Jumat, 04 Juli 2014

Skripsi Syariah:TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP WASIAT ORGAN TUBUH (Studi Kasus di Bank Jaringan RSUD Dr. Soetomo)


BAB I PENDAHULUAN
A Latar B Latar Be ee elakang Masalah lakang Masalah lakang Masalah  Pada dasamya harta benda yang dimiliki oleh seseorang, merupakan milik  Allah  SWT  yang  hanya  diamanatkan  kepada  setiap  manusia  untuk  digunakan  atau dimanfaatkan untuk mclakukan setiap aktifitas didunia. Hukum Islam telah  mcnetapkan adanya hak milik bagi perseorangan akan  harta kekayaan dan cara  memperolehnya.  Misalnya,  seseorang  mendapatkan  kekayaannya  dengan  cara  jual beli, tukar menukar, warisan dan yang lain sebagainya. Baik melalui jalur  pewarisan karena hubungan nasab, perkawinan maupun melalui jalur wasiat.
  Wasiat merupakan pesan terahir yang disampaikan oleh seseorang kepada  orang  lain  untuk  mengurusi  hartanya  sesuai  dengan  pesannya  setelah  ia  meninggal dunia.

  Harta yang dimaksud dalam pengertian di atas, bisaberupa  barang, maupun manfaat untuk dimiliki oleh orang lain. Dari pemaparan diatas,  maka  wasiat  berarti  tas{a>ruf atau  suatu  peralihan  terhadap  harta  peninggalan  yang akan dilaksanakan setelah meninggalnya orang yang berwasiat, dan hanya  berlaku setelah yang berwasiat meninggal dunia. Menurut sayyid sabiq  wasiat    Ahmad  Kuzari,  System  Asabalz:  Dasar  Pemindahan  Hak  Milik  atas  Harta  Tinggalan,  (Jakarta, P.T. Raja Ratindo Pcrsada, 1996),   Imran, Kamus Bahasa Indonesia, (Surabaya: Arloka, 2004), 214   adalah  sebuah  pemberian  seseorang  berupa  harta  atau hutang  atau  sebuah  kemanfaatan  yang  menjadi  kepemilikannya  dan  akan  dieksekusi  setelah  pewasiat meninggal.
  Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal  171  huruf  F,  wasiat  adalah  pemberian  suatu  benda  dari  pewaris  kepada  orang  lain atau suatu lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia.
  Dalam beberapa referensi buku ilmu Fikih dijelaskansecara panjang lebar,  bahwa  objek  wasiat  tidak  hanya  berkisar  antara  harta  dan  benda  saja,  akan  tetapi,  dengan  seiring  berkembangnya  dunia  pengetahuan,  juga  berupa  pembebasan hutang dan pemberian manfaat.
  Dalam kaitannya dengan wasiat berupa pemberian manfaat, maka banyak  orang yang berminat untuk mendonorkan organ tubuhnya kepada seseorang atau  lembaga  yang  menerima,  jika  ia  telah  meninggal  dunia.  Hal  ini  dimaksudkan  agar setelah meninggal dunia, organ tubuhnya dapat bermanfaat bagi kehidupan  manusia dan ia juga tetap bisa berbuat baik terhadap orang lain.
 Broto Wasisto, ketua Majelis Kehormatan Etika Kedokteran, menyatakan  bahwa  sejak  20  tahun  yang  lalu  banyak  orang  yang  berwasiat  agar  setelah  meninggal  dunia  organnya  disumbangkan  kepada  orang  lain.  Misalnya  salah  seorang  anggota  Bank  Jaringan  RSUD  Dr.  Soetomo  mewasiatkan  tubuhnya   Syaikh sayyid sabiq, Fiqh Sunnah, (Beirut: Daarul Fikr, 2006), 998   Kompilasi Hukum Islam, (Surabaya: Kesindo Utama, 2010), 197    Dirjen Lembaga Islam Depag RI, ilmu Fikih, (Surabaya: Penerbit Mahkota, 2006), 187    setelah  ia  meninggal  dunia.  Begitupula  seorang  anggota  Bank  Mata  mewasiatkan matanya setelah ia meninggal dunia.
 Perkembangan  ilmu  dan  teknologi  bidang  kedokteran  saat  ini  menghadapkan  masyarakat  pada  hal-hal  yang  tidak  pernah  terbayang  sebelumnya.  Salah  satu  hasil  perkembangan  salah  satu  bidang  kedokteran  tersebut ialah ditemukannya teknologi pencangkokan organ tubuh.
 Dalam  praktek  pencangkokan,  dalam  bahasa  ilmiahnya  disebut  dengan  transplantasi,  organ  yang  dicangkok  itu  adakalanya  diambil  dari  tubuh  orang  lain  dan  ada  pula  yang  diambil  dari  hewan.  Maka  pencangkokan  dilihat  dari  hubungan  antara  recipient  (penerima  organ  atau  jaringan)  dan  donor  (penyumbang organ atau jaringan) dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:  1.  Auto  Transplantasi  atau  transplantasi/pencangkokan  yang  recipient  dan  donomya adalah satu individu. Jadi organ/jaringan itu diambil dari tubuh  sendiri.
 2.  Homo Transplantasi yaitu transplantasi/pencangkokanyang resipient dan  donornya  adalah  dua  individu  yang  sejenis.  Jadi  organ/jaringan  itu  diangkat  dari  tubuh  orang  yang  lain.  Homo  transplantasi  donornya  adakalanya orang yang masih hidup (living donor) dan adakalanya orang  yang sudah meninggal (codaver donor).
  Ahmad Kuzari, Kajian Fiqh Kontemporer , (Yogyakarta:Teras, 2009), 122   3.  Hetero Transplantasi yaitu transplantasi/pencangkokan yang resipien dan  donornya  adalah  dua  individu  yang  berbeda  jenisnya. Misalnya  resipiennya manusia sedangkan donornya hewan.
 Dalam dunia kedokteran, ditemukanya metode pencangkokan organ tubuh  ini  sangat  bermanfaat  bagi  perkembangan  ilmu  kedokteran.  Baik  untuk  penelitian maupun untuk penyembuhan dan penyempurnaan organ tubuh pasien  yang membutuhkan.
 Penemuan  metode  ini  mempunyai  nilai  positif  bagi  dunia  kedokteran,  sehingga tidak lantas membuat para ulama’ kontemporer untuk berdiam diri dan  tidak  melakukan  penelusuran  terhadap  hukum  wasiat  pencangkokan  organ  tubuh.
 Al-qur’an  maupun  Hadis  tidak  terdapat  adanya  dalil  yang  secara  tegas  menerangkan  tentang  hukum  wasiat  pencangkokan  organ tubuh.  Begitu  pula  pada kitab-kitab fikih klasik.
 Hukum  Islam  sangatlah  memperhatikan  hak-hak  manusia,  sejak  semasa  hayatnya  hingga  sesudah  meninggalnya.  Hukum  menguburkan  mayat  adalah  fardu  kifayah  atas  orang  yang  masih  hidup,  terlebih pada  keluarga  dekat  atau  tetangga  mayat.  Maksud  menguburkan  mayat  adalah  untuk  menjaga  kehormatan mayat itu dan menjaga kesehatan orang-orang yang ada di sekitar  tempat itu.
  Hukum  Islam  melarang  segala  bentuk  agresi  terhadap  nyawa  manusia,  termasuk  agresi  terhadap  tubuh  seseorang  sesudah  menjadi  meninggal  dunia,  kasus seperti ini dapat dikategorikan sebagai mutilasi terhadap tubuh manusia  dan pelanggaran terhadap kehormatan mayat tersebut.Namun demikian, perlu  diketahui bahwa sistem hukum Islam juga tidak sertamelarang suatu tindakan  manusia tanpa adanya suatu hikmah di balik tindakantersebut, akan tetapi juga  memasukan  kepentingan  manusia  sebagai  bahan  pertimbangan.  Hal  ini  didasarkan pada kaidah-kaidah berikut:  1.  Keterpaksaan membuat sesuatu yang dilarang menjadi boleh.
Keterpaksaan membolehkan yang dilarang  2.  Kemaslahatan umum lebih didahulukan daripada kemaslahatan khusus.
Kemaslahatan umum didahulukan daripada kemaslahatankhusus  3.  Ketika  dua  kepentingan  yang  saling  bertentangan  bertemu,  maka  kepentingan  yang  dapat  membawa  manfaat  yang  lebih  besarlah  yang  didahulukan   Imam Jalaluddin Abdur Rahan ibn Abi Bakar,A1-Asybah wa An-Nad}oir,(Indonesia: A1-Haramain Jaya, 2008),   Ahmad  Rofiq,  Fiqh  Kontekstual:  dari  Normatif  ke  Pemaknaan  Sosial, (Yogyakarta:  Pustaka Pelajar, 2004), Jika  dua  kepentingan  yang  saling  bertentangan  berkumpul,  maka  diambil  yang membawa manfaat lebih besar  Kaidah-kaidah  di  atas  ditetapkan  berdasarkan  prinsip-prinsip  yang  mengutamakan  kepentingan  umum  dan  mencegah  hal-hal  yang  bertentangan  dengannya. Jadi, jika kemaslahatan umum yang ditimbulkan oleh suatu tindakan  lebih  berat  bobotnya  dibandingkan  aspek  negatifnya, maka  tindakan  itu  dibolehkan,  tetapi  jika  akibat  negatif  dari  tindakan  itu  lebih  banyak  dibandingkan kebaikannya, maka tindakan itu dilarang.
 Kegiatan  mewasiatkan  tubuh  setelah  pendonor  meninggal  dunia  saat  ini  banyak  terjadi  di  masyarakat  luas,  salah  satunya  terdapat  di  Bank   Jaringan  RSUD Dr. Soetomo. Bank jaringan ini menerima wasiattubuh pendonor dengan  beberapa  syarat  dan  ketentuan,  salah  satunya  adalah persetujuan  ahli  waris  pendonor. Tidak hanya terjadi di Bank Jaringan RSUDDr.Soetomo, akan tetapi  juga  terjadi  di  Malang,  adalah,  pasangan  suami-istri,  Soesanto  dan  Hanna  Rosilawati.  Sejak  tahun  1986,  keduanya  telah  membuat  surat  wasiat  dengan  pengesahan  notaris  yang  menyatakan  bahwa  kelak  bila keduanya  meninggal,  maka mereka akan menyumbangkan korneanya pada bank mata di kota itu, dan  menyerahkan  seluruh  jasadnya  pada  Fakultas  Kedokteran  Universitas  Brawijaya-  Malang,  untuk  digunakan  sebagai  cadaver  (tubuh  manusia  yang   Imam Jalaluddin Abdur Rahan ibn Abi Bakar, Al-Asybah Wa An-Nadloir, 64   digunakan untuk praktika kedokteran). Niat tulus Pak Soesanto yang merupakan  bungsu  dari  6  bersaudara  ini,  ternyata  menginspirasi  kakak  tertuanya,  Budi  Setiawan, yang juga ikut membuat wasiat yang sama.  Sayang, di tahun 2003 si  kakak sulung, Budi Setiawan telah berpulang. Pak Soesanto pun melaksanakan  wasiat  yang  telah  diamanatkan  sang  kakak.  Kornea  mata  Pak  Budi  ternyata  telah  membantu  seorang  gadis  kecil  yang  membutuhkan dan  jasadnya  telah  diserahterimakan pada FK. Univ. Brawijaya.
  Dari  latar  belakang  di  atas  dapat  diketahui  bahwa  hukum  wasiat  tubuh  harus  dipahami  oleh  mahasiswa  syariah  untuk  kepentingan  profesionalisme  seorang pakar hukum Islam dalam menangani kasus yang sedang dihadapi oleh  kliennya  di  dalam  kehidupan  masyarakat.  Tetapi  di  lain  pihak  sesama  umat  muslim juga harus saling menjaga keutuhan tubuh orang yang telah meninggal  karena  itu  salah  satu  bentuk  penghormatan  orang  yang  masih  hidup  terhadap  orang  yang  telah  meninggal  tersebut.  Oleh  karena  itu  penulis  akan  mencoba  mengangkat  tema  "Tinjauan  Hukum  Islam  Terhadap  Wasiat  Organ  Tubuh  (Studi Kasus di Bank Jaringan RSUD Dr Soetomo)” dalam bentuk skripsi.
 B Identifikasi dan Batasan Masalah Identifikasi dan Batasan Masalah  Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis paparkan di atas,  maka dapat ditulis identifikasi masalah sebagai berikut:   Kick Andy, "Berbagi Organ, Berbagi Kasih,” dalam http:  //kickandy.com/theshow/1/1/2035/read/BERBAGI-ORGA-BERABAGI-KASIH/ (25 pcbruari 2011)   1.  Wasiat dalam Islam  2.  Wasiat tubuh dalam Islam  3.  Tubuh sebagai objek dari Wasiat  4.  Praktek wasiat tubuh di Bank Jaringan RSUD Dr.soetomo  Dari  identifikasi  masalah  tersebut  penulis  membatasi  pada  dua  batasan  masalah:  1.  Praktek  pelaksanaan  organ  tubuh  sebagai  objek  wasiat  di  Bank  Jaringan  RSUD Dr.Setomo?  2.  Tinjauan Hukum islam terhadap praktek pelaksanaan wasiat tubuh di Bank  Jaringan RSUD Dr.Soetomo.
 C.  Rumusan Masalah Rumusan Masalah  Berdasarkan  latar  belakang  yang  telah  dijelaskan  secara  panjang  lebar  diatas,  maka  dapat  di  tarik  beberapa  rumusan  masalah  yang  menjadi  pokok  bahasan, yaitu:  1.  Bagaimana  praktek  pelaksanaan  organ  tubuh  sebagai  objek  wasiat  di  Bank  Jaringan RSUD Dr.Soetomo?  2 22 2. .. .  Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap praktek pelaksanaan wasiat tubuh  di Bank Jaringan RSUD Dr.Soetomo?   
D.  Kajian Pustaka Kajian Pustaka  Dalam beberapa penelitian yang membahas tentang wasiat tubuh, penulis  menemukan  beberapa  skripsi  yang  berhubungan  dengan  penelitian  ini,  yaitu:  Pertama,  dengan  judul  "Tinjauan  Hukum  Islam  Terhadap  Transplantasi  Organ  Tubuh Melalui Jalur Wasiat”, oleh Nur Hasyim.
  Hasil kesimpulan penelitian pertama bahwa pada dasarnya, layaknya objek  wasiat adalah sesuatu yang menjadi milik seseorang  sehingga tubuh yang telah  tidak bernyawa bukanlah termasuk kepemilikan dari manusia, melainkan hanya  pinjaman  atau  telah  kembali  kepada  pemiliknya  yaitu Allah  SWT.  Dalam  penelitian  yang  pertama  juga  menyatakan  bahwasannya obyek  wasiat  tidak  hanya berkisar antara harta dan benda saja, akan tetapi juga berupa pembebasan  hutang  dan  pemberian  manfaat.
    Berkaitan  dengan  pemberian  manfaat,  maka  banyak  orang  yang  berminat  untuk  mendonorkan  organ  tubuhnya  jika  ia  telah  meninggal dunia. Hal ini dimaksudkan agar setelah meninggal dunia ia tetap bisa  berbuat baik terhadap orang lain.
  Nur Hasyim, Tinjauan Hukum Islam Terbadap Transplantasi Organ Tubuh Melalui Jalur  Wasiat, (Surabaya: Skripsi Jurusan AS Fakultas Syari’ah IAlN Sunan Ampel Surabaya, 2006)   Dirjen Lembaga Islam Depag RI, Ilmu Fiqih, 187   Kedua,  berjudul  "Wasiat  Pencangkokan  Organ  Tubuh  (Studi  Komparatif  atas  Putusan  Majlis  Tarjih  Muhammadiyah  dan  Bahtsul Masail  Nahdlatul  ulama’)" oleh Efi Nur Afiyah
:� '!> � @� � � esuai  dengan  ketentuan  yang  ada  dan   Ibid.
  mengetahui  pendapat  kepala  KUA   bagaimana  pelaksanaan  pernikahan  yang  dilaksanakan dengan cara suami mewakilkan kabul  dalam akad nikah  di wilayah  kerjanya.
 B Identifikasi dan Batasan Masalah Identifikasi dan Batasan Masalah  Dari  latar  belakang  masalah  yang  telah  peneliti  paparkan  di  atas,  maka  identifikasi masalah yang peneliti peroleh adalah sebagai berikut:  1.  Akad  nikah  berupa  s}i>gat  ijab  kabul  merupakan  salah  satu  dari  syarat  sah  nikah.
 2.  S{i>gat  kabul  adalah  pernyataan  pihak  kedua  yaitu  suami  untuk  menyatakan  kerelaan.
 3.  Dalam  hal-hal  tertentu  suami  boleh  mewakilkan  kabul dalam  akad  nikah  menurut hukum Islam. Baik menurut pendapat para imam mazhab, pasal 29  Kompilasi Hukum Islam dan Pasal 20 Peraturan Menteri Agama.
 4.  Alasan pernikahan dilaksanakan dengan cara suami mewakilkan kabul  dalam  akad nikah.
 5.  Syarat orang yang mewakili kabul dalam akad nikah.
 6.  Kasus  pernikahan  yang  dilaksanakan  dengan  cara  suami  mewakilkan  kabul dalam akad nikah di KUA kecamatan Wungu Kabupaten Madiun.
 7.  Ketentuan  Pasal  29  Kompilasi  Hukum  Islam  tentang  ketentuan  kebolehan  suami mewakilkan kabul dalam akad nikah.
  8.  Implementasi pasal 29 Kompilasi Hukum Islam dalam kasus pernikahan yang  dilaksanakan dengan cara suami mewakilkan kabul dalam akad nikah di KUA  kecamatan Wungu Kabupaten Madiun.
  



Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi