BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Islam adalah
agama dakwah yaitu agama yang menugaskan umatnya untuk menyebarluaskan dan menyiarkan Islam kepada
seluruh umat, hal ini berlangsung sepanjang zaman,
kapanpun, dimanapun, dan
kepada siapapun. Sebagai
agama dakwah, Islam
disebar luaskan dan
diperkenalkan kepada manusia
melalui aktifitas dakwah,
tidak melalui kekerasan,
pemaksaan, terhadap umatnya,
agar mau memeluk
agama (Amin, 1989:5).
Jadi Islam menginginkan
setiap orang memeluk agama Islam dengan sukarela, ikhlas dan damai tanpa paksaan, karena pada dasarnya esensi dakwah adalah ajakan
bukan paksaan.
Dakwah Islamiyah
adalah menyampaikan seruan
Islam, mengajak dan memanggil umat
manusia agar menerima
dan mempercayai keyakinan
dan pandangan hidup
Islam, di dalam
pembicaraan tentang dakwah
akan ditemukan beberapa
istilah yang dimaksud
pengertiannya sama dengan
dakwah atau berhubungan dengan dakwah, diantaranya nahi
munkar (Ya’qub, 1973:11).
Dalam menyampaikan
dakwah selalu terkait
dengan pembahasan amar ma’ruf nahi
munkar, seorang da’i
harus berpedoman pada
sumber utama AlQur’an
dan Al-Hadist, di
dalam Al-Qur’an dan
Al-Hadist diberikan tuntunan tentang cara-cara berdakwah yang bisa
digunakan sebagai pedoman pokok tentang metode
dan teknik berdakwah, seperti dalam
firman Allah SWT, dalam
QS AnNahl ayat 125, yaitu “
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang
lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang
lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk(QS.16: 125)(Depag RI, 1978: 421).
Dakwah pada hakekatnya adalah
mengajak baik pada diri sendiri ataupun kepada
orang lain. Untuk
berbuat baik sesuai
dengan ketentuan yang
telah digariskan oleh Allah dan
Rasul-Nya, serta meninggalkan perbuatan yang tercela (yang dilarang
Allah) dan Rasul-Nya.
Dakwah bisa diidentifikan
dengan amar ma’ruf nahi munkar.
Berkenaan dengan
masalah perintah dan
larangan, kita perlu
memahami kembali peranan
amar ma’ruf nahi
munkar (menyeru kepada
yang ma’ruf dan mencegah yang
munkar) yang diajarkan
Islam kepada umatnya.
Karena banyak diantara
kita yang belum
memahami hakikat, fungsi
dan kedudukanya diantara ibadah-ibadah
lainnya. Semuanya itu
menyebabkan kurang berfungsinya
konsep amar ma’ruf
nahi munkar dalam
kehidupan kita sehari-hari,
apabila pada era modernisasi yang
tidak pernah sepi
dari kemunkaran. Pembahasan
masalah kebaikan dan
kemunkaran sangat luas
dan beragam bentuknya,
namun sampai pada
saat ini banyak
orang-orang Islam yang
mengkonsumsi kebaikan hanya untuk
dirinya sendiri tanpa memperdulikan orang lain. Demikian halnya terhadap kemunkaran,
mereka hanya mencegah
kemunkaran dari dirinya
pribadi dan membiarkan orang lain.
Tujuan
beramar ma’ruf nahi
munkar yang diturunkan
di atas bumi
ini adalah sebagai
rahmatan lil alamin
yakni sebagai rahmat
bagi seluruh alam semesta. Untuk
mewujudkan tersebut dalam
kenyataan, sekaligus untuk mempertahankan kedudukan
orang mukmin sebagai
umat yang terbaik
yang ditampilkan Allah di arena
kehidupan ini, maka sangat diperlukan suatu konsepsi yang
harus dilaksanakan secara
konsekuen. Konsep itu
tak lain melaksanakan amar
ma’ruf nahi munkar
tanpa adanya cadangan
sesuai dengan Al-Quran.
Terlebih dalam
kemajuan dimasa ini
dimana kehidupan senantiasa
diwarnai dengan pertarungan
dan pertentangan yang
demikian dahsyat, maka
dengan adanya keberanian sikap
untuk melaksanakan amar ma’ruf nahi
munkar tersebut sangat diperlukan demi terwujudnya Izlul Islam
wal muslimin.
Nahi munkar
artinya melarang kepada
perbuatan yang munkar
(Syukir, 1983: 11).
Menurut Shihab (2001:
162), kata munkar
dipahami banyak ulama sebagai
segala sesuatu, baik ucapan maupun perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan
agama, akal, dan
adat istiadat. Penekanan
kata munkar lebih
banyak pada adat-istiadat. Demikian
juga kata ma’ruf
yang dipahami dalam
arti adat istiadat yang sejalan dengan tuntunan agama.
Amar ma’ruf
nahi munkar, digunakan
syariat Islam untuk
pengertian memerintahkan
atau mengajak diri
dan orang lain
melakukan hal-hal yang dipandang
baik oleh agama, dan melarang atau
mencegah diri dan orang lain dari melakukan hal-
hal yang dipandang
buruk oleh agama.
Ulama fikih sepakat bahwa
amar ma’ruf nahi
munkar adalah prinsip
yang harus dimiliki
setiap muslim.
Muhammad Quraish Shihab dikenal sebagai
penulis dan penceramah yang handal. Berdasarkan
pada latar belakang
keilmuan yang kokoh
yang ia tempuh melalui
pendidikan formal serta
ditopang oleh kemampuanya
menyampaikan pendapat dan gagasan
dengan bahasa yang sederhana, tetapi lugas, rasional, dan kecenderungan
pemikiran yang moderat,
ia tampil sebagai
penceramah dan penulis yang bisa diterima oleh semua lapisan
masyarakat.
Quraish Shihab memang bukan
satu-satunya pakar al-Qur’an di Indonesia, tetapi kemampuannya menerjemahkan dan
menyampaikan pesan-pesan al-Qur’an dalam
konteks kekinian dan masa moderen
membuatnya lebih dikenal dan lebih unggul daripada
pakar al-Qur’an lainnya.
Dalam hal penafsiran,
ia cenderung menekankan
pentingnya penggunaan metode
tafsir maudu’i (tematik),
yaitu penafsiran dengan cara
menghimpun sejumlah ayat al-Qur’an yang terbesar dalam berbagai
surah yang membahas
masalah yang sama,
kemudian menjelaskan pengertian menyeluruh
dari ayat-ayat tersebut
dan selanjutnya menarik kesimpulan
sebagai jawaban terhadap
masalah yang menjadi
pokok bahasan.
Menurutnya, dengan metode ini
dapat diungkapkan pendapat-pendapat al-Qur’an tentang berbagai masalah kehidupan, sekaligus
dapat dijadikan bukti bahwa ayat Al-Qur’an sejalan
dengan perkembangan iptek
dan kemajuan peradaban masyarakat (Shihab, 1990:3).
Quraish Shihab
banyak menekankan perlunya
memahami wahyu Ilahi secara kontekstual
dan tidak semata-mata
terpaku pada makna
tekstual agar pesan-pesan
yang terkandung di
dalamnya dapat difungsikan
dalam kehidupan nyata.
Ia juga banyak
memotivasi mahasiswanya, khususnya
di tingkat pasca sarjana, agar berani menafsirkan
Al-Qur’an, tetapi dengan tetap berpegang ketat pada
kaidah-kaidah tafsir yang
sudah dipandang baku.
Menurutnya, penafsiran terhadap
al -Qur’an tidak akan
pernah berakhir. Dari
masa ke masa
selalu saja muncul
penafsiran baru sejalan
dengan perkembangan ilmu
dan tuntutan kemajuan.
Beliau tetap mengingatkan
perlunya sikap teliti
dan ekstra hati-hati dalam
menafsirkan al-Qur’an sehingga
seseorang tidak mudah
mengklaim suatu pendapat sebagai pendapat al-Qur’an. Bahkan,
menurutnya adalah satu dosa bila seseorang
memaksakan pendapatnya atas nama al-Qur’an.
Berdasarkan latar
belakang tersebut penulis
terdorong mengangkat tema dengan judul:
“Konsep amar maruf
nahi munkar dalam
tafsir Al-Misbah karya Quraish
Shihab dalam perspektif dakwah”.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi