BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dakwah Islam
merupakan aktualisasi imani
(teologis) yang dimanifestasikan dalam
suatu sistem kegiatan
manusia beriman dalam
bidang sosial -kemasyarakatan
(termasuk politik) yang
dilaksanakan secara teratur untuk
mempengaruhi rasa, pikir,
sikap dan tindakan
manusia pada dataran kenyataan
individual dan sosio-kultural dalam
rangka mengusahakan terwujudnya
ajaran Islam dalam
semua segi kehidupan
dengan menggunakan cara tertentu.
Dalam
Al-Qur’an Surat An-Nahl
ayat 125, di jelaskan
cara-cara dakwah ”Serulah (manusia)
kepada jalan Tuhan-mu
dengan hikmah dan pelajaran
yang yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik”.
Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa
yang tersesat dari jalan-Nyadan
Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
Berdasarkan
ayat di atas
dapat dipahami bahwa dimensi
pemaknaan atas dakwah
juga lebih cenderung
pada konsep praktis
yang meliputi tabligh Amrullah
Ahmad, Dakwah Islam
dan Perubahan Sosial
(Yogyakarta: Prima Duta, 1983),
hlm. 3.
Tim
Penulis Depag RI,
Al-Qur’an Al-Karim dan
Terjemahnya, (Bandung: CV. Diponegoro, 2004),
keagamaan,
propaganda politik, dakwah
sebagai aplikasi dari
jihad politik, dan
dakwah yang meliputi
semua aspek kehidupan
manusia.
Dalam pelaksanaannya, tugas
dakwah ini mirip
dengan tugas kerasulan
Muhammad SAW yang berusaha
menyebarkan ajaran Islam
kepada sel uruh umat manusia secara
universal, dan membawa
misi dakwah untuk
memperingatkan dan memanggil manusia ke jalan yang benar.
Dakwah
Islam merupakan sebuah
aktifitas komunikasi, sehingga keberhasilan
dakwah tergantung pada
beberapa komponen yang mempengaruhinya, yakni
da’i sebagai orang yang
menyampaikan pesan (komunikator),
mad’u sebagai orang yang
menerima pesan (komunikan), materi
dakwah sebagai pesan
yang akan disampaikan,
media dakwah sebagai sarana yang akan dijadikan saluran
dakwah, metode dakwah sebagai cara yang
digunakan untuk berdakwah.
Adanya keharmonisan antar
unsur tersebut diharapkan
tujuan dakwah bisa
tercapai secara maksimal.
Melihat perkembangan zaman yang
semakin pesat dewasa ini, komponen-komponen dakwah tersebut juga dituntut
mengikutiperkembangan yang berjalan di era modern supayaaktifitas dakwah lebih bisa
diterima oleh masyarakat sebagai satu
elemen tersendiri bagi proses modernisasi.
Dalam
Islam, setiap muslim
adalah juru dakwah
yang mengemban tugas
untuk menjadi teladan
moral di tengah
masyarakat. Dakwah akan Ahmad Anas,
Paradigma Dakwah Kontemporer (aplikasi
teoritis dan praktis
solusi problematika kekinian),
(Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2006), hlm.
Mohammad Natsir, Fiqhud Da’wah, (Jakarta:
Media Da’wah, 2000), hlm.
Awaludin
Pimay, Paradigma Dakwah
Humanis, (Strategi dan
Metode Dakwah Prof.
KH. Saifudin Zuhri), (Semarang:
Rasail, 2005), hlm. 15 efektif dan
membuahkan hasil yang maksimal
manakala juru dakwah
bisa mewujudkan satunya kata
dengan tindakan.
Untuk itu, kata kuncidari
keberhasilan dakwah adalah keteladanan.
Mengkaji keteladanan dakwah
dalam konteks perilaku elit
politik saat ini tampaknya menjadi
suatu kajian yang
sangat relevan dakwah
lewat politik dimunculkan.
Dalam pengertian
agama, dakwah mengandung
arti panggilan dari Tuhan
dan Nabi Muhammad SAW, untuk umat manusia agar percaya kepada ajaran Islam dan mewujudkan ajaran yang dipercayainya
itu dalam segala segi kehidupannya.
Diyakini
oleh umat Islam,
bahwa tugas Nabi
Muhammad adalah mendakwahkan
Islam. Dalam konteks
itu, kegiatan dakwah
dapat mengambil dua bentuk, yakni
dakwah struktural dan dakwah kultural.
Dakwah
kultural adalah dakwah
yang dilakukan dengan
cara mengikuti budaya-budaya
kultur masyarakat setempat
dengan tujuan agar dakwahnya dapat
diterima di lingkungan
masyarakat setempat. Dakwah kultural juga bisa berarti kegiatan
dakwah dengan memperhatikan potensi dan kecenderungan
manusia sebagai makhluk
budaya secara luas
dalam rangka menghasilkan kultur baru yang bernuansa Islami
atau kegiatan dakwah dengan Hamdan Daulay,
Dakwah di tengah persoalan budaya
dan politik, (Yogyakarta:
PT.
Kurnia Kalam Semesta, 2001), hlm.
QS. Ibrahim ayat46.
Muhammad Sulthon, DesainIlmu Dakwah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm.
26.
memanfaatkan
adat, tradisi, seni
dan budaya lokal
dalam proses menuju kehidupan Islami.
Dakwah
sesuai ragam kehidupan
keagamaan sebagai proses
sosial budaya itulah yang
disebut dakwah kultural.
Perubahan dari dakwah
ini dilakukan secara
bertahap, sesuai kondisi
sosial -budaya masing-masing orang dan masyarakat.
Hal ini didasari
pandangan bahwa ke-kaffah-an
Islamnya seseorang atau
masyarakat itu mudah,
menyenangkan, dan menggembirakan yang
bisa dilakukan setiap
orang selama masa
hidupnya. Keberagaman sebagai proses sosial -budaya inilah, yang
disebut sebagai Islam Kultural.
Dakwah
struktural adalah gerakan
dakwah yang berada
dalam kekuasaan. Aktivis
dakwah struktural bergerak
mendakwahkan ajaran Islam dengan
memanfaatkan struktur sosial, politik, maupun ekonomi yang ada guna menjadikan
Islam menjadi ideologi
negara, nilai-nilai Islam mengejawantahkan dalam
kehidupan berbangsa dan
bernegara. Negara dipandang
sebagai alat dakwah
yang paling strategis.
Dakwah stuktural memegang
tesis bahwa dakwah
yang sesungguhnya adalah
aktivisme Islam yang
berusaha mewujudkan negara
bangsa yang berdasar
atas Islam, para pelaku politik
menjunjung tinggi nilai -nilai
keislaman dalam perilaku
politik mereka serta
penegakan ajaran Islam
menjadi tanggung jawab
negara dan Di
Jawa sendiri dakwah kultural
Islam lebih meniscayakan sebuah
proses akulturasi dengan budaya lokal. Tanpa harus menanggalkan
substansi ajaran keislaman, ekspresi lokalitasnya tetap
di pertahankan. Lihat
Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim
Asy’ari; Moderasi, Keumatan, dan Kebangsaan, (Jakarta: PT. Kompas
Media Nusantara, 2010), hlm. 131.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi