Rabu, 20 Agustus 2014

Skripsi Dakwah:ANALISIS DAKWAH TERHADAP KETAATAN WARTAWAN PERSATUAN WARTAWAN INDONESIA (PWI) CABANG JAWA TENGAH PADA KODE ETIK JURNALISTIK


 BAB I  PENDAHULUAN
 1.1.  Latar Belakang  Kode Etik Jurnalistik adalah suatu sistem pengaturan norma perilaku,  nilai-nilai  moral,  dan  prinsip-prinsip  benar  dan  salah  dalam  kegiatan  menghimpun  berita.  Kode  etik  meliputi  rambu-rambu  berbagai  perilaku  wartawan dalam penelitian berita (Atmadi, 1985: 37).
Etika  jurnalistik  berfungsi  sebagai  landasan  dan  pedoman  bagi  perilaku para wartawan dalam melaksanakan tugas kewartawanannya, baik  dari proses peliputan maupun penelitian berita, sehingga kode etiklah yang  akan membimbing wartawan dalam tugasnya sebagai tenaga professional.
Kode Etik Jurnalistik PWI pertama kali dirumuskan pada konferensi  PWI  di  Malang  pada  bulan  Februari,  tahun  1947.  Kode Etik  Jurnalistik  tersebut dianggap masih  kurang  sempurna  dan  kemudian  diperbaharui  dan  dirumuskan kembali di Jakarta tahun 50-an di bawah pimpinan komisi yang  diketuai oleh Suardi Tasrif yang saat itu masih menjabat sebagai pimpinan  redaksi  Harian  Abadi  (Suf  Kasman,  2004:  36).  Idealnya,  dengan  adanya  Kode  Etik  Jurnalistik  seharusnya  tumbuh-kembang  pers  berada  dalam  kendali  etika  yang  sesuai  dengan  pedoman  yang  tentunya  dapat  tercapai  keselarasan  dengan  perkembangan  politik  dan  seluruh aspek  kehidupan  masyarakat. Namun dalam realitasnya tidak demikian,Kode Etik Jurnalistik  2  tetap ada sebagai seperangkat aturan, namun pelanggaran-pelanggaran tidak  secara otomatis berkurang.

Fenomena  pers  dewasa  ini  menunjukkan  bahwa  pers  tidak  segansegan  melakukan  bentuk-bentuk  kekerasan  simbolik  karena  fakta  yang  dikemas  dalam  bahasa  (berita)  telah  disisipi  berbagai  kepentingan  yang  bukan merupakan pengetahuan yang sesungguhnya, tetapi pengetahuan dari  berbagai pihak yang dilebur ke dalam bentuk berita (Awaludin, 2005: 179).
Hal sejenis tidak saja terjadi satu-dua kasus saja,namun kerap kali  terjadi  baik  pada  proses  peliputan,  maupun  dalam  penyajiannya  di  media  elektronik  dan  surat  kabar.  Muncul  berita-berita  bombastis,  lahir  istilah  wartawan  amplop,  wartawan  bodrek,  dan  sejenisnya  yang  terjadi  pada  proses pemberitaan-pemberitaan di media massa.
Beberapa  kasus  ketidaktaatan  wartawan  terhadap  kode etik  telah  beberapa kali diangkat ke permukaan, yang berakhir  di meja hijau. Contoh  kasus  yang  berakhir  di  meja  hijau  antara  lain  kasus Muchtar  Lubis,  wartawan  terkenal  dan  satu-satunya  wartawan  Indonesia  yang  mendapat  kehormatan menjadi Honorary editor dalam majalah Times, karena dituduh  menulis “Haatzaai-artikelen” di surat kabar, Indonesia Raya. Muchtar lubis  baru keluar dari penjara ketika rezim Orde Lama tumbang pada tahun 1965  untuk digantikan rezim Orde Baru (Kusumaningrat, 2006: 14).
Pada era Orde Baru, tumbuh-kembang pers Indonesia berada dalam  satu kendali, di bawah Departemen Penerangan. Seiring tumbangnya rezim  3  Orde  Baru  arus  informasipun  kian  terbuka  sejalan  dengan  dimulainya  era  reformasi pada masa pemerintahan presiden B. J. Habibie.
Sejak  terbukanya  era  reformasi,  kebebasan  pers  kerap  kali  didengungkan  sehingga  terkesan  dipuja,  dan  dalam  perkembangannya  kebebasan  pers  bahkan  sering  disalahgunakan  sehingga  cenderung  “kebablasan”. Seringkali sisi kemanusiaan terabaikan atau bahkan dengan  jelas  dilecehkan.  Salah  satu  contoh  yang  terjadi  adalah  pencemaran  nama  baik.
Jika  diamati,  pencemaran  nama  baik  oleh  wartawan  merupakan  bentuk  pelanggaran  UU  No.  40/1999  tentang  Pers  pasal  5  ayat  1  dan  2  tentang  kewajiban  pers  yang  dikeluarkan  oleh  PWI  (Persatuan  Wartawan  Indonesia),  yang  berbunyi:  “Pers  Nasional  berkewajiban  memberitakan  peristiwa  dan  opini  dengan  menghormati  norma-norma  agama  dan  rasa  kesusilaan  masyarakat,  serta  asas  praduga  tidak  bersalah  dan  pers  wajib  melayani  hak  Jawab”.  (UU.  No.  40/1999  Tentang  Pers  &  Kode  Etik  Jurnalistik, 2000: 6).
Profesi  wartawan  menuntut  tanggung  jawab  dan  kesadaran  tinggi  dari pribadi-pribadi wartawan. Kesadaran tinggi hanya dapat dicapai apabila  seorang wartawan memiliki kecakapan dan keterampilan serta pengetahuan  jurnalistik yang memadai dalam menjalankan profesinya. Seorang wartawan  hendaknya  mengerti  fungsi  dan  tugas  pers  serta  kewartawanan  dalam  lingkup  masyarakatnya.  Pengetahuan  tersebut  antara  lain:  1)  pengetahuan  teknis  dan  praktis  jurnalistik,  2)  pemahaman  substansi  terhadap  objek  4  pemberitaan  3)  wawasan  mengenai  perilaku  masyarakat pembacanya,  4)  penguasaan  Bahasa  Indonesia  dan  bahasa  lain,  5)  mengetahui  dan  memahami etika profesi (Kusumaningrat, 2006: 2).
Masih banyaknya penyimpangan-penyimpangan seperti pencemaran  nama baik, pemberitaan yang berlebihan, proses peliputan yang kurang etis  seperti  terlalu  memaksa  narasumber,  yang  tentunya  tidak  sesuai  dengan  Kode  Etik  Jurnalistik  inilah  yang  menjadikan  peneliti  tertarik  untuk  melakukan penelitian khususnya terhadap wartawan anggota PWI. Dengan  tujuan  untuk  mengetahui  bagaimana  sebenarnya  ketaatan  terhadap  Kode  Etik Jurnalistik menurut para anggota wartawan PWI Jawa Tengah.
Pelanggaran  etika  profesi,  akan  memerosotkan  citra  sosial  institusi  pers  di  tengah  masyarakat,  akibatnya  bukan  hanya  pers  sendiri  yang  akan  mengalami kerugian namun juga keseluruhan aspek masyarakat. Sebab tidak  ada  yang  lebih  malang  di  suatu  Negara,  jika  masyarakat  tidak  lagi  punya  pers yang dapat dipercaya (Siregar, 2006: 57).
Penerapan  Kode  Etik  Jurnalistik  dalam  tugas  kewartawanan,  menurut  hemat  peneliti  dapat  dipandang  sebagai  acuan,  sejauhmana  aktualisasi  kepribadian  jurnalis  sebagai  insan  yang beriman  dan  bertaqwa.
Maka  selayaknya  diingatkan,  bahwa  penyampaian  informasi  bukanlah  hak  bagi  media  pers,  tetapi  merupakan  kewajibannya  dalam  memenuhi  hak  masyarakat untuk mendapatkan informasi sosial. Itulah yang ingin dijunjung  oleh  kode  kehormatan  profesi  jurnalisme.  Dengan  demikian  Kode  Etik  Jurnalistik serta penerapannya perlu menjadi perhatian bagi seorang jurnalis.
5  1.2.  Rumusan Masalah  Pokok masalah yang menjadi landasan dalam penelitian ini, adalah:  1)  Bagaimana  pemahaman  wartawan  PWI  cabang  Jawa  Tengah terhadap  Kode Etik Jurnalistik?  2)  Bagaimana  praktik  wartawan   PWI  Jawa  Tengah  dalam  menaati  Kode  Etik Jurnalistik?  1.3.  Tujuan dan Manfaat Penelitian  1.3.1.  Tujuan Penelitian  1)  Untuk  mengetahui  pemahaman  wartawan  PWI  cabang  Jawa tengah  tentang  ketaatan  para  wartawan  terhadap  Kode Etik  Jurnalistik.
2)  Untuk mengetahui bagaimana praktik wartawan PWI cabang Jawa  Tengah terhadap Kode Etik Jurnalistik.
1.3.2.  Manfaat Penelitian  1)  Memberikan kontribusi kepada khalayak akan pentingnya penegakan  etika dalam profesi kewartawanan.
2)  Memberikan  wacana  kepada  khalayak  tentang  praktik  Kode  Etik  Jurnalistik pada PWI cabang jawa tengah.
3)  Menumbuhkan  kembali  kritisasi  khalayak  terhadap  perkembangan  pers.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi