Kamis, 21 Agustus 2014

PANDANGAN TOKOH AGAMA TERHADAP PELAKSANAAN JUALBELI BILYET GIRO DI DESA NGENI KECAMATAN WARU KABUPATEN SIDOARJO DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM


BAB I  PENDAHULUAN  
A. Latar Belakang Masalah  Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi. Dengan  berinteraksi, mereka dapat mengambil dan memberikan manfaat. Salah satu  praktek yang merupakan hasil interaksi sesama manusia adalah terjadinya jual  beli yang dengannya mereka mampu mendapatkan kebutuhan yang mereka  inginkan. Islam pun mengatur permasalahan ini dengan rinci dan seksama  sehingga ketika mengadakan transaksi jual beli, manusia mampu berinteraksi  dalam koridor syariat dan terhindar daritindakan-tindakan aniaya terhadap  sesama manusia, hal ini menunjukkan bahwa Islam merupakan ajaran yang  bersifat komprehensif.
Untuk itu seorang muslim diperbolehkan bekerja baik dengan jalan  bercocok tanam, berdagang, menjadi pegawai dan pekerjaan apapun selama  pekerjaan tersebut tidak bertentangan dengan syariat, maka dalam bermuamalah  Allah meletakkan norma-norma yang dijadikan sebagai landasan agar manusia  tidak mengambil hak orang lain dengan cara yang bathil. Syaikh Ali Ahmad Jurjawi, Falsafah dan Hikmah Hukum Islam,Terj. Hadi Mulyo  (Semarang: CV Asy-Syifa’, 1992), 375.
Seseorang yang terjun ke dunia usaha,berkewajiban mengetahui hal-hal  yang dapat mengakibatkan jual beli tersebut sah atau tidak. Ini dimaksudkan  agar muamalah berjalan sah dan segalasikap dan tindakan yang dilakukan jauh  dari kerusakan yang tidak dibenarkan.

Tidak sedikit kaum muslimin yang mengabaikan mempelajari muamalah,  mereka melalaikan aspek ini, sehinggatidak perduli jika mereka memakan  barang haram, sekalipun semakin hari usahanya kian meningkat dan keuntungan  semakin banyak.
 Dalam pelaksanaan jual beli, hal yang paling penting diperhatikan ialah  mencari barang yang halal untuk diperjual belikan atau diperdagangkan dengan  cara yang sejujur-jujurnya. Bersih dari segala sifat yang dapat merusak sifat jual  beli seperti, penipuan, pencurian, perampasan, riba dan lain-lain.
 Pada pembahasan masalah muamalah dan jual beli hukum asalnya adalah  boleh dan halal. Tidak ada larangan dan tidak berstatus haram, sampai  didapatkan dalil dari syariat yang menetapkannya. Allah swt berfirman "Dan Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba".
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah juz 12, Terj.Kamaludin A. Marzuki (Bandung: PT al Ma’arif,  1996), 46.
 Ibnu Mas’ud, Fiqih Madzhab Syafi’i (Edisi Lengkap) Buku 2(Bandung: Persada Setia,  2007), 24.
 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya(Jakarta: Yayasan Penyelenggara  Penterjemah al-Qur’an, 1971), 275.
3    Allah tidak menciptakan manusia dengan derajat dan kedudukan yang  sama ada yang tinggi dan ada yang rendah, ada yang kaya dan ada yang miskin,  ada yang besar dan ada yang kecil, adanya perbedaan ini supaya manusia dapat  saling membutuhkan satu sama lain. Selain sebagai mahluk yang tidak sempurna  manusia juga sebagai mahluk sosial yang tidak bisa memenuhi kebutuhannya  sendiri tanpa berintraksi dengan orang lain, oleh sebab itu diwajibkan bagi  mereka untuk saling tolong menolong. Allah swt berfirman dalam al-Qur’an:  َ “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan  jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” Dari uraian-uraian di atas terlihat bahwa selama bentuk-bentuk  muamalah yang direkayasa manusia dizaman kontemporer tidak bertentangan  dengan nash al-Qur’an dan as-Sunnah maka persoalan muamalah itu dapat  diterima, dengan syarat sejalan dengan Maqasid as-Syariah, yaitu untuk  kemaslahatan umat manusia.
 Dan sepanjang ridha, kejujuran, keadilan melekat  dalam suatu proses muamalah tanpa ada unsur kebatilan dan kezaliman, maka  bentuk transaksi itu diperbolehkan.
Perkembangan zaman dan majunya teknologi dunia yang semakin pesat,  berdampak pula dalam sektor perdagangan. Kemajuan di bidang ini semakin                                                                Ibid.,157.
 Nasroen Haroen, Fiqih Muamalah(Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), 24.
4    tampak ketika banyak sekali orang yang dalam melakukan transaksi tidak lagi  menggunakan uang sebagai alat pembayaran, melainkan cukup dengan  menerbitkan surat berharga baik untuk pembayaran kontan maupun sebagai alat  pembayaran kredit.
 Bilyet giro yang telah banyak digunakan dalam lalu lintas pembayaran  merupakan alat pembayaran yang praktis dan aman serta dapat dipertanggung  jawabkan, meskipun demikian, kendala yang dihadapi seorang penjual bila  dibayar dengan bilyet giro adalah tenggang waktu (tanggal efektif). Kendala  seperti ini dirasakan oleh beberapa produsen ketika modal untuk membeli bahan  baku mulai berkurang, di samping itu perputaran uang yang dibutuhkan saharihari semakin lambat.
Seperti halnya pada masyarakat desa Ngeni kecamatan Waru kabupaten  Sidoarjo yang mayoritas penduduk beragama Islam dan dalam memenuhi  kebutuhan hidup mereka mayoritas bermata pencarian sebagai pengusaha sandal  dan buruh sandal dengan tingkat ekonomi yang berbeda-beda, sehingga dalam  memenuhi kebutuhan mereka hanya mengandalkan hasil dari pesanan sandal  yang tidak menentu.
Di desa Ngeni kecamatan Waru kabupaten Sidoarjo terdapat prakter jual  beli bilyet giro yang sebagian besar dilakukan oleh para pengusaha sandal yang  beragama Islam, tetapi dalam pelaksanaannya menampakkan hal-hal yang kurang                                                                Imam Prayogo, Djoko Prakoso, Surat Berharga Alat Pembayaran dalam Masyarakat (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995), 3.
5    tepat bila ditinjau dari aturan jual beli dalam Islam. Yakni dalam pelaksanaan  jual beli bilyet giro tersebut terdapatpengurangan sebesar 5 %, dan hal tersebut  tentu saja merugikan penjual karena secara otomatis nominal yang ada pada  bilyet giro tersebut berkurang.
Menurut pengamatan sementara di lapangan, Bilyet Giro adalah sarana  perintah pembayaran untuk menarik simpanandana di bank, jadi bilyet giro itu  sejenis cek. Pelaksanaan jual beli bilyet giro yang dilakukan oleh masyarakat  Ngeni kecamatan Waru kabupaten Sidoarjo adalah sebagai berikut, kerena  sebagian besar masyarakat desa Ngeni bermata pencarian sebagai pengusaha  sandal sedangkan dalam prakteknya parapembeli sandal membayar sandal  tersebut dengan bilyet giro. Bilyet giroyang diberikan oleh para pembeli sandal  baru bisa di cairkan sekitar 3-5 bulan tergantung kesepakatan antara penjual dan  pembeli, sedangkan para pengusaha sandal membutuhkan modal untuk membeli  bahan baku agar tetap bisa terus berproduksi.
Untuk mengatasi hal tersebut, biasanya para pengusaha sandal mencari  alternatif yang paling mudah dan cepat untuk menambah modal. Alternatif yang  paling mudah dan sering dilakukan adalah dengan melakukan jual beli bilyet giro  kepada para pemilik modal.Para pemilik modal bersedia membeli bilyet giro  tersebut dengan syarat, yaitu adanyapotongan sekitar 5 % untuk per bulannya.
Dan apabila penjual bilyet giro tersebutsetuju maka si pemilik modal akan  membayar dengan uang kontan kepada mereka.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi