunan Ampel
Surabaya, 2003).
3.
Faulia awalina pada
tahun 2004 dalam
skripsinya ‚analisis terhadap putusan
tahun 2000 pengadilan
agama sidoarja tentang
permintaan ganti rugi
oleh suami dalam
perkara cerai gugat‛ .
tentang
perjodohan yang akhirnya
mengakibatkan perceraian, kemudian
pihak laki-laki meminta ganti rugi dalam cerai gugat.
E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka studi ini antara
lain betujuan sebagai berikut: 1. Untuk
mengetahui proses terjadinya
kawin di bawah
ancaman terhadap korban
kecelakaan lalu lintas
di Desa Klapayan
Kecamatan Sepulu Kabupaten Bangkalan.
2. Untuk
mengetahui tinjauan hukum
islam terhadap kawin
di bawah ancaman
terhadap korban kecelakaan
lalu lintas di
Desa Klapayan Kecamatan Sepulu Kabupaten Bangkalan.
Faulia
awakian, analisis terhadap
putusan tahun 2000
pengadilan agama sidoarja
tentang permintaan ganti
rugi oleh suami
dalam perkara cerai
gugat, ( fak.
Syariah IAIN Sunan
Ampel Surabaya, 2004).
F.
Kegunaan Penelitian Hasil
penelitian ini diharapkan
bisa memberi manfaat
sekurangkurangnya: 1. Secara teoritis,
hasil penelitian ini
diharapkan dapat menambah
wawasan pengetahuan, dapat
digunakan sebagai kajian lebih lanjut bagi para peneliti dan
pemerhati masalah-masalah tentang
kawin di bawah
ancaman, agar tidak ada kesenjangan hukum, dan tidak ada
yang dirugikan dalam sebuah perkawinan.
2. Secara
praktis, penelitian ini
diharapkan dapat menggugah
kesadaran masyarakat pada umumnya
tentang asas dan tujuan perkawinan
o-space� j"y s �� ��� pan>Ampel Surabaya, 20 Masyfuq
Fathoni, Penolakan Gugat
Cerai Akibat Caca
Formil Di Pengadilan
Agama Lamongan (Studi
Analisis Putusan No.
0488/Pdt.G/2007/PA.Lmg),
Jurusan ahwalus Syakhsiyah, Fakultas Syariah, IAIN Sunan Ampel Surabaya,
2008.
akan dibahas
penulis adalah “Tinjauan
Yuridis Terhadap Putusan
Neit Onvantkelijk (NO) (Studi Kasus Perkara No.
0380/Pdt.G/2012/PA.Mlg)” belum ada yang membahas
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi