BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Zaman terus
berkembang, tidak dapat
dipungkiri masyarakat saat
ini semakin terjebak pada era
globalisasi. Segala aspek kehidupan
baik di bidang sosial,
politik, ekonomi, budaya,
maupun di bidang
yang lain selalu berbenturan
dengan teknologi. Hal
tersebut diharapkan dapat
meningkatkan mutu kehidupan.
Hal ini merupakan
salah satu karakteristik
era global isasi saat
ini yang tentunya
mempunyai manfaat positif
dan dampak negatif terhadap segala bidang kehidupan.
Di antara
beberapa manfaat positif
tersebut adalah masyarakat dituntut
untuk berpikir kreatif,
inovatif dan selalu
lebih maju, mengalami perubahan tata nilai dan sikap,
adanya pergeseran nilai dan sikap masyarakat yang semula irasional menjadi rasional,
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi ,
dan tingkat kehidupan
lebih maju. Dibukanya
industri yang memproduksi alat-alat komunikasi dan transportasi yang canggih
merupakan salah satu
usaha mengurangi pengangguran
dan meningkatkan taraf
hidup masyarakat.
Sedangkan dampak negatif antara
lain pola hidup konsumtif dan sikap individualistik. Masyarakat
merasa dimudahkan dengan
teknologi maju sehingga
membuat mereka merasa tidak lagi membutuhkan orang lain dalam beraktivitas, kadang mereka lupa bahwa mereka
adalah makhluk sosial, dan gaya
hidup kebarat-baratan (westernisasi).
Era
global yang terjadi
saat ini telah
melahirkan berbagai pengaruh pada
kehidupan umat manusia,
t idak terkecuali umat
Islam. Masyarakat cenderung
mengesampingkan nilai-nilai agama
dan lebih mementingkan budaya
hidup glamour, individual,
hedonistik, dan materialistik. Namun demikian,
ada perkembangan yang menarik bahwa kecenderungan masyarakat sudah
mulai beralih pada pencarian makna kehidupan, baik
nilai humanisme maupun spiritual.
Spiritual dalam
pengertian luas merupakan
hal yang berhubungan dengan
spirit. Sesuatu yang
spiritual memiliki kebenaran
yang abadi yang berhubungan dengan
tujuan hidup manusia,
sering dibandingkan dengan sesuatu
yang bersifat duniawi,
dan sementara.
Spiritualitas semakin mendapat tempat tersendiri dalam masyarakat
modern. Fenomena keagamaan ini semakin
menarik untuk dicermati
kare na akhir-akhir ini
terdapat juga kecenderungan rekonsiliasi
antara nilai sufistik dan
dunia modern.
Kecenderungan baru dimensi
spiritualitas yang bersumber dari
agama mulai dilirik kembali
oleh masyarakat. Kemajuan
yang telah mereka
raih dalam bidang
iptek membuktikan problema
yang muncul akibat
kemajuan dunia global belum terpecahkan.
Pengamat dan
khususnya futurolog menganggap
krisis besar yang melanda
umat manusia tidak akan dapat diatasi
dengan keunggulan iptek dan http://abdulsalamserbakomunikasi.blogspot.com/2010/03/ciri-ciri-era-globalisasi
informasi.
http://mbegedut.blogspot.com/2010/11/mendalami-makna-spiritual.html
kebesaran ideologi yang dianut oleh
negara terkemuka. Agama mulai dilirik sebagai harapan
dan benteng terakhir
untuk menyelamatkan manusia
dari kehancuran yang
mengerikan.
Kemajuan
ilmu pengetahuan dan
teknologi pada saat
sekarang menjadi manusia
congkak, materialis, menjauh
dari agama, dan
Tuhan tidak diperlukan
lagi. Karena sudah
tersedia peralatan yang serba praktis, instan, ringan, dan telah memperoleh tingkat kesenangan di
dunia. Di kalangan
masyarakat modern di perkotaan
terdapat gejala yang menarik yakni dunia spiritual. Mereka yang masih jauh dari agama kemudian mendekati
agama, mempelajari, dan mengamalkan agama
dalam kehidupan sehari-hari.
Beberapa aspek penting
spiritualitas dari masyarakat
modern adalah berhubungan dengan sesuatu
yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam kehidupan,
menemukan arti dan tujuan
hidup, menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri
sendiri, mempunyai perasaan keterikatan dengan
diri sendiri, dan
dengan yang maha
tinggi.
Kecenderungan
masyarakat modern pada
spiritualitas adalah pencarian makna
hidup, perdebatan intelektual
dan peningkatan wawasan,
spiritualitas sebagai katarsis
atau obat dari
problem psikologi, mengikuti
tren dan perkembangan
wacana, sikap “mengeksploitasi” agama
untuk kebutuhan ekonomi.
Haki kat
perjalanan hidup manusia
berorientasi pada dua
hal, yaitu dunia dan akhirat.
Keduanya harus dilakukan secara
seimbang. Manusia pada http://www.suaramerdeka.com/harian/0211/08/kha1.htm http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2010/12/04/pengertian-spiritual/ http://arien.multiply.com/journal/item/47 mulanya tidak
ada kemudian ada,
adanya manusia bukan
ada dengan sendirinya
melainkan ada yang
mengadakan, yang mengadakan
atau menciptakan manusia
adalah Allah SWT.
Allah yang menciptakan
manusia dengan segala kelengkapannya memiliki
dua tujuan. Pertama,
manusia menjadi åbdullāh
atau beribadah (mengabdi)
kepada-Nya. Ibadah dapat diartikan
sebagai bentuk penyerahan total kepada Allah dengan melaksanakan apa
yang menjadi perintah-Nya.
Dalam pengertian sempit,
beribadah adalah melakukan
aktivitas-aktivitas ritual yang
dilakukan dengan penuh pemahaman. Kedua,
manusia sebagai khalīfah
Allāh di bumi,
yaitu khalīfah yang diangkat dan
diberhentikan oleh Allah untuk melaksanakan tugas-tugas sesuai kehendak dan aturan-Nya, dalam bidang
keahlian dan atau kewenangan sesuai yang
dikaruniakan Allah kepadanya.
Tetapi, hal ini tidak berarti karena Allah
tidak mampu, atau
menjadikan manusia berkedudukan
sebagai Tuhan.
Allah bermaksud
dengan pengangkatan itu
untuk menguji manusia
dan memberinya penghormatan.
Jadi, esensi tugas manusia sebagai khalīfah Allāh di bumi adalah melaksanakan amanah sesuai
tuntunan Allah dan rasul-Nya.
Manusia pada
hakikatnya adalah makhluk
yang sejak lahir
telah mengakui adanya Tuhan.
Hal ini telah dijelaskan dalam Al-Qur’an surat ArRuum ayat 30: “Maka hadapkanlah wajahmu
dengan Lurus kepada
agama Allah; (tetaplah
atas) fitrah Allah
yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah
itu. tidak ada
peubahan pada fitrah
Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui.
Dalam
kehidupannya, manusia mempunyai
fitrah (potensi -potensi).
Fitrah adalah unsur-unsur dan
sistem yang dianugerahkan Allah kepada setiap manusia,
unsur-unsur itu mencakup
jasmani, nafs, dan
iman. Fitrah “iman kepada Allah”
menjadi dasar sekaligus
inti bagi tiga
fitrah lainnya. Potensi iman
dipandang sebagai dasar
dan inti karena
jika iman seseorang
telah berkembang dan
berfungsi dengan baik,
fitrah yang lain
akan berkembang dan berfungsi dengan baik pula.
Dalam
menciptakan manusia, Allah
juga memberikan musibah.
Musibah adalah
kejadian apa saja
yang menimpa manusia
yang tidak dikehendaki.
Oleh karena itu,
seseorang kemudian memandangnya
sebagai masalah. Musibah bisa
menimpa siapa saja, ia bisa menimpa orang saleh dan bisa pula menimpa orang yang biasa berbuat
maksiat.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi