BAB I PENDAHULUAN
1.1.1. Latar Belakang Masalah Dakwah adalah
suatu usaha untuk
mengajak, menyeru dan
mempengaruhi manusia agar
selalu berpegang pada
ajaran Allah guna
memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat ( Sanwar, 1986 : 34
).
Setiap muslim
mempunyai tugas yang
mulia untuk menyampaikan
dakwah atau sebagai penyeru,
mengajak kepada umat untuk melaksanakan
amar ma‟ruf nahi munkar, melaksanakan
kebaikan dan menjauhi
larangan. Tugas dan
kewajiban itu tertera jelas dalam firman Allah dan Al Qur‟an seperti dalam surat Ali Imran ayat 104 “Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma'ruf
dan mencegah dari
yang munkar; merekalah
orang-orang yang beruntung”
(Departemen Agama RI, 2005 : hlm 64).
Ayat tersebut
menerangkan bahwa manusia
dengan segala kemampuannya adalah
dinamis dan akan
terus bergerak, gerak
tersebut dapat positif
dan bisa juga negatif. Film
merupakan salah satu
media dakwah yang
dinilai efektif. Film diproduksi untuk
memberikan hiburan kepada
pemirsa namun dalam
film dapat terkandung
fungsi informatif, edukatif
dan persuasif. Hal
ini sesuai dengan
missi perfilman bahwa
film digunakan sebagai
media edukatif untuk
pembinaan generasi muda ( Effendi, 1999 : 212).
Hal tersebut
bisa dilihat dari
definisi dakwah, bahwa
dakwah merupakan komunikasi
antar umat manusia
yang berisi pesan
– pesan ajaran
Islam, seperti ajakan, seruan, nasihat kepada yang ma‟ruf dan
menjauhi yang munkar. Seorang da‟i atau
komunikator agar mencapai
hasil sesuai dengan
apa yang direncanakan,
perlu memiliki pengetahuan
komunikasi ( Sanwar, 1986 : 4 ).
Aktualisasi peran
dakwah setiap muslim
menjadi terbuka, yaitu
dengan memanfaatkan multimedia
sebagai wahana dakwah.
Kesibukan dan mobilitas
yang tinggi serta perubahan dan
pergeseran sosial yang ada tidak memun gkinkan dakwah konvensional
mampu menjangkau masyarakat
secara efektif. Dakwah
dengan menggunakan multimedia
merupakan jawaban bagi masyarakat dengan
kondisi dan tatanan seperti sekarang.
Film adalah cerita singkat yang
ditampilkan dalam bentuk gambar dan
suara yang dikemas
sedemikian rupa dengan
permainan kamera, teknik
editing, dan skenario yang
ada. Film bergerak dengan cepat dan bergantian sehingga memberikan visual
yang kontinyu. Kemampuan
film melukiskan gambar
hidup dan suara memberinya
daya tarik tersendiri. Media ini pada umumnya digunakan untuk tujuantujuan hiburan,
dokumentasi, dan pendidikan.
Ia dapat menyajikan
informasi, memaparkan proses,
menjelaskan konsep-konsep yang
rumit, mengajarkan ketrampilan,
menyingkatkan atau memperpanjang
waktu, dan mempengaruhi
sikap (Arsyad, 2005: 48).
Film merupakan
bagian dari kehidupan
masyarakat. Oleh karena
itu, film tidak mungkin dipisahkan
dari kehidupan manusia.
Film merupakan seni
yang mutakhir di
abad ke –
20. Film dapat
menghibur, mendidik, melibatkan
perasaan, merangsang pemikiran,
dan memberikan dorongan.
Film sebagai seni
yang sangat kuat pengaruhnya dapat memperkaya pengalaman
hidup seseorang dan bisa menutupi segi – segi
kehidupan yang lebih dalam. Film bisa
dianggap sebagai pendidik yang baik. Selain
itu, film selalu
diwaspadai karena kemugkinan
pengaruh – pengaruh yang baik ( Sumarno, 1996 : 85).
Selain itu,
film dapat juga
memberikan pengaruh yang
besar pada jiwa manusia. Dalam
satu proses menonton
film, terjadi suatu
gejala yang disebut
oleh ilmu jiwa sosial sebagai
identifikasi psikologis. Ketika proses dikoding terjadi, para penonton sering menyamakan seluruh pribadinya
dengan salah seorang pemeran film.
Penonton bukan
hanya dapat memahami
atau merasakan seperti
yang dialami oleh salah satu
pemeran, lebih dari
itu, mereka juga
seolah – olah
mengalami sendiri adegan – adegan dalam film (Kusnawan, 2004 :
93).
Film sebagai media komunikasi
dapat pula berfungsi sebagai media tabligh, karena
mempunyai kelebihan dibanding
dengan media–media lainnya
(Efendi, 2000:209). Menyebutkan
bahwa film merupakan
medium komunikasi yang
ampuh, bukan saja
untuk hiburan tapi
juga untuk penerangan
dan pendidikan. Dengan kelebihan
– kelebihan itulah, film dapat menjadi media tabligh yang
efektif, dimana pesan –
pesan dapat disampaikan
kepada penonton secara
halus dan menyentuh relung
hati tanpa mereka merasa digurui. Hal ini senada dengan ajaran Allah SWT bahwa
untuk mengkomunikasikan pesan,
hendaknya dilakukan secara
qaulan sadidan yaitu pesan yang dikomunikasikan dengan
benar, menyentuh, dan membekas dalam
hati ( Kusnawan, 2004 : 96 ).
Film bisa
dianggap sebagai pendidik
yang baik jika
memuat nilai edukatif.
Sebaliknya film
juga bisa berakibat
buruk jika hanya
mengandung aspek hiburan.
Meskipun film besar pengaruhnya,
namun aspek sosial kontrolnya tidak sekuat pada surat
kabar atau majalah
serta televisi yang
memang menyiarkan berita
yang berdasarkan fakta terjadi.
Fakta dalam film ditampilkan secara abstrak, dimana tema cerita bertitik tolak dari fenomena yang
terjadi di tengah masyarakat. Bahkan
dalam film, cerita dibuat secara
imajinatif ( Amir, 1999 : 27).
Film cenderung
melihat tema yang
universal seperti keadilan,
penentangan terhadap penindasan
kepada derita kemanusiaan, yang tema
– tema tersebut banyak mengandung ajaran – ajaran Islami.
Menurut Jalaludin
Rakhmat, dalam buku
Catatan Kang Jalal.
Film dapat diklasifikasikan di dalam bentuk dakwah yang harus bersifat
universal yang berupa: Pertama,
Tazkiyah, Proses penyucian
diri dari masyarakat,
supaya masyarakat berpegang pada nilai –
nilai suci. Tazkiyah ini perlu disampaikan kepada masyaakat akibat
timbulnya kezaliman, komersialisme, egoisme,
penindasan, pemerkosaan, yang disebabkan oleh manifestasi nilai –
nilai yang kotor. Kedua, Tilawah,
Membaca ayat –ayat Al-Qur‟an yang
berarti menerjemahkan pesan – pesan Al-Qur‟an menjadi pesan kemanusiaan yang universal. Ketiga,
Islah, Memperbaiki diri dan memperbaiki masyarakat.
Keempat, Ta‟lim,
Mengajarkan ilmu – ilmu Islam ( Rahman, 1997 : 24-25 ).
Sebagai penulis serta sutradara
dari “Dalam Mihrab Cinta”, Habiburahman
El Shirazy memaparkan bahwa dalam alur filmnya sengaja
tidak menonjolkan konflik.
Namun dia ingin memunculkan konflik tersebut dari segi lain yang sedikit berbeda dari yang lain. “Memang terkadang kita perlu
memiliki kesepakatan definisi konflik seperti
apa. Di sini terlihat, ketika Syamsul menjadi pencopet setelah itu dia disuruh jadi
Imam. Itu adalah
sebuah konflik batin
ujarnya. Habiburahman El
Shirazy menuturkan bahwa tak ada salahnya seorang penulis juga menjadi
seorang sutradara.
http://magazindo.com/tag/mihrab/27/09/2
Film “Dalam Mihrab
Cinta” diputar pada
tanggal 23 Desember
2010 di bioskop.
Sebagai drama religius,
film ini mengetengahkan cerita
pertobatan yang dipenuhi
adegan sedih. Pesan
moral mendasar yang
ada di film
“Dalam Mihrab Cinta” ini harus diakui, karena cukup bijak
dan di banyak sisi bisa menjadi santapan batin
buat pemirsanya. Saat
pemutaran perdana, Film
ini dapat menyedot
sebanyak 586.565 penonton bioskop
di Indonesia.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi