BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Zakat
adalah ibadah maliyah
ijtimaiyah yang memiliki
posisi yang sangat penting, strategis dan menentukan, baik
dari sisi ajaran maupun dari sisi
pembangunan kesejahteraan umat. Keberadaan zakat dianggap ma’lum min
ad-din bi adl-dlarurah
atau diketahui secara
otomatis adanya dan merupakan
bagian mutlak dari keislaman seseorang (Gustian Djuanda, 2006: 14).
Sesungguhnya penanaman
zakat bukanlah karena
menghasilkan kesuburan bagi
harta, tetapi karena
mensucikan masyarakat dan menyuburkannya. Zakat
merupakan manifestasi dari
kegotong royongan antara
para hartawan dengan
fakir miskin. Pengeluaran
zakat merupakan perlindungan
bagi masyarakat dari
bencana kemasyarakatan, yaitu kemiskinan kelemahan
baik fisik maupun
mental. Masyarakat yang terpelihara dari bencana-bencana tersebut menjadi masyarakat
yang hidup, subur dan
berkembang keutamaannya. Pengertian
inilah yang harus
kita gunakan, karena berdasarkan
firman allah SWT: QS. At-Taubah Artinya:
Ambillah sedekah dari
harta-harta mereka, engkau membersihkan
mereka dan mensucikan
mereka dengan sedekah itu (Departemen RI, tt : 297-298).
Dengan
demikian nyatalah bahwa
zakat merupakan manifestasi
dari hidup sosial
dan harus ditangani
pelaksanaannya oleh pemerintah
(Hasbi ash-Shiddieqy, 2009: 7).
Zakat dalam pelaksanaannya harus ditetapkan dan diatur oleh agama dan
negara, baik dari
segi jenis harta
yang dizakatkan, para
wajib zakat (Muzakki)
maupun para penerima
zakat (Mustahiq), sampai
pada pengelolaanya oleh pihak
ketiga, dalam hal ini pemerintah untuk mengelola zakat demi kemaslahatan bersama (Umat). Negara
atau lembaga inilah yang akan membantu para
muzakki, untuk menyampaikan
zakatnya kepada para mustahiq, atau membantu para mustahiq
dalam menerima hak-haknya. Pada tataran inilah,
zakat bukan merupakan
urusan individual, tapi
merupakan urusan masyarakat,
urusan dan tugas
pemerintah baik melalui
organisasi resmi yang
langsung ditunjuk oleh
pemerintah atau org anisasi
seperti yayasan, Lembaga
swasta, Masjid, Pondok
Pesantren dan lainnya
yang berkhidmat untuk
mengatur pengelolaan zakat
mulai dari pengambilannya dari Muzakki sampai kepada penyalurannya kepada
para Mustahiq.
Niat baik
dan keseriusan umat
Islam, khususnya negara
/lembaga zakat sangat
penting, apalagi mengingat
negara Indonesia bukan
negara Islam. Banyak
masalah yang akan
timbul apabila hal
ini tidak dimulai dengan
niat baik dan
ditangani secara baik
dan benar sesuai
dengan ketentuan dan
nilai-nilai ajaran Islam.
Pihak yang dapat
melakukan itu semua
adalah umat Islam
sendiri, khususnya para
tokoh agama dan cendekiawan yang
memiliki kepedulian terhadap
masalah-masalah agama dan
bangsa, yang ditopang
dengan pemerintah yang
adil dan bijaksana.
Apabila ketentuan-ketentuan hukum
mengenai zakat diterapkan dikembangkan
dengan merumuskan kembali
hal-hal yang berhubungan dengan
sumber zakat (harta
yang wajib dizakatkan)
dan pendayagunaan (Pendistribusian) zakat,
yang ditopang oleh
manajemen yang baik,
maka peran dan
fungsi zakat akan
dapat terwujud. Ketentuan-ketentuan yang mengatur pembagian
zakat hakikat, makna
dan fungsi zakat
yang begitu banyak, akan terwujud apabila pengelolaan
zakat dilakukan secara baik dan profesional. Misalnya
menggunakan metode pembagian
(Pendistribusian) zakat yang
lebih sesuai dengan kebutuhan para
mustahiq, yaitu menyentuh kepada akar
permasalahan yang dihadapi
oleh para mustahiq
(Asnaini, 2008 : 5).
Di Indonesia,
lemahnya sistem pengelolaan
disebut sebagai faktor yang
dominan yang menjadikan
hilangnya ruh zakat.
Hal ini dibuktikan bahwa upaya penghimpunan zakat terhitung
sangat kecil dibanding negara tetangga
kita seperti Malaysia. Karena undang-undang pengelolaan zakat di Indonesia
baru terwujud dua
tahun yang lalu
sehingga selama ini pengelolaan
zakat di Indonesia masih dilakukan dengan sistem yang masih tradisional dan konvensional (Masjfuk Zuhdi,
1991: 256).
Pengelolaan zakat
diatur berdasarkan Undang-Undang
No. 38 tahun 1999
tentang pengelolaan zakat dengan
Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 58
tahun 1999 tentang pelaksanaan Undang-Undang No. 38 tahun 1999 dan
Keputusan Direktur Jendral
Bimbingan Masyarakat Islam
dan Urusan Haji
No. D/291 Tahun
2000 tentang Pedoman
Teknis pengelolaan zakat.
Meskipun harus
diakui bahwa dalam
peraturan-peraturan tersebut masih banyak
kekurangan yang sangat mendasar, misalnya tidak dijatuhkan sanksi bagi
muzaki yang melalaikan
kewajibannya (tidak mau
berzakat), tetapi Undang-Undang
tersebut mendorong upaya
pembentukan lembaga pengelola
zakat yang amanah,
kuat dan dipercaya
oleh masyarakat.
Pelaksanaan zakat didasarkan pada
firman Allah SWT yang terdapat dalam QS.
At-Taubah: 60 Artinya: Sesungguhnya
zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang
miskin, pengurus-pengurus zakat,
para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan)
budak, orang-orang yang berhutang,
untuk jalan Allah dan untuk mereka yang
sedang dalam perjalanan,
sebagai suatu ketetapan
yang diwajibkan Allah,
dan Allah Maha
mengetahui lagi Maha
Bijaksana (Departemen RI, tt : 288).
Juga pada firman Allah SWT dalam QS. at-Taubah: 103 Artinya: Ambillah
zakat dari sebagian
harta mereka, dengan
zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan
mereka dan mendoalah untuk
mereka. Sesungguhnya doa
kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah
Maha mendengar lagi Maha Mengetahui (Departemen RI, tt : 297-298).
Dalam
surah at-Taubah: 60
tersebut dikemukakan bahwa
salah satu golongan
yang berhak menerima zakat
(mustahiq zakat) adalah orang-orang yang bertugas mengurus urusan zakat (‘amilina
‘alaiha). Sedangkan dalam at-Taubah: 103
dijelaskan bahwa zakat
itu diambil (dijemput)
dari orangorang yang
berkewajiban untuk berzakat
(muzakki) untuk kemudian diberikan
kepada mereka yang
berhak menerimanya (mustahiq).
Yang mengambil dan yang menjemput
tersebut adalah para petugas (‘amil). Imam Qurthubi
ketika menafsirkan ayat
tersebut (At-Taubah: 60)
menyatakan bahwa ‘amil
itu adalah orang-orang
yang ditugaskan (diutus
oleh imam/ pemerintah)
untuk mengambil, menuliskan,
menghitung dan mencatatkan zakat yang diambilnya dari para muzakki untuk
kemudian diberikan kepada yang berhak menerimanya (Didin Hafidhuddin,
2002:126).
Pengelolaan zakat
agar langkahnya dapat
lebih produktif dan mempunyai nilai
yang lebih dari
saat sekarang, sebaiknya
diperlukan metode-metode
yang dapat dipergunakan
sebagai alat untuk
menentukan arah dan
tujuan yaitu dengan
perencanaan strategis. perencanaan
strategis merupakan sebuah
alat manajemen, alat
itu hanya digunakan
untuk satu maksud
saja menolong organisasi
melakukan tugasnya dengan
lebih baik (Michael Allison, 2005: 1).
Pada saat ini banyak lembaga dan
yayasan yang mendirikan lembaga amil zakat
dengan lingkup lokal
daerahnya masing-masing, semua
itu adalah untuk
memberikan layanan terhadap
masyarakat muslim. Sebagai contoh
telah berdiri Badan
Pelaksana Urusan Zakat
Muhammadiyah (BAPELURZAM)
Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) di Kecamatan Weleri Kab. Kendal. Lembaga ini
dikelola oleh Muhammadiyah, dan telah beroperasi
kurang lebih 30
tahun. Pengelolaan zakat
di BAPELURZAM mengenai
sistem pengumpulan maupun
pendistribusian dana zakat
lebih bersifat transparan.
Dana zakat sebagai
upaya untuk mendidik
bagaimana menjadi seorang
yang dermawan akan
kepeduliannya terhadap saudarasaudara yang
kurang mampu atau
di bawah garis
kemiskinan. Dengan adanya
kebiasaan zakat tersebut
dapat merubah kesejahteraan
dari kaum yang
lemah ekonominya menuju
kesetaraan taraf hidup yang makmur dan hilangnya
rasa kesenjangan sosial
antara sikaya dan
simiskin, sehingga tercipta kehidupan yang sama dan merata sesuai
cita-cita bangsa dan agama.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi