BAB I PENDAHULUAN
A Latar B Latar Be ee elakang
Masalah lakang Masalah lakang Masalah Pada
dasamya harta benda yang dimiliki oleh seseorang, merupakan milik Allah
SWT yang hanya
diamanatkan kepada setiap
manusia untuk digunakan atau dimanfaatkan untuk mclakukan setiap
aktifitas didunia. Hukum Islam telah mcnetapkan
adanya hak milik bagi perseorangan akan
harta kekayaan dan cara memperolehnya. Misalnya,
seseorang mendapatkan kekayaannya
dengan cara jual beli, tukar menukar, warisan dan yang
lain sebagainya. Baik melalui jalur pewarisan
karena hubungan nasab, perkawinan maupun melalui jalur wasiat.
Wasiat
merupakan pesan terahir yang disampaikan oleh seseorang kepada orang
lain untuk mengurusi
hartanya sesuai dengan
pesannya setelah ia meninggal
dunia.
Harta
yang dimaksud dalam pengertian di atas, bisaberupa barang, maupun manfaat untuk dimiliki oleh
orang lain. Dari pemaparan diatas, maka wasiat
berarti tas{a>ruf atau suatu
peralihan terhadap harta
peninggalan yang akan
dilaksanakan setelah meninggalnya orang yang berwasiat, dan hanya berlaku setelah yang berwasiat meninggal
dunia. Menurut sayyid sabiq wasiat Ahmad Kuzari,
System Asabalz: Dasar
Pemindahan Hak Milik
atas Harta Tinggalan, (Jakarta, P.T. Raja Ratindo Pcrsada, 1996), Imran, Kamus Bahasa Indonesia, (Surabaya:
Arloka, 2004), 214 adalah sebuah
pemberian seseorang berupa
harta atau hutang atau
sebuah kemanfaatan yang
menjadi kepemilikannya dan
akan dieksekusi setelah pewasiat meninggal.
Sedangkan
menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 171
huruf F, wasiat
adalah pemberian suatu
benda dari pewaris
kepada orang lain atau suatu lembaga yang akan berlaku
setelah pewaris meninggal dunia.
Dalam
beberapa referensi buku ilmu Fikih dijelaskansecara panjang lebar, bahwa
objek wasiat tidak
hanya berkisar antara
harta dan benda
saja, akan tetapi,
dengan seiring berkembangnya
dunia pengetahuan, juga
berupa pembebasan hutang dan
pemberian manfaat.
Dalam
kaitannya dengan wasiat berupa pemberian manfaat, maka banyak orang yang berminat untuk mendonorkan organ
tubuhnya kepada seseorang atau lembaga yang
menerima, jika ia
telah meninggal dunia.
Hal ini dimaksudkan agar setelah meninggal dunia, organ tubuhnya
dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia
dan ia juga tetap bisa berbuat baik terhadap orang lain.
Broto Wasisto, ketua Majelis Kehormatan Etika
Kedokteran, menyatakan bahwa sejak
20 tahun yang
lalu banyak orang
yang berwasiat agar
setelah meninggal dunia
organnya disumbangkan kepada
orang lain. Misalnya
salah seorang anggota
Bank Jaringan RSUD
Dr. Soetomo mewasiatkan
tubuhnya Syaikh sayyid sabiq,
Fiqh Sunnah, (Beirut: Daarul Fikr, 2006), 998 Kompilasi Hukum Islam, (Surabaya: Kesindo
Utama, 2010), 197 Dirjen Lembaga Islam Depag RI, ilmu Fikih,
(Surabaya: Penerbit Mahkota, 2006), 187 setelah
ia meninggal dunia.
Begitupula seorang anggota
Bank Mata mewasiatkan matanya setelah ia meninggal dunia.
Perkembangan
ilmu dan teknologi
bidang kedokteran saat ini menghadapkan masyarakat
pada hal-hal yang
tidak pernah terbayang sebelumnya.
Salah satu hasil
perkembangan salah satu
bidang kedokteran tersebut ialah ditemukannya teknologi
pencangkokan organ tubuh.
Dalam
praktek pencangkokan, dalam
bahasa ilmiahnya disebut
dengan transplantasi, organ
yang dicangkok itu
adakalanya diambil dari
tubuh orang lain
dan ada pula
yang diambil dari
hewan. Maka pencangkokan
dilihat dari hubungan
antara recipient (penerima
organ atau jaringan)
dan donor (penyumbang organ atau jaringan) dapat dibagi
menjadi tiga, yaitu: 1. Auto
Transplantasi atau transplantasi/pencangkokan yang
recipient dan donomya adalah satu individu. Jadi organ/jaringan
itu diambil dari tubuh sendiri.
2. Homo
Transplantasi yaitu transplantasi/pencangkokanyang resipient dan donornya
adalah dua individu
yang sejenis. Jadi
organ/jaringan itu diangkat
dari tubuh orang
yang lain. Homo
transplantasi donornya adakalanya orang yang masih hidup (living
donor) dan adakalanya orang yang sudah
meninggal (codaver donor).
Ahmad
Kuzari, Kajian Fiqh Kontemporer , (Yogyakarta:Teras, 2009), 122 3.
Hetero Transplantasi yaitu transplantasi/pencangkokan yang resipien dan donornya
adalah dua individu
yang berbeda jenisnya. Misalnya resipiennya manusia sedangkan donornya hewan.
Dalam dunia kedokteran, ditemukanya metode
pencangkokan organ tubuh ini sangat
bermanfaat bagi perkembangan
ilmu kedokteran. Baik
untuk penelitian maupun untuk
penyembuhan dan penyempurnaan organ tubuh pasien yang membutuhkan.
Penemuan
metode ini mempunyai
nilai positif bagi
dunia kedokteran, sehingga tidak lantas membuat para ulama’
kontemporer untuk berdiam diri dan tidak melakukan
penelusuran terhadap hukum
wasiat pencangkokan organ tubuh.
Al-qur’an
maupun Hadis tidak
terdapat adanya dalil
yang secara tegas menerangkan tentang
hukum wasiat pencangkokan
organ tubuh. Begitu pula pada
kitab-kitab fikih klasik.
Hukum
Islam sangatlah memperhatikan
hak-hak manusia, sejak
semasa hayatnya hingga
sesudah meninggalnya. Hukum
menguburkan mayat adalah fardu
kifayah atas orang
yang masih hidup,
terlebih pada keluarga dekat
atau tetangga mayat.
Maksud menguburkan mayat
adalah untuk menjaga kehormatan mayat itu dan menjaga kesehatan
orang-orang yang ada di sekitar tempat
itu.
Hukum Islam
melarang segala bentuk
agresi terhadap nyawa
manusia, termasuk agresi
terhadap tubuh seseorang
sesudah menjadi meninggal
dunia, kasus seperti ini dapat
dikategorikan sebagai mutilasi terhadap tubuh manusia dan pelanggaran terhadap kehormatan mayat
tersebut.Namun demikian, perlu diketahui
bahwa sistem hukum Islam juga tidak sertamelarang suatu tindakan manusia tanpa adanya suatu hikmah di balik
tindakantersebut, akan tetapi juga memasukan kepentingan
manusia sebagai bahan
pertimbangan. Hal ini didasarkan
pada kaidah-kaidah berikut: 1. Keterpaksaan membuat sesuatu yang dilarang
menjadi boleh.
Keterpaksaan membolehkan yang
dilarang 2. Kemaslahatan umum lebih didahulukan daripada
kemaslahatan khusus.
Kemaslahatan umum didahulukan
daripada kemaslahatankhusus 3. Ketika
dua kepentingan yang
saling bertentangan bertemu,
maka kepentingan yang
dapat membawa manfaat
yang lebih besarlah
yang didahulukan Imam Jalaluddin Abdur Rahan ibn Abi
Bakar,A1-Asybah wa An-Nad}oir,(Indonesia: A1-Haramain Jaya, 2008), Ahmad
Rofiq, Fiqh Kontekstual:
dari Normatif ke
Pemaknaan Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), Jika dua
kepentingan yang saling
bertentangan berkumpul, maka
diambil yang membawa manfaat
lebih besar Kaidah-kaidah di
atas ditetapkan berdasarkan
prinsip-prinsip yang mengutamakan
kepentingan umum dan
mencegah hal-hal yang
bertentangan dengannya. Jadi,
jika kemaslahatan umum yang ditimbulkan oleh suatu tindakan lebih
berat bobotnya dibandingkan
aspek negatifnya, maka tindakan
itu dibolehkan, tetapi
jika akibat negatif
dari tindakan itu
lebih banyak dibandingkan kebaikannya, maka tindakan itu
dilarang.
Kegiatan
mewasiatkan tubuh setelah
pendonor meninggal dunia
saat ini banyak
terjadi di masyarakat
luas, salah satunya
terdapat di Bank
Jaringan RSUD Dr. Soetomo. Bank
jaringan ini menerima wasiattubuh pendonor dengan beberapa
syarat dan ketentuan,
salah satunya adalah persetujuan ahli
waris pendonor. Tidak hanya
terjadi di Bank Jaringan RSUDDr.Soetomo, akan tetapi juga
terjadi di Malang,
adalah, pasangan suami-istri,
Soesanto dan Hanna Rosilawati. Sejak
tahun 1986, keduanya
telah membuat surat
wasiat dengan pengesahan
notaris yang menyatakan
bahwa kelak bila keduanya
meninggal, maka mereka akan
menyumbangkan korneanya pada bank mata di kota itu, dan menyerahkan
seluruh jasadnya pada
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya-
Malang, untuk digunakan
sebagai cadaver (tubuh
manusia yang Imam Jalaluddin Abdur Rahan ibn Abi Bakar,
Al-Asybah Wa An-Nadloir, 64 digunakan
untuk praktika kedokteran). Niat tulus Pak Soesanto yang merupakan bungsu
dari 6 bersaudara
ini, ternyata menginspirasi
kakak tertuanya, Budi Setiawan,
yang juga ikut membuat wasiat yang sama.
Sayang, di tahun 2003 si kakak
sulung, Budi Setiawan telah berpulang. Pak Soesanto pun melaksanakan wasiat
yang telah diamanatkan
sang kakak. Kornea
mata Pak Budi
ternyata telah membantu
seorang gadis kecil
yang membutuhkan dan jasadnya
telah diserahterimakan pada FK.
Univ. Brawijaya.
Dari latar
belakang di atas
dapat diketahui bahwa
hukum wasiat tubuh harus dipahami
oleh mahasiswa syariah
untuk kepentingan profesionalisme seorang pakar hukum Islam dalam menangani kasus
yang sedang dihadapi oleh kliennya di
dalam kehidupan masyarakat.
Tetapi di lain
pihak sesama umat muslim
juga harus saling menjaga keutuhan tubuh orang yang telah meninggal karena
itu salah satu
bentuk penghormatan orang
yang masih hidup
terhadap orang yang
telah meninggal tersebut.
Oleh karena itu
penulis akan mencoba mengangkat
tema "Tinjauan Hukum
Islam Terhadap Wasiat
Organ Tubuh (Studi Kasus di Bank Jaringan RSUD Dr
Soetomo)” dalam bentuk skripsi.
B Identifikasi dan Batasan Masalah
Identifikasi dan Batasan Masalah Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah penulis paparkan di atas, maka dapat ditulis identifikasi masalah
sebagai berikut: Kick Andy,
"Berbagi Organ, Berbagi Kasih,” dalam http: //kickandy.com/theshow/1/1/2035/read/BERBAGI-ORGA-BERABAGI-KASIH/
(25 pcbruari 2011) 1. Wasiat dalam Islam 2.
Wasiat tubuh dalam Islam 3. Tubuh sebagai objek dari Wasiat 4.
Praktek wasiat tubuh di Bank Jaringan RSUD Dr.soetomo Dari
identifikasi masalah tersebut
penulis membatasi pada
dua batasan masalah: 1.
Praktek pelaksanaan organ
tubuh sebagai objek
wasiat di Bank
Jaringan RSUD Dr.Setomo? 2.
Tinjauan Hukum islam terhadap praktek pelaksanaan wasiat tubuh di Bank Jaringan RSUD Dr.Soetomo.
C.
Rumusan Masalah Rumusan Masalah Berdasarkan latar
belakang yang telah
dijelaskan secara panjang
lebar diatas, maka
dapat di tarik
beberapa rumusan masalah
yang menjadi pokok bahasan,
yaitu: 1. Bagaimana
praktek pelaksanaan organ
tubuh sebagai objek
wasiat di Bank Jaringan
RSUD Dr.Soetomo? 2 22 2. .. . Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap
praktek pelaksanaan wasiat tubuh di Bank
Jaringan RSUD Dr.Soetomo?
D. Kajian Pustaka Kajian Pustaka Dalam beberapa penelitian yang membahas
tentang wasiat tubuh, penulis menemukan beberapa
skripsi yang berhubungan
dengan penelitian ini,
yaitu: Pertama, dengan
judul "Tinjauan Hukum
Islam Terhadap Transplantasi
Organ Tubuh Melalui Jalur
Wasiat”, oleh Nur Hasyim.
Hasil
kesimpulan penelitian pertama bahwa pada dasarnya, layaknya objek wasiat adalah sesuatu yang menjadi milik
seseorang sehingga tubuh yang telah tidak bernyawa bukanlah termasuk kepemilikan
dari manusia, melainkan hanya pinjaman atau
telah kembali kepada
pemiliknya yaitu Allah SWT.
Dalam penelitian yang
pertama juga menyatakan
bahwasannya obyek wasiat tidak hanya
berkisar antara harta dan benda saja, akan tetapi juga berupa pembebasan hutang
dan pemberian manfaat.
Berkaitan
dengan pemberian manfaat,
maka banyak orang
yang berminat untuk
mendonorkan organ tubuhnya
jika ia telah meninggal
dunia. Hal ini dimaksudkan agar setelah meninggal dunia ia tetap bisa berbuat baik terhadap orang lain.
Nur
Hasyim, Tinjauan Hukum Islam Terbadap Transplantasi Organ Tubuh Melalui Jalur Wasiat, (Surabaya: Skripsi Jurusan AS Fakultas
Syari’ah IAlN Sunan Ampel Surabaya, 2006) Dirjen Lembaga Islam Depag RI, Ilmu Fiqih,
187 Kedua, berjudul
"Wasiat Pencangkokan Organ
Tubuh (Studi Komparatif atas
Putusan Majlis Tarjih
Muhammadiyah dan Bahtsul Masail Nahdlatul ulama’)" oleh Efi Nur Afiyah
:� '!> � @� � � esuai
dengan ketentuan yang
ada dan Ibid.
mengetahui pendapat
kepala KUA bagaimana
pelaksanaan pernikahan yang dilaksanakan
dengan cara suami mewakilkan kabul dalam
akad nikah di wilayah kerjanya.
B Identifikasi dan Batasan Masalah
Identifikasi dan Batasan Masalah Dari latar
belakang masalah yang
telah peneliti paparkan
di atas, maka identifikasi
masalah yang peneliti peroleh adalah sebagai berikut: 1.
Akad nikah berupa
s}i>gat ijab kabul
merupakan salah satu
dari syarat sah nikah.
2.
S{i>gat kabul adalah
pernyataan pihak kedua
yaitu suami untuk
menyatakan kerelaan.
3.
Dalam hal-hal tertentu
suami boleh mewakilkan
kabul dalam akad nikah menurut
hukum Islam. Baik menurut pendapat para imam mazhab, pasal 29 Kompilasi Hukum Islam dan Pasal 20 Peraturan
Menteri Agama.
4.
Alasan pernikahan dilaksanakan dengan cara suami mewakilkan kabul dalam akad
nikah.
5.
Syarat orang yang mewakili kabul dalam akad nikah.
6.
Kasus pernikahan yang
dilaksanakan dengan cara
suami mewakilkan kabul dalam akad nikah di KUA kecamatan Wungu
Kabupaten Madiun.
7.
Ketentuan Pasal 29
Kompilasi Hukum Islam
tentang ketentuan kebolehan suami mewakilkan kabul dalam akad nikah.
8. Implementasi pasal 29 Kompilasi Hukum Islam
dalam kasus pernikahan yang dilaksanakan
dengan cara suami mewakilkan kabul dalam akad nikah di KUA kecamatan Wungu Kabupaten Madiun.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi