Rabu, 20 Agustus 2014

Skripsi Dakwah:GAGASAN MASDAR FARID MAS’UDI TENTANG PAJAK ITU ZAKAT (Studi Analisis Manajemen Zakat Terhadap Pengelolaan Zakat)


BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang  Zakat adalah kewajiban atas harta tertentu, untuk kelompok tertentu, dan  dalam waktu tertentu pula. Zakat merupakan nama atau sebutan dari sesuatu yang  dikeluarkan  seseorang  kepada  orang-orang  yang  berhak  menerimanya,  artinya  zakat  menjadi salah satu rukun Islam  yang  berhubungan  langsung dengan  harta  dan  kondisi  sosial.  Dengan  zakat,  seseorang  baru  sah  bergabung  dengan  umat  Islam dan diakui keislamannya, disamping s yahadat dan shalat. (Mu’is, 2011: xv) Sebagai  salah satu topik  yang  selalu  menarik untuk dikaji, telah  banyak  literatur  mencoba  melihat zakat dari  berbagai  sisinya, seperti dari aspek  hukum  (fiqh), manajemen, potensi dan peranannya dalam pengentasan kemiskinan (Ali,  2006: xix). Ulama tidak berselisih paham mengenai adanya k ewajiban membayar zakat  bagi  Muslim  yang  mampu,  akan  tetapi  k enyataan  menunjukkan  masih  minimnya  potensi  zakat  yang  bisa  digali.  Potensi  zakat  di  Indonesia  bisa  dikatakan  luar  biasa,  diperkirakan  potensi  zakat  Indonesia  tahun  2008  sebesar  Rp.  19  triliun  per  tahun,  belum  lagi  jika  ditambah  dengan  infaq,  shadaqah  dan  wakaf.  Namun  pada  kenyataannya  saat  ini  baru  terkumpul  kurang  dari  2,5  persennya atau Rp 900 miliar per tahun. Hal ini menunjukkan masih kurangnya  kesadaran  muzakki  untuk  menunaikan  kewajiban  zakatnya,  terutama  melalui  lembaga pengelola zakat (Mahmudi, 2009: v) .

 Dalam  sepuluh  tahun  terakhir,  ada  kemajuan  yang  cukup  pesat  dalam  penggalangan  dana  ZIS  (zakat,  infaq  sedekah).  Beberapa  lembaga  seperti  Yayasan  Dompet  Dhuafa  Republika  (DD)  di  Jakarta,  Yayasan  Dana  Sosial  AlFalah  (YDSF)  di  Surabaya,  Yayasan  Darut  Tauhid  (DT)  di  Bandung,  Pos  Keadilan  Peduli  Umat  (PKPU)  di  Jakarta,  dan  Rumah  Zakat  Indonesia  di  Bandung,  melakukan penggalangan ZIS secara profesional dan  inovatif. Seperti  layaknya lembaga filantropi modern, mereka menggunakan strategi  direct email,  media campaign, special event, dan strategi  modern  lainnya dalam  menggalang  ZIS.
Sayangnya,  kemajuan  dalam  hal  penggalangan  ZIS  ini  tidak  diimbangi  dengan terobosan  baru  di  bidang distribusi  atau pemanfaatan. Pemanfaatan ZIS  sampai  saat  ini  masih  terbatas  pada  masalah-masalah  charity  (penyantunan  sosial).  Program  yang  dilakukan  biasanya  berkutat  pada  pembangunan  masjid  dan  madrasah,  penyantunan  fakir  miskin,  anak  yatim,  dan  bantuan  untuk  masyarakat  korban  bencana.  Sementara  program-program  lain  yang  sebenarnya  juga penting dan menjadi agenda umat Islam, seperti advokasi kebijakan publik,  bantuan  hukum,  HAM,  perlindungan  anak,  pelestarian  lingkungan,  pemberdayaan  perempuan,  dan  program-program  lainnya  kurang  mendapat  dukungan pendanaan (Mas’udi, 2004: v).
Pada  dasarnya  terdapat  tiga  aspek  yang  terkait  dengan  pelaksanaan  kewajiban zakat.  Pertama,  aspek moral dan psikologis. Dari segi ini diharapkan  zakat  dapat  mengikis  ketamakan  dan  keserakahan  pada  diri  manusia.  Kedua, aspek  sosial.  Dari  segi  ini  zakat  bertindak  sebagai  instrumen  yang  diberikan   Islam  untuk  menghapus  tingkat  kemiskinan  dan  sekaligus  menyadarkan  orang orang kaya akan tanggungjawab sosial yang dibebankan  agama kepada mereka.
Ketiga,  aspek  ekonomi.  Disini  zakat  difungsikan  untuk  mencegah  penumpukan  harta pada sebagian kecil orang dan mempersempit kesenjangan ekonomi dalam  masyarakat.  Dengan  kata  lain,  zakat  sebagai  effort  to flowing  yang  difungsikan  sebagai  pengendalian  terhadap  sifat  manusia  yang  cenderung  senang  terhadap  akumulasi kekayaan (Syafe’i, 2009: v).
Di sisi lain, umat  Islam di Indonesia dan  di negara-negara Islam lainnya  menghadapi masalah yang aktual mengenai pajak dan zakat. Yaitu umat Islam di  negara  yang  pemerintahannya  tidak  menangani  langsung  pengelolaan  zakat,  seperti  Indonesia,  dan  pemerintah  memungut  pajak  yang  jumlahnya  melebihi  jumlah zakatnya, tetapi pemerintah menggunakan sebagian pajak itu untuk semua  atau sebagian dari delapan  ashnaf  penggunaan zakat yang dapat diketahui lewat  GBHN, Pelita dan APBN nya (Yafie, 1997: 118-120), maka apakah pembayaran  pajaknya  bisa  diniati  sebagai  pembayaran  zakatnya,  atau  dicarikan  solusi  lain  untuk menghindari kewajiban rangkap yang bisa memberatkan.
Pembayaran ganda antara pajak dan zakat tidak dikenal pada zaman Nabi,  karena umat Islam pada waktu itu hanya membayar zakat, sedangkan masyarakat  non-Islam membayar  jizyah, dharibah  atau pajak. Pungutan ganda mulai dikenal  pada  zaman  thabi’in  (pengikut  ajaran  Nabi)  dan  imam-imam  madzhab.  Hal  ini  diawali  oleh  tuntutan  pajak  pada  tanah-tanah  kafir  pada  daerah  taklukan.
Kemudian  saat  tanah-tanah  tersebut  dibeli  oleh  orang  Islam  atau  pemiliknya   (anak cucunya) masuk Islam, zakat dan pajak itu ditetapkan (Sadjali, dkk, 1991:  159).
Sistem  perpajakan  sekarang  ini  memang  sesuai  dengan  hukum-hukum  syari’at  Islam,  selama  pajak  tersebut  dikumpulkan  dari  orang  yang  wajib  mengeluarkannya  secara  adil  dan  dibelanjakan  untuk  hal-hal  yang  dihalalkan  Allah, serta berorientasi pada kebaikan, kemanfaatan, peningkatan dan kemajuan  umat (Aibak, 2009: 164).
Berbagai pendapat telah  berkembang di masyarakat  mengenai persamaan  dan perbedaan antara zakat dan pajak. Jika dilihat secara lahiriah antara zakat dan  pajak  dalam  status  hukum  maupun  pemanfaatannya  mempunyai  beberapa  persamaan, namun tetap ada perbedaan dalam pengertian, tata cara pengambilan,  maupun dalam penggunaannya.
Zakat  dan  pajak,  meski  keduanya  sama-sama  merupakan  kewajiban  dalam  bidang  harta,  namun  keduanya  mempunyai  falsafah  yang  khusus  dan  keduanya  berbeda  sifat  dan  asas,  sumber,  sasaran,  bagian  serta  kadarnya,  disamping  berbeda  pula  mengenai  prinsip,  tujuan  dan  jaminannya  (Qardawi,  1991: 998).
Pakar  ekonomi  kontemporer  mendefinisikan  bahwa  pajak  ialah  sebagai  kewajiban untuk  membayar tunai  yang ditentukan oleh pemerintah atau pejabat  yang  berwenang  dan  bersifat  mengikat  tanpa  adanya  imbalan  tertentu (Kartika,  2006: 47).
Pemerintah  Indonesia  telah  menerbitkan UU No.38 Tahun 1999 tentang  pengelolaan  zakat  dan  UU  No.17  tahun  2000  tentang  pajak  penghasilan  untuk   mengakomodasi  umat  Islam  yang  membayar  zakat  dan  pajak.  Ditengah  menguatnya  peranan  pajak  dalam  penerimaan  kas  Negara,  secara  bersamaan  muncul  sebuah  kesadaran  umat  akan  peranan  zakat.  Dua  hal  ini  menuntut  pengelolaan  yang  tepat.  Manajemen  yang  buruk  akan  menimbulkan  efek  yang  kontra produktif dalam pembangunan nasional (Iqbal, 2009: 4).
Setelah  diamati,  pengertian  zakat  dan  pajak  pada  prinsipnya  keduanya  diserahkan  kepada  negara  (amil)  untuk  kepentingan  umum  dan  pembangunan.
Setiap  warga  negara  mempunyai  kewajiban  untuk  mengeluarkan  zakat  (bagi  orang yang sudah memenuhi ketentuan) dan pajak  (Aibak, 2009: 159).
Akan  tetapi  persoalan  muncul  ketika  masyarakat  Indonesia  harus  mengalami  dualisme  pembayaran  atas  kewajiban  sebagai  umat  Islam  maupun  sebagai warga negara,  yaitu zakat dan pajak. Realitas yang berkembang terwujud  sebuah solusi atas permasalahan tersebut, dengan adanya  bukti pembayaran zakat  dapat dijadikan sebagai pengurang pembayaran pajak negara.
Di Malaysia, kebijakan pemerintah berupa zakat sebagai pengurang pajak  perlu  ditiru  oleh  negara-negara  lain  yang  ingin  memacu  peningkatan  pengumpulan zakat. Sayangnya, Indonesia belum mampu menerapkan ke bijakan  semacam  ini  secara  utuh.  Ketentuan  yang  saat  ini  berlaku  adalah  zakat  sebagai  pengurang  penghasilan  kena  pajak,  bukan  pengurang  pajak  secara  langsung.
Akibatnya, masyarakat kurang antusias menggunakan haknya untuk menyertakan  Bukti  Setor  Zakat  (BSZ)  dalam  berkas  pelunasan  pajak  (SPT)  (Hafidhuddin,  2008: ix).


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi