BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Kode Etik
Jurnalistik adalah suatu sistem pengaturan norma perilaku, nilai-nilai
moral, dan prinsip-prinsip benar
dan salah dalam
kegiatan menghimpun berita.
Kode etik meliputi
rambu-rambu berbagai perilaku wartawan dalam penelitian berita (Atmadi,
1985: 37).
Etika jurnalistik
berfungsi sebagai landasan
dan pedoman bagi perilaku
para wartawan dalam melaksanakan tugas kewartawanannya, baik dari proses peliputan maupun penelitian
berita, sehingga kode etiklah yang akan
membimbing wartawan dalam tugasnya sebagai tenaga professional.
Kode Etik Jurnalistik PWI pertama
kali dirumuskan pada konferensi PWI di
Malang pada bulan
Februari, tahun 1947.
Kode Etik Jurnalistik tersebut dianggap masih kurang
sempurna dan kemudian
diperbaharui dan dirumuskan kembali di Jakarta tahun 50-an di
bawah pimpinan komisi yang diketuai oleh
Suardi Tasrif yang saat itu masih menjabat sebagai pimpinan redaksi
Harian Abadi (Suf
Kasman, 2004: 36).
Idealnya, dengan adanya Kode
Etik Jurnalistik seharusnya
tumbuh-kembang pers berada
dalam kendali etika
yang sesuai dengan
pedoman yang tentunya
dapat tercapai keselarasan
dengan perkembangan politik
dan seluruh aspek kehidupan masyarakat. Namun dalam realitasnya tidak
demikian,Kode Etik Jurnalistik 2 tetap ada sebagai seperangkat aturan, namun
pelanggaran-pelanggaran tidak secara
otomatis berkurang.
Fenomena pers
dewasa ini menunjukkan
bahwa pers tidak
segansegan melakukan bentuk-bentuk
kekerasan simbolik karena
fakta yang dikemas
dalam bahasa (berita)
telah disisipi berbagai
kepentingan yang bukan merupakan pengetahuan yang sesungguhnya,
tetapi pengetahuan dari berbagai pihak
yang dilebur ke dalam bentuk berita (Awaludin, 2005: 179).
Hal sejenis tidak saja terjadi
satu-dua kasus saja,namun kerap kali terjadi baik
pada proses peliputan,
maupun dalam penyajiannya
di media elektronik
dan surat kabar.
Muncul berita-berita bombastis,
lahir istilah wartawan
amplop, wartawan bodrek,
dan sejenisnya yang
terjadi pada proses pemberitaan-pemberitaan di media massa.
Beberapa kasus
ketidaktaatan wartawan terhadap
kode etik telah beberapa kali diangkat ke permukaan, yang
berakhir di meja hijau. Contoh kasus
yang berakhir di
meja hijau antara
lain kasus Muchtar Lubis, wartawan
terkenal dan satu-satunya
wartawan Indonesia yang
mendapat kehormatan menjadi
Honorary editor dalam majalah Times, karena dituduh menulis “Haatzaai-artikelen” di surat kabar,
Indonesia Raya. Muchtar lubis baru
keluar dari penjara ketika rezim Orde Lama tumbang pada tahun 1965 untuk digantikan rezim Orde Baru (Kusumaningrat,
2006: 14).
Pada era Orde Baru,
tumbuh-kembang pers Indonesia berada dalam satu kendali, di bawah Departemen Penerangan.
Seiring tumbangnya rezim 3 Orde
Baru arus informasipun
kian terbuka sejalan
dengan dimulainya era reformasi
pada masa pemerintahan presiden B. J. Habibie.
Sejak terbukanya
era reformasi, kebebasan
pers kerap kali didengungkan sehingga
terkesan dipuja, dan
dalam perkembangannya kebebasan
pers bahkan sering
disalahgunakan sehingga cenderung “kebablasan”. Seringkali sisi kemanusiaan
terabaikan atau bahkan dengan jelas dilecehkan.
Salah satu contoh
yang terjadi adalah
pencemaran nama baik.
Jika diamati,
pencemaran nama baik
oleh wartawan merupakan bentuk
pelanggaran UU No.
40/1999 tentang Pers
pasal 5 ayat
1 dan 2 tentang kewajiban
pers yang dikeluarkan
oleh PWI (Persatuan
Wartawan Indonesia), yang
berbunyi: “Pers Nasional
berkewajiban memberitakan peristiwa
dan opini dengan
menghormati norma-norma agama
dan rasa kesusilaan
masyarakat, serta asas
praduga tidak bersalah
dan pers wajib melayani hak
Jawab”. (UU. No.
40/1999 Tentang Pers
& Kode Etik Jurnalistik,
2000: 6).
Profesi wartawan
menuntut tanggung jawab
dan kesadaran tinggi dari pribadi-pribadi wartawan. Kesadaran
tinggi hanya dapat dicapai apabila seorang
wartawan memiliki kecakapan dan keterampilan serta pengetahuan jurnalistik yang memadai dalam menjalankan
profesinya. Seorang wartawan hendaknya mengerti
fungsi dan tugas
pers serta kewartawanan
dalam lingkup masyarakatnya. Pengetahuan
tersebut antara lain:
1) pengetahuan teknis
dan praktis jurnalistik,
2) pemahaman substansi
terhadap objek 4 pemberitaan 3)
wawasan mengenai perilaku
masyarakat pembacanya, 4) penguasaan
Bahasa Indonesia dan
bahasa lain, 5)
mengetahui dan memahami etika profesi (Kusumaningrat, 2006:
2).
Masih banyaknya
penyimpangan-penyimpangan seperti pencemaran nama baik, pemberitaan yang berlebihan, proses
peliputan yang kurang etis seperti terlalu
memaksa narasumber, yang
tentunya tidak sesuai
dengan Kode Etik
Jurnalistik inilah yang
menjadikan peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian
khususnya terhadap wartawan anggota PWI. Dengan tujuan
untuk mengetahui bagaimana
sebenarnya ketaatan terhadap
Kode Etik Jurnalistik menurut
para anggota wartawan PWI Jawa Tengah.
Pelanggaran etika
profesi, akan memerosotkan
citra sosial institusi pers
di tengah masyarakat,
akibatnya bukan hanya
pers sendiri yang
akan mengalami kerugian namun
juga keseluruhan aspek masyarakat. Sebab tidak ada
yang lebih malang
di suatu Negara,
jika masyarakat tidak
lagi punya pers yang dapat dipercaya (Siregar, 2006: 57).
Penerapan Kode
Etik Jurnalistik dalam
tugas kewartawanan, menurut
hemat peneliti dapat
dipandang sebagai acuan,
sejauhmana aktualisasi kepribadian
jurnalis sebagai insan
yang beriman dan bertaqwa.
Maka selayaknya
diingatkan, bahwa penyampaian
informasi bukanlah hak bagi media
pers, tetapi merupakan
kewajibannya dalam memenuhi
hak masyarakat untuk mendapatkan
informasi sosial. Itulah yang ingin dijunjung oleh
kode kehormatan profesi
jurnalisme. Dengan demikian
Kode Etik Jurnalistik serta penerapannya perlu menjadi
perhatian bagi seorang jurnalis.
5 1.2.
Rumusan Masalah Pokok masalah
yang menjadi landasan dalam penelitian ini, adalah: 1) Bagaimana pemahaman
wartawan PWI cabang
Jawa Tengah terhadap Kode Etik Jurnalistik? 2)
Bagaimana praktik wartawan
PWI Jawa Tengah
dalam menaati Kode Etik
Jurnalistik? 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1.
Tujuan Penelitian 1) Untuk
mengetahui pemahaman wartawan
PWI cabang Jawa tengah
tentang ketaatan para
wartawan terhadap Kode Etik Jurnalistik.
2) Untuk mengetahui bagaimana praktik wartawan
PWI cabang Jawa Tengah terhadap Kode
Etik Jurnalistik.
1.3.2. Manfaat Penelitian 1)
Memberikan kontribusi kepada khalayak akan pentingnya penegakan etika dalam profesi kewartawanan.
2) Memberikan
wacana kepada khalayak
tentang praktik Kode
Etik Jurnalistik pada PWI cabang
jawa tengah.
3) Menumbuhkan
kembali kritisasi khalayak
terhadap perkembangan pers.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi