Rabu, 20 Agustus 2014

Skripsi Dakwah:ORIENTASI PENGEMBANGAN WACANA PEMBERITAAN TENTANG KH. ABDURRAHMAN WAHID


BAB I PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang Kepergian mantan Presiden KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) telah  menciptakan  kekosongan  eksistensial  bagi  para  sahabat,  murid,  dan  pengagumnya. Kepergian Gus Dur pun tidak hanya menyentuh rasa duka yang  mendalam,  tetapi  sekaligus  menyingkap  reputasinya  sebagai  tokoh  agama,  pejuang  demokrasi,  pemimpin  politik,  pembela  kaum  minoritas,  pengusung  hak asasi, dan pahlawan pluralisme (Kompas, Senin, 31 Desember 2009).
Berbagai  kalangan  pun  berduka,  tak  hanya  dari  kalangan  Nahdliyyin  saja, masyarakat dari kalangan minoritas Tiong hoa pun merasakan duka yang  mendalam.  Selain  warga  Nahdliyyin,  para  pemuka  agama  lintas  agama  juga  hadir  di  kompleks  Ponpes.  Mereka  duduk  di  tenda  tamu  pelayat.  Di  antara  mereka, tampak biksu yang mengenakan pakaian warna kuning dan merah hati  (Hadi, 2010 : 96).
Meninggalnya  Gus  Dur  menjadi  sesuatu  yang  berbeda  tatkala  pemakamannya  dihadiri  tak  hanya  dari  lintas  kalangan,  tapi  juga  dari  lintas  agama. Setelah wafatnya Gus Dur wacana pemberian gelar pahlawan nasional  untuk Gus Dur pun bergulir (Kompas, 06 Januari 2010). Berita  mengenai  Gus  Dur  menjadi  headline  di  berbagai  media  massa.

Selama hampir sebulan berita-berita terkait pun menghiasi media,  khususnya  media cetak pada bulan Januari 2010. Tak hanya berita bela sungkawa, namun  juga  berita-berita  seputar   wacana  gelar  pahlawan  Gus  Dur.  Para  pakar  komunikasi  mengakui  bahwa  pengaruh  media  massa  tidak  seampuh  peluru  tajam.  Tidak  selalu  apa  yang  dikehendaki  dan  diinformasikan  oleh  media  massa  terjadi  dan  berpengaruh,  baik  itu  positif  maupun  negatif  pada  diri  si  penerima informasi. Namun dalam jangka panjang daya pengaruh itu diyakini  akan  berdampak,  sebagaimana  air  yang  menitik  dari  langit -langit  goa membentuk stalagtit dan stalagmit (Baso, 1992 : xi).
Media  massa  menjalankan  fungsi  untuk  mempengaruhi  sikap  dan  perilaku  masyarakat.  Melalui  media,  masyarakat  dapat  menyetujui  atau  menolak  kebijakan  pemerintah.  Lewat  media  pula,  berbagai  inovasi  atau  pembaruan  bisa  dilakukan  oleh  masyarakat.  Berbagai  keinginan,  aspirasi,  pendapat, sikap juga bisa disebarluaskan melalui media. Sosialisasi kebijakan  tentang devaluasi mata uang rupiah atau kenaikan tunjangan Pegawai Negeri  Sipil  (PNS)  yang  perlu  diketahui  secara  cepat  oleh  masyarakat,  tidak  perlu  dilakukan  secara tatap  muka.  Pemerintah  cukup  melakukan  press  release  ke  media  atau  mengundang  wartawan  untuk  jumpa  pers.  Dalam  waktu  singkat  informasi itu akan terebar luas ke masyarakat (Nuruddin, 2004 : 69).
Indonesia kini memang sedang memasuki era baru, era demokrasi. Pers  dan media massa muncul bak jamur di musim hujan. Penampilannya pun jelas  jauh lebih berani bersikap kritis terhadap penguasa dibanding masa-masa Orde  Baru. Media massa selama era Orde Baru memang jauh dari fungsinya sebagai  penegakan  suatu  public  sphere.  Pers  dan  berbagai  lembaga  pendidikan  serta  lembaga  publik  lainnya,  diupayakan  oleh  penguasa  agar  sepenuhnya  b isa  berfungsi  sebagai  aparatus  ideologi  negara  berpasangan  dengan  sejumlah  aparatus  represif  negara,  seperti  militer  dan  kelompok-kelompok  political  thugs  (preman-preman  politik)  yang  dibina  penguasa.  Setelah  Orde  Baru  lengser,  pers  memang  tampil  beda.  Pers  menjadi  lebih  agresif  dan  kreatif  dalam memberi nilai tambah suatu berita, dan juga dalam mengeksplorasi isuisu permasalahan untuk diolah menjadi komoditi informasi (Dedy N Hidayat  dalam Sudibyo, 2001 : viii).
Masa  transisi  yang  kita  alami  sekarang  membuat  sebagian  pers  menderita semacam krisis identitas atau gegar budaya. Mereka tercerabut dari  fondasi yang lama, akan tetapi belum berpijak pada fondasi baru yang kokoh.
Tidak  mengherankan  jika  era  reformasi  sering  didefinisikan  sebagai  era  kebebasan  tanpa  batas,  sehingga  banyak  pers,  terutama  media  baru  yang  muncul  pada  masa  transisi  ini  kebablasan  dalam  pemberitaan  dan  penyajiannya (Mulyana, 2008 : 100).
Sesungguhnya  tugas  mulia  media  adalah  menyampaikan  kebenaran, namun tugas menyampaikan kebenaran itu  tidaklah sederhana.  Ada berbagai  kepentingan  yang  ”berbicara”  yang  pada  gilirannya  memberi  bentuk  pada  kebenaran yang disampaikan. Selalu saja ada ketegangan di antara pihak yang  memiliki kepentingan dan masyarakat umum sebagai konsumen berita.
Media  massa  menyampaikan  segala  bentuk  informasi  sesuai  dengan  kebutuhan dan keinginan masyarakat. Seiring dengan berkembangnya zaman,  media  menjadi  bagian  yang  tidak  terpisahkan  dari  kehidupan  masyarakat.
Keberadaan  media  massa  nasional  maupun  lokal  merupakan  suatu  bentuk  tuntutan  untuk  memenuhi  kebutuhan  masyarakat.  Perbedaan  mendasar  dari  keduanya  adalah  jangkauan  wilayah  yang  berdampak  pada  berita  yang  dihasilkan.
Berita  bukanlah  foto  kopi  dari  realitas.  Ia  hanyalah  rekonstruksi  dari  realitas.  Sedangkan  rekonstruksi,  tidak  mungkin  sama  dan  sebangun  dengan  apa yang dikonstruksi ini, yaitu realitas. Hasil dari rekonstruksi bagaimanapun  banyak  tergantung  pada  orang  yang  mengerjakan  rekonstruksi  tadi,  yaitu  wartawan pada tahap permulaannya dan  gatekeeper  atau redaktur  pada tahap  berikutnya (Shobur, 2002 :vii-viii).
Pers punya tugas besar dan mulia, yakni untuk mengembangkan wacana  yang  sehat  demi  kepentingan  rakyat  banyak.  Melalui  penyajiannya,  pers  seyogyanya  lebih  berempati  terhadap  pihak-pihak  yang  dirugikan  dan  menderita.  Pada  gilirannya  wacana  yang  sehat  dapat  dikembangkan  untuk  mencari solusi atas persoalan yang ada (Mulyana, 2008 : 104 ).
Melalui  studi  wacana  kritis  ini,  akan  diketahui  kontruksi  berita  yang  ditampilkan oleh Surat Kabar Harian (SKH)  Kompas.  Penulis  akan berusaha  menemukan konstruksi  yang ditampilkan  Kompas  dalam pemberitaan  tentang  KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Bagi  sebagian  insan  pers,  Gus  Dur  barangkali  menjadi  makluk  yang  paling  menggemaskan.  Di  satu  sisi,  sejarah  telah  menunjukkan  Gus  Dur  adalah gabungan dari kualitas negarawan, politisi, budayawan, agamawan, dan  intelektual dengan sumbangan pemikiran dalam proses demokratisasi selama  Orde Baru. Pers pun mengakui kepeloporan Gus Dur dalam memperjuangkan  gagasan-gagasan keterbukaan politik, pluralisme, inklusivisme, pemberdayaan  sipil, dan lain-lain.
Tingkah laku Gus Dur yang ”semau gue”, tak acuh terhadap kritik-kritik  yang  datang  dari  berbagai  penjuru  menjadi  kurang  bersahabat  di  mata  pers.
Sebagai  kekuatan  sosial  yang  telah  sedemikian  rupa  terbuai  oleh  ”ideologi”  reformasi,  pers  tak  bisa  tinggal  diam  melihat  polah  tingkah  Gus  Dur  (Sudibyo, 2009 : 243-244) Dalam pemberitaan Kompas ketika Gus Dur masih memegang tampuk  kekuasaan  Kompas  melakukan  pemberitaan  dengan  memberikan  ruang  yang  relatif    berimbang  antara  sumber  berita yang  pro  maupun  yang  kontra    Gus  Dur (Sudibyo, 2009 : 289) Pada  akhir  tahun  2009  tokoh  kontroversial  yang  terkenal  dengan  kalimat  ”Gitu  Aja  Kok  Repot”  telah  tiada,  tak  hanya  umat  Islam  saja  yang  mengiringi kepergiannya, berbagai elemen masyarakat terdiri dari Kiai, Biksu,  serta  masyarakat  Tionghoa  pun  juga  turut  menghadiri  pemakamannya  (http://www.inilah.com/read/detail/252742/gus-dur-dimakamkan-pukul-1300-wib/ diakses 06 Maret 2011) Gus  Dur  dipandang  sebagai  salah  satu  tokoh  yang  paling  garang  menyerukan  persamaan  kaum  minoritas,  khususnya  kaum  Tionghoa.  Tak  hanya dalam hal sosial dan ideologi saja, tapi Gus Dur juga dipandang sebagai  tokoh  penting  dalam  bidang  seni  dan  budaya.  Sehingga  itulah  yang  menyebabkan Gus Dur bisa dekat dengan semua kalangan dan banyak orang  merasa kehilangan karena kepergiannya.  Kompas  pun menampilkan foto Gus  Dur penuh dalam halaman depannya sehari setelah wafatnya Bapak Pluralisme  tersebut.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi