Selasa, 19 Agustus 2014

Skripsi Dakwah:APLIKASI RENCANA STRATEGIS DALAM PENGELOLAAN ZAKAT DI BADAN PELAKSANA URUSAN ZAKAT MUHAMMADIYAH (BAPELURZAM) PIMPINAN CABANG MUHAMMADIYAH (PCM) WELERI KABUPATEN KENDAL TAHUN 1430 H/ 2009 M

BAB I PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang  Zakat  adalah  ibadah  maliyah  ijtimaiyah  yang  memiliki  posisi  yang  sangat penting, strategis dan menentukan, baik dari sisi ajaran maupun dari  sisi pembangunan kesejahteraan umat. Keberadaan zakat dianggap  ma’lum  min  ad-din  bi  adl-dlarurah  atau  diketahui  secara  otomatis  adanya  dan  merupakan bagian mutlak dari keislaman seseorang (Gustian Djuanda, 2006:  14).
Sesungguhnya  penanaman  zakat  bukanlah  karena  menghasilkan  kesuburan  bagi  harta,  tetapi  karena  mensucikan  masyarakat  dan  menyuburkannya.  Zakat  merupakan  manifestasi  dari  kegotong  royongan  antara  para  hartawan  dengan  fakir  miskin.  Pengeluaran  zakat  merupakan  perlindungan  bagi  masyarakat  dari  bencana  kemasyarakatan,  yaitu  kemiskinan  kelemahan  baik  fisik  maupun  mental.  Masyarakat  yang  terpelihara  dari bencana-bencana tersebut menjadi  masyarakat  yang hidup,  subur  dan  berkembang  keutamaannya.  Pengertian  inilah  yang  harus  kita  gunakan, karena berdasarkan firman allah SWT: QS. At-Taubah Artinya:   Ambillah  sedekah  dari  harta-harta  mereka,  engkau  membersihkan  mereka  dan  mensucikan  mereka  dengan  sedekah  itu (Departemen RI, tt : 297-298).
 Dengan  demikian  nyatalah  bahwa  zakat  merupakan  manifestasi  dari  hidup  sosial  dan  harus  ditangani  pelaksanaannya  oleh  pemerintah  (Hasbi  ash-Shiddieqy, 2009: 7).

Zakat dalam  pelaksanaannya  harus ditetapkan dan diatur oleh agama  dan  negara,  baik  dari  segi  jenis  harta  yang  dizakatkan,  para  wajib  zakat  (Muzakki)  maupun  para  penerima  zakat  (Mustahiq),  sampai  pada  pengelolaanya oleh pihak ketiga, dalam hal ini pemerintah untuk mengelola  zakat demi kemaslahatan bersama (Umat). Negara atau lembaga inilah yang  akan  membantu para  muzakki,  untuk menyampaikan zakatnya kepada para  mustahiq,  atau membantu para  mustahiq  dalam menerima hak-haknya. Pada  tataran  inilah,  zakat  bukan  merupakan  urusan  individual,  tapi  merupakan  urusan  masyarakat,  urusan  dan  tugas  pemerintah  baik  melalui  organisasi  resmi  yang  langsung  ditunjuk  oleh  pemerintah  atau  org anisasi  seperti  yayasan,  Lembaga  swasta,  Masjid,  Pondok  Pesantren  dan  lainnya  yang  berkhidmat  untuk  mengatur  pengelolaan  zakat  mulai  dari  pengambilannya  dari Muzakki sampai kepada penyalurannya kepada para Mustahiq.
Niat  baik  dan  keseriusan  umat  Islam,  khususnya  negara  /lembaga  zakat  sangat  penting,  apalagi  mengingat  negara  Indonesia  bukan  negara  Islam.  Banyak  masalah  yang  akan  timbul  apabila  hal  ini  tidak  dimulai  dengan  niat  baik  dan  ditangani  secara  baik  dan  benar  sesuai  dengan  ketentuan  dan  nilai-nilai  ajaran  Islam.  Pihak  yang  dapat  melakukan  itu  semua  adalah  umat  Islam  sendiri,  khususnya  para  tokoh  agama  dan  cendekiawan  yang  memiliki  kepedulian  terhadap  masalah-masalah  agama   dan  bangsa,  yang  ditopang  dengan  pemerintah  yang  adil  dan  bijaksana.
Apabila  ketentuan-ketentuan  hukum  mengenai  zakat  diterapkan  dikembangkan  dengan  merumuskan  kembali  hal-hal  yang  berhubungan  dengan  sumber  zakat  (harta  yang  wajib  dizakatkan)  dan  pendayagunaan  (Pendistribusian)  zakat,  yang  ditopang  oleh  manajemen  yang  baik,  maka  peran  dan  fungsi  zakat  akan  dapat  terwujud.  Ketentuan-ketentuan  yang  mengatur  pembagian  zakat  hakikat,  makna  dan  fungsi  zakat  yang  begitu  banyak, akan terwujud apabila pengelolaan zakat dilakukan secara baik dan  profesional.  Misalnya  menggunakan  metode  pembagian  (Pendistribusian)  zakat yang lebih sesuai dengan kebutuhan para  mustahiq, yaitu menyentuh  kepada  akar  permasalahan  yang  dihadapi  oleh  para  mustahiq  (Asnaini,  2008 : 5).
Di  Indonesia,  lemahnya  sistem  pengelolaan  disebut  sebagai  faktor  yang  dominan  yang  menjadikan  hilangnya  ruh  zakat.  Hal  ini  dibuktikan  bahwa upaya penghimpunan zakat terhitung sangat kecil dibanding negara  tetangga kita seperti Malaysia. Karena undang-undang pengelolaan zakat di  Indonesia  baru  terwujud  dua  tahun  yang  lalu  sehingga  selama  ini  pengelolaan zakat di Indonesia masih dilakukan dengan sistem yang masih  tradisional dan konvensional (Masjfuk Zuhdi, 1991: 256).
Pengelolaan  zakat  diatur  berdasarkan  Undang-Undang  No.  38 tahun  1999  tentang  pengelolaan zakat dengan Keputusan Menteri Agama (KMA)  No. 58 tahun 1999 tentang pelaksanaan Undang-Undang No. 38 tahun 1999  dan  Keputusan  Direktur  Jendral  Bimbingan  Masyarakat  Islam  dan  Urusan   Haji  No.  D/291  Tahun  2000  tentang  Pedoman  Teknis  pengelolaan  zakat.
Meskipun  harus  diakui  bahwa  dalam  peraturan-peraturan  tersebut  masih  banyak kekurangan yang sangat mendasar, misalnya tidak dijatuhkan sanksi  bagi  muzaki  yang  melalaikan  kewajibannya  (tidak  mau  berzakat),  tetapi  Undang-Undang  tersebut  mendorong  upaya  pembentukan  lembaga  pengelola  zakat  yang  amanah,  kuat  dan  dipercaya  oleh  masyarakat.
Pelaksanaan zakat didasarkan pada firman Allah SWT yang terdapat dalam  QS. At-Taubah: 60 Artinya:  Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,  orang-orang  miskin,  pengurus-pengurus  zakat,  para  mu'allaf  yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang  yang berhutang, untuk  jalan Allah dan untuk mereka yang sedang  dalam  perjalanan,  sebagai  suatu  ketetapan  yang  diwajibkan  Allah,  dan  Allah  Maha  mengetahui  lagi  Maha  Bijaksana (Departemen RI, tt : 288).
Juga pada firman  Allah SWT dalam QS. at-Taubah: 103 Artinya:  Ambillah  zakat  dari  sebagian  harta  mereka,  dengan  zakat  itu  kamu  membersihkan  dan  mensucikan  mereka  dan  mendoalah  untuk  mereka.  Sesungguhnya  doa  kamu  itu  (menjadi)  ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha  mendengar lagi  Maha Mengetahui (Departemen RI, tt : 297-298).
 Dalam  surah  at-Taubah:  60  tersebut  dikemukakan  bahwa  salah  satu  golongan  yang  berhak menerima zakat (mustahiq  zakat) adalah orang-orang  yang bertugas mengurus urusan zakat (‘amilina ‘alaiha). Sedangkan dalam  at-Taubah:  103  dijelaskan  bahwa  zakat  itu  diambil  (dijemput)  dari  orangorang  yang  berkewajiban  untuk  berzakat  (muzakki)  untuk  kemudian  diberikan  kepada  mereka  yang  berhak  menerimanya  (mustahiq).  Yang  mengambil dan yang menjemput tersebut adalah para petugas (‘amil). Imam  Qurthubi  ketika  menafsirkan  ayat  tersebut  (At-Taubah:  60)  menyatakan  bahwa  ‘amil  itu  adalah  orang-orang  yang  ditugaskan  (diutus  oleh  imam/  pemerintah)  untuk  mengambil,  menuliskan,  menghitung  dan  mencatatkan  zakat yang diambilnya dari para muzakki untuk kemudian diberikan  kepada  yang berhak menerimanya (Didin Hafidhuddin, 2002:126).
Pengelolaan  zakat  agar  langkahnya  dapat  lebih  produktif  dan  mempunyai  nilai  yang  lebih  dari  saat  sekarang,  sebaiknya  diperlukan metode-metode  yang  dapat  dipergunakan  sebagai  alat  untuk  menentukan  arah  dan  tujuan  yaitu  dengan  perencanaan  strategis.  perencanaan  strategis  merupakan  sebuah  alat  manajemen,  alat  itu  hanya  digunakan  untuk  satu  maksud  saja  menolong  organisasi  melakukan  tugasnya  dengan  lebih  baik  (Michael Allison, 2005: 1).

Pada saat ini banyak lembaga dan yayasan yang mendirikan lembaga  amil  zakat  dengan  lingkup  lokal   daerahnya  masing-masing,  semua  itu  adalah  untuk  memberikan  layanan  terhadap  masyarakat  muslim.  Sebagai  contoh  telah  berdiri  Badan  Pelaksana  Urusan  Zakat  Muhammadiyah   (BAPELURZAM) Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) di Kecamatan Weleri Kab. Kendal. Lembaga ini dikelola oleh Muhammadiyah, dan  telah  beroperasi  kurang  lebih  30  tahun.  Pengelolaan  zakat  di  BAPELURZAM  mengenai  sistem  pengumpulan  maupun  pendistribusian  dana  zakat  lebih  bersifat  transparan.  Dana  zakat  sebagai  upaya  untuk  mendidik  bagaimana  menjadi  seorang  yang  dermawan  akan  kepeduliannya  terhadap  saudarasaudara  yang  kurang  mampu  atau  di  bawah  garis  kemiskinan.  Dengan  adanya  kebiasaan  zakat  tersebut  dapat  merubah  kesejahteraan  dari  kaum  yang  lemah ekonominya  menuju kesetaraan taraf hidup  yang  makmur dan  hilangnya  rasa  kesenjangan  sosial  antara  sikaya  dan  simiskin,  sehingga  tercipta kehidupan yang sama dan merata sesuai cita-cita bangsa dan agama.

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi