BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pada era
serba modern seperti
sekarang ini, perkembangan
teknologi berkembang dengan
sangat cepat. Begitu pula dalam kegiatan dakwah, media dakwah
ikut berkembang, salah
satunya berdakwah melalui
media televisi.
Televisi, merupakan
perkembangan medium berikutnya
setelah radio yang diketemukan
dengan karakternya yang spesifik yaitu audio visual. Peletak dasar utama
teknologi pertelevisian tersebut
adalah Paul Nipkow
dari Jerman yang dilakukannya
pada tahun 1884 (Kuswandi, 1996:4).
Televisi sebagai salah satu media dakwah yang masuk dalam kategori
audiovisual. Televisi sebagai media dakwah
dapat merangsang indra pendengaran, penglihatan atau kedua-duanya.
Dalam kenyataannya,
program acara dakwah
di televisi sudah
cukup banyak apalagi
ketika bulan suci Ramadan tiba. Akan tetapi banyak program program
dakwah yang ada di televisi kurang mendapat respon yang positif dari para
penonton. Padahal seperti
yang kita ketahui
mayoritas penduduk di Indonesia adalah
muslim. Tayangan Bengkel
Hati adalah salah
satu program acara
dakwah yang disiarkan
oleh salah satu
stasiun tel evisi swasta
nasional yakni MNCTV (dulu
TPI) setiap hari Ahad dan Senin pagi.
Tayangan Bengkel Hati seperti
kegiatan dakwah lainnya
juga mengajak mad’u
untuk kembali kepada apa yang telah diajarkan dalam
Islam. Menurut (1986:5), mengatakan: “Dakwah adalah
mendorong manusisa kepada
jalan kebaikan dan
petunjuk, perintah kebaikan
dan mencegah dari
kemungkaran menuju peruntungan kebahagiaan dunia dan akhirat”.
Menurutnya dakwah adalah
mendorong manusia untuk berbuat baik dan benar dan memerintahkan kebajikan dan mencegah
dari kemungkaran menuju kepada
kebahagiaan dunia dan
akhirat. Sedangkan tujuan
dakwah menurut Pimay
(2006:8), adalah menyelamatkan
umat manusia dari lembah
kegelapan dan membawanya
ke tempat yang
terang benderang, dari
jalan yang sesat kepada jalan
yang lurus, dari
lembah kemusyrikan dengan
segala bentuk kesengsaraan menuju kepada tauhid yang
menjanjikan kebahagiaan.
Program acara
dakwah yang diasuh
oleh ustadz Dhanu
ini tampaknya mendapat tanggapan
yang cukup baik
dari masyarakat Salatiga.
Lembaga Akhlaq Mulia Center yang
berada di kota Salatiga adalah lembaga dimana
62 dari 87
anggota Lembaga Akhlaq
Mulia Center Kota
Salatiga menonton tayangan
Bengkel Hati secara
rutin. Meraka berasal
dari daerah-daerah yang berbeda-beda
di wilayah Kota Salatiga dan sekitarnya, kemudian berbeda-beda pula dalam hal profesi dan pekerjaan
sehari-hari.
Lembaga
Akhlaq Mulia Center
di kota Salatiga sendiri
didirikan pada tahun
2008 lalu dan
dipimpin oleh Bambang
Setiawan. Bambang juga mengatakan bahwa
masyarakat yang mengikuti
kegiatan di Lembaga
Akhlaq Mulia Center umumnya menonton
tayangan Bengkel Hati dan terdiri dari
latar belakang yang berbeda-beda
baik pejabat maupun
masyarakat biasa. Kurmin (64),
salah satu warga
yang mengikuti kegiatan
di lembaga Akhlaq
Mulia Center mengatakan
bahwa dirinya rutin menonton
tayangan Bengkel Hati
di MNCTV.
Animo masyarakat
Salatiga yang cukup
besar terhadap tayangan Bengkel
Hati tak pelak
menimbulkan berbagai macam
pertanyaan. Tayangan Bengkel
Hati ternyata mampu
menyedot perhatian dan mendapatkan tempat dari
masyarakat kota Salatiga.
Hal ini menimbulkan
pertanyaan bagaimana masyarakat
kota Salatiga termotivasi untuk menonton tayangan ini
sedangkan ada beberapa
program dakwah lagi
yang juga disiarkan
oleh televisi.
Bagaimana pula dengan program
kegiatan dakwah yang lain, apa yang kurang dari tayangan-tayangan tersebut.
Aktivitas dakwah
sebagai suatu usaha,
harus bisa diukur keberhasilannya. Dari
sudut psikologi dakwah,
ada lima ciri
dakwah yang efektif
yakni: 1). Jika
dakwah dapat memberikan
pengertian kepada mad’u tentang apa
yang didakwahkan, 2).
Jika mad’u merasa
terhibur oleh dakwah yang
diterima, 3). Jika
dakwah berhasil meningkatkan
hubungan baik antara da’i dan masyarakatnya, 4). Jika dakwah mampu
mengubah sikap masyarakat mad’u, dan
5). Jika dakwah
berhasil memancing respons
masyarakat berupa tindakan (Faizah, 2006: XV).
Supaya dakwah dapat berjalan
dengan efektif seperti ciri-ciri yang telah disebutka
di atas, maka
segala macam kendala
dan halangan yang
dapat menjadi problem dakwah
harus dapat dihindari mungkin.
Problematika dalam dakwah dapat
muncul dari elemen-elemen
dasar dari dakwah
itu sendiri, misalkan
faktor da’i, mad’u,
materi, media, maupun
metode dakwah. Jika problematika-problematika ini
dapat dihindari, diharapkan
dakwah dapat berjalan
dengan maksimal dan
masyarakat dapat tertarik
untuk mengikuti aktivitas dakwah.
Munculnya motivasi
dalam diri individu
dipengaruhi berbagai macam faktor.
Bermacam alasan berbeda
dapat muncul dari
setiap individu ketika melakukan
suatu kegiatan tertentu.
Begitu pula ketika
individu termotivasi menonton tayangan
Bengkel Hati, tentu
ada beberapa hal
yang mendasari sehingga
mereka tertarik untuk
menonton secara rutin.
Faktor-faktor apakah dari
tayangan Bengkel Hati
yang membuat mereka
tertarik, apakah karena da'inya atau karena materi dan lain sebagainya.
Ada satu hal yang menarik
dalam setiap tayangan Bengkel Hati,
yaitu para pengunjung
yang menyaksikan secara
langsung tayangan Bengkel
Hati maupun yang
berinteraksi melalui pesawat
telefon. Hampir keseluruhan pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan oleh mad’u
berkaitan dengan suatu penyakit
tertentu yang sedang diidap oleh mad’u atau keluarga mad’u. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa ketika individu
sedang dalam keadaan sakit akan berusaha sekuatnya
untuk mencari obat
agar kesehatannya pulih
kembali.
Penyakit yang
diderita individu dan
tidak kunjung sembuh
membuat individu tersebut akan
semakin memaksimalkan ikhtiar
dan usahanya dalam
mencari kesembuhan penyakitnya.
Kondisi inilah yang
dapat melatar belakangi timbulnya perilaku keagamaan pada diri
individu tersebut. Munculnya
perilaku keagamaan pada
diri manusia juga
dipengaruhi oleh
motivasi-motivasi tertentu. Dalam
kaitannya dengan perilaku keagamaan, Freud
melihat
bahwa agama itu
adalah reaksi manusia
atas ketakutannya sendiri. Dalam
buku Totem and Taboo (1913), Freud mengatakan bahwa Tuhan adalah
refleksi dari Oedipus
Complex kebencian kepada
ayah yang dimanifestasikan sebagai ketakutan pada Tuhan
(Ancok, 1995:71).
Berbeda dengan
pandangan Skinner yang
menyatakan bahwa kegiatan keagamaan
diulangi karena menjadi
faktor penguat sebagai
perilaku yang meredakan
ketegangan, pendekatan Humanistik
mengakui eksistensi agama.
Maslow sendiri dalam teorinya
mengemukakah konsep metamotivation yang di luar
hierarchhy of needs
yang pernah dia
kemukakan. Mystical atau
peak experience adalah
bagian dari metamotivation yang
menggambarkan pengalaman keagamaan.
Pada kondisi ini
manusia merasakan pengalaman keagamaan.
Pada kondisi ini
manusia merasakan adanya
pengalaman keagamaan yang
sangat dalam. Pribadi
(self) lepas dari
realitas fisik dan menyatu dengan
kekuatan transendental (self
is lost transended).
Di mata Maslow level ini adalah bagian dari
kesempuranaan manusia (Ancok, 1995:75).
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi