Rabu, 20 Agustus 2014

EFEKTIVITAS PENGAWASAN PENGELOLAAN ZAKAT ( Studi Kasus di Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah Kementerian Agama Kabupaten Batang )


BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Istilah  pengawasan  bukanlah  hal  yang  asing  bagi  kita,  menurut  Mahmud  Hawari,  pengawasan  adalah  mengetahui  kejadian-kejadian  yang  sebenarnya  dengan  ketentuan  dan  ketetapan  peraturan,  serta  menunjuk  secara tepat terhadap dasar-dasar  yang telah ditetapkan dalam perencanaan  semula  (Muhammad  Hasan,  2011:25).  Pengawasan  harus  dilakukan  untuk  menjaga  agar  pelaksanaan  kegiatan  sesuai  dengan  rencana  yang  telah  ditetapkan.  Melalui  pengawasan  dapat  dilakukan  penilaian  apakah  suatu  entitas  telah  melaksanakan  kegiatan  sesuai  dengan  tugas  dan  fungsinya  secara  hemat,  efisien,  efektif,  serta  sesuai  dengan  rencana,  kebijakan  yang  telah ditetapkan dan ketentuan yang berlaku.
Proses pengawasan merupakan kewajiban yang terus menerus harus  dilakukan  untuk  pengecekan  terhadap  jalannya  perencanaan  dalam  organisasi, dan untuk memperkecil tingkat kesalahan kerja. Kesalahan kerja  dengan adanya pengontrolan dapat ditemukan penyebabnya dan diluruskan.
Nilai  pengawasan  sangat  strategis  karena  hasil  akhir  dari  semua  proses  akan  menjadi  taruhan  jika  fungsi  kontrol  atau  pengawasan  tidak  berjalan  dengan  benar.  Banyak  sekali  manfaat  yang  dapat  diambil  ketika  control berjalan, misalnya untuk memonitor, memberikan penghargaan serta  menegaskan berbagai perilaku positif, menjadikan segala sumber daya tetap  berjalan direlnya, memelihara anggaran, mengkoordinasikan standar hukum,  1   aturan dasar serta norma-norma yang sudah  ditetapkan dan lain-lain (Cahyo  Pramono. Pengawasan, Sumber www. Waspada Online. Com. Diambil dari  internet 19 Oktober 2011).

Unsur  pengawas  dalam  struktur  organisasi  BAZIS  adalah  Komisi  Pengawas. Pengawasan terhadap organisasi BAZIS dilakukan secara khusus  oleh  Komisi  Pengawas  yang  dibentuk  oleh  pemerintah  atau  oleh  pengurus  BAZIS itu sendiri.
Tugas  utama  komisi  pengawas  dimuat  dalam  Keputusan  Menteri  Agama  Nomor  581  Tahun  1999  Pasal  9  Ayat  3.  Dalam  pasal  tersebut  disebutkan bahwa tugas komisi pengawas adalah melaksanakan pengawasan  terhadap  pelaksanaan  tugas  administratif  dan  teknis  pengumpulan,  pendistribusian,  pendayagunaan  zakat,  serta  penelitian  dan  pengembangan  pengelolaan zakat.
Tugas tersebut dapat dirinci sebagai berikut: 1)  Mengawasi pelaksanaan rencana kerja yang telah disahkan.
2)  Mengawasi  pelaksanaan  kebijakan-kebijakan  yang  telah  ditetapkan  dewan pertimbangan.
3)  Mengawasi  operasional  kegiatan  yang  dilaksanakan  badan  pelaksanaan yang mencakup pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan.
4)  Melakukan  pemeriksaan  operasional  dan  pemeriksaan  syari’ah (Muhammad Hasan, 2011:52).
Selain itu efektivitas pengawasan juga selalu dirasakan sebagai suatu  hal yang sukar dijalankan. Efektivitas berarti keberhasilan (usaha, tindakan).
 Maka  agar  pelaksanaan  suatu  kebijakan  dapat  berjalan  efektif  diperlukan  standar untuk mengukur sejauh mana keberhasilan yang telah dicapai, yakni  meliputi  efektivitas  pada  tingkat  prosedural  dan  efektivitas  pada  tingkat  subtansial (Soedjono, 1999:17).
Efektivitas  pada  tingkat  prosedural  yang  dimaksud  adalah  apakah  aturan  yang  sudah  ada  telah  dilaksanakan  oleh  Komisi  Pengawas  dalam  melaksanakan  pengawas  dalam  tubuh  BAZIS  Kementerian  Agama  Kabupaten Batang. Sedangkan efektivitas secara subtansial yang dimaksud  adalah melihat dan mengetahui bagaimana pelaksanaan itu berjalan dan apa  yang  telah  dicapai  melalui  cara  monitoring,  evaluasi  dan  rekomendasi.
Dalam  prakteknya  kedua  perspektif  tersebut  saling  berdialektika  dan  mengisi,  serta  dapat  digunakan  secara  bersamaan  untuk  mengukur  efektivitas pengawasan.
Adanya  efektivitas  pengawasan  dapat  memberikan  garansi  adanya  kepastian  dalam  organisasi  di  BAZIS  Kementerian  Agama  Kabupaten  Batang,  khususnya  dalam  masalah  pengawasan,  sehingga  memperkecil  peluang terjadinya pelanggaran. Hal tersebut sangatlah masuk  akal, karena  di dalam tubuh BAZIS terdapat sebuah komisi yang akan mengawasi sepak  terjang lembaganya dalam menjalankan tugas yang telah diamanatkan dalam  BAZIS Kementerian Agama Kabupaten Batang.
Kemudian realitas yang ada dimana BAZIS di Kementerian Agama  Kabupaten Batang merupakan bentuk untuk mencapai daya guna, hasil guna  dan  akuntabilitas  dalam  pengelolaan  dana  zakat,  infaq,  dan  shodaqoh.
 Sehingga  dapat  meningkatkan  peran  serta  umat  Islam  Kabupaten  Batang  dalam  rangka  pembangunan  manusia  seutuhnya  dengan  penggalian  dan  pengelolaan  dana  zakat,  infaq,  dan  shodaqoh.  BAZIS  di  Kementerian  Agama Kabupaten Batang juga dapat mewujudkan pengelolaan Zakat, Infaq,  dan Shodaqoh (ZIS), yang berdaya guna dan berhasil guna berdasarkan asa  keadilan dan keterbukaan.
Seiring berjalannya waktu BAZIS di Kementerian Agama Kabupaten  Batang  mengalami  peningkatan,  dalam  hal  pengumpulan  dana  zakat,  infaq  dan shodaqoh.  Hal ini dibuktikan dengan semakin bertambahnya perolehan  dan  meningkatnya  pula  dana.  Pengelolaan  zakat  secara  profesioal,  perlu  dilakukan  dengan  saling  keterkaitan  antara  berbagai  aktivitas  yang  terkait  dengan  zakat.  Dalam  hal  ini,  keterkaitan  antara  pengumpulan,  pendistribusian  serta  pengawasan.  Semua  aktivitas  tersebut  harus  menjadi  satu kegiatan yang utuh, tidak dilaksanakan secara persial (sendiri-sendiri).
Jika  semua  kegiatan  tersebut  tetap  dilaksanakan  secara  persial,  maka  keberhasilan  dalam  pengumpulan  zakat  dan  pendayagunaan  zakat  sangat  pesimis akan terwujud.
Sedangkan  ketika  berbicara  tentang   zakat,  zakat  merupakan  salah  satu amalan dalam ajaran Islam yang memiliki dua  dimensi, yakni dimensi  vertikal  dan  dimensi  horizontal.  Ibadah  zakat  bila  ditunaikan  dengan  baik,  akan meningkatkan kualitas keimanan, membersihkan dan mensucikan jiwa,  dan  mengembangkan  serta  memberkahkan  harta  yang  dimiliki  (Asnaini,  2008:2).
 Zakat  merupakan  ibadah  maaliyyah  ijtima’iyyah  yang  memiliki  posisi sangat penting, strategis dan menentukan baik dilihat dari sisi ajaran  Islam maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat (Yusuf Qaradhawi,  1993:235).
Dalam  Al-qur’an  kesediaan  orang  berzakat  dipandang  pula  sebagai  orang yang selalu berkeinginan untuk membersihkan diri dan jiwanya.
 “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat  itu  kamu  membersihkan  dan  mensucikan  mereka” (Departemen Agama RI : 297).
Berdasarkan ayat tersebut dapat dipahami bahwa kata  ذخ  dalam ayat  di  atas  menunjukkan  bahwa   mengumpulkan  zakat  dari  para  muzakki  oleh  amil  zakat  hukumnya  wajib  (Muhammad  Hasan,  2011:7).  Oleh  sebab  itu,  sudah  jelas  bahwa  zakat  itu  diambil  (dijemput)  dari  orang-orang  yang  berkewajiban  untuk  berzakat  (muzakki)  untuk  kemudian  diberikan  kepada  mereka  yang  berhak  menerimanya  (mustahiq).  Yang  mengambil  dan  yang  menjemput tersebut adalah para petugas (amil).


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi