BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Sejak awal
berdirinya Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), setiap
pemimpin bangsa dan
seluruh rakyat rela
menanggung konsekuensi hidup
di tengah-tengah masyarakat
yang majemuk serta
plural. Perbedaan agama, ras, suku, etnis, serta budaya
merupakan suatu keniscayaan yang harus dihadapi bangsa
Indonesia. Untuk itulah,
isu-isu pluralisme serta
kesatuan bangsa menjadi
penting, sebagai metode
dalam meredam kondisi
Indonesia yang sarat akan konflik.
Sebagai negara dengan jumlah penduduk nomor
empat terbesar setelah Cina, India,
Amerika serikat, Indonesia memiliki kurang lebih dari 1.072 etnis dan
subetnis. Ahli greografi
sosial mencoba menganalisis
data etnis secara langsung
melalui medium agama,
bahasa dan pendekatan
geografis daerah asal
atau tempat lahir.
Sebagian kelompok etnik
memiliki anggota dalam jumlah
kecil, hanya 15 kelompok yang memiliki anggota di atas satu juta jiwa.
Etnis
Jawa yang jumlahnya 83,8 juta
jiwa mendominasi jumlah dan tersebar distribusinya. Etnis Sunda berjumlah 30,9
dikelompokkan tersendiri, demikian juga etnis
Betawi dan Banten.
Di belakang Etnis
Jawa ada etnis
Melayu, Madura, Batak,
Minangkabau, Bugis, Banjar,
dan Bali (Salim,
2006: 6).
Semakin
besar suatu masyarakat
berarti semakin banyak
manusia yang dicakup,
cenderung akan semakin
banyak masalah yang
timbul, akibat perbedaan-perbedaan antar
manusia yang banyak
itu dalam pikirannya, perasaannya,
kebutuhannya, keinginannya, sifatnya,
tabiatnya, pandangan hidupnya, kepercayaannya, aspirasinya, dan lain sebagainya (Uchjana, 2003: 27).
Melihat
kenyataan ini, tantangan
yang harus dihadapi
agama-agama adalah bagaimana
merumuskan langkah konstruktif yang bersifat operasional untuk
lebih memahami berbagai
pluralitas keagamaan yang
ada, sehingga dapat
meminimalisir bahkan meniadakan
sama sekali pertentangan pertentangan bahkan
pertikaian antar manusia
yang terjadi dengan
dalih mengatasnamakan Tuhan. Di
samping untuk mempertegas dan memilah-milah antara
urusan agama dan
kepentingan duniawi seperti
etnis, politis, dan ekonomi. Sehingga
suatu hal yang
sangat wajar manakala
dakwah Islam menaruh perhatian
serius pada realitas
sosial karena Islam
adalah Ideologi sosial (Kuntowijoyo, 1991: 337). Yang
harus direalisasikan dalam kehidupan manusia sesuai dengan tuntutan dan
direalisasikan dalam kehidupan manusia sesuai dengan
tuntutan dan konteks
zamannya. Apalagi jika
perbedaan itu tidak
hanya mencakup masalah
ideologis saja, bahkan
merambah pada permasalahan etnis dan budaya. Dimana masalah
etnis dan budaya juga sangat memungkinkan
dapat memicu perselisihan. Perbedaan
agama, budaya, suku
bangsa, adat istiadat
yang dimiliki bangsa
Indonesia, sesungguhnya bisa
menjadi potensi disintegrasi
bangsa.
Manakala perbedaan itu dikelola dengan baik,
dengan menganggap perbedaan sebagai kekayaan
khazanah bangsa, bisa
menjadi potensi integrasi
(Daulay, 2001: 35). Orang
Kalang merupakan sekelompok
atau segolongan orang
yang hidup di daerah tertentu,
tersebar di Jawa Tengah, merupakan penduduk asli Jawa.
Mereka mempunyai landasan
kepercayaan keagamaan yang
unik walaupun mereka
itu pada umumnya
beragama Islam. Namun,
pada kenyataannya mereka
masih menghormati roh-roh
halus yang dianggap sebagai leluhurnya. Konsep leluhur ini selalu
ada dalam pikiran mereka. Yang dimaksud leluhur
adalah orang-orang yang
memiliki sifat-sifat luhur
pada masa hidupnya
dan setelah meninggal
mereka masih senantiasa
dihubungi oleh orang-orang
yang masih hidup
dengan cara melakukan
ritual adat (Sholeh, 2005: V). Seperti halnya yang terjadi pada orang-orang Kalang
yang ada di
Desa Lumansari Kecamatan
Gemuh Kabupaten Kendal,
mereka melakukan ritual
adat Kalang Obong
sebagai bentuk pertanggungjawaban sebagai bagian dari etnis Kalang. Ritual ini
sangat penting karena menyangkut sebagai representasi
identitas diri. Namun,
karena terjadinya perubahan zaman,
masuk dan berkembangnya
agama Islam, modernisasi,
pola perkawinan eksogami,
pendidikan, transportasi dan
komunikasi, serta globalisasi, terjadi pula perubahan sosial dan
budaya masyarakat Kalang.
Masyarakat
Kalang yang semula melakukan tata
upacara yang sangat ketat dengan
prosedur dan mekanisme yang utuh dan
tidak bisa ditawar-tawar lagi dalam
perkembangan selanjutnya melakukan
reinterpretasi dan dekonstruksi
terhadap pola upacara ritualnya. Mereka melakukan pemaknaan ulang
atas apa yang
sudah dilakukan selama
bertahun-tahun. Kehidupan masyarakat
Kalang yang tidak
terpisah dengan kelompok
masyarakat lain turut
memberi corak dan
warna tersendiri pada
sajian ritual yang dilakukannya.
Orang Kalang yang ada di
Desa Lumansari Kecamatan Gemuh Kabupatan Kendal
adalah mereka yang
secara tradisi adalah
bagian dari keturunan
Kalang yang sudah
tercatat dalam sejarah
Indonesia sejak zaman Majapahit. Oleh
karena itu berbicara tentang
etnis Kalang ini
berarti membicarakan salah satu
adat istiadat yang ada di pulau Jawa ini.
1.2.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka
permasalahan yang dikaji adalah: a. Bagaimana pelaksanaan adat Kalang Obong mitung
dino di Desa Lumansari Kecamatan Gemuh
Kabupaten Kendal? b. Bagaimanakah proses dakwah lintas budaya di Desa
Lumansari terkait adat Kalang
yang berlangsung? 1.3. Tujuan dan
Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan adat Kalang Obong
mitung dino serta
bagaimana proses dakwah
lintas budaya yang terjadi di
Desa Lumansari Kecamatan
Gemuh Kabupaten Kendal
terkait adanya adat Kalang bagi
pengikutnya.
2. Manfaat Penelitian - Memberi tambahan wacana dan pengetahuan
kepada pembaca tentang adanya proses
dakwah lintas budaya
yang berlangsung di
Desa Lumansari Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal.
-
Memberi pemahaman kepada pembaca bahwa dakwah lintas budaya sebagai alternatif dakwah Islam.
-
Menambah khasanah keilmuan di bidang ilmu komunikasi, khususnya Komunikasi dan Penyiaran Islam.
1.4.
Tinjauan Pustaka Berdasarkan
penelusuran penulis, beberapa
penelitian yang mengkaji tentang
dakwah lintas budaya
yang ada, namun
belum ada yang
mengkaji tentang strategi
dakwah lintas budaya.
Berikut penulis paparkan
beberapa hasil penelitian yang
berkaitan dengan tema penelitian ini.
Pertama, penelitian yang berjudul ”Dakwah
Lintas Budaya (Studi Pola Komunikasi Etnis
Jawa Muslim dan
Cina Muslim Kabupaten
Kudus)’’ oleh Muslimah
tahun 2005. Penelitian
Muslimah ini bertujuan
untuk mengetahui sejauhmana interaksi pembauran budaya etnik
Jawa muslim dan Cina muslim dalam
perkembangan dakwah Islam
di Kabupaten Kudus
ditinjau dari pola komunikasi
lintas budaya. Dengan menggunakan pendekatan psikologis bisa diterima
masyarakat sebagai Islam
yang didakwahkan bisa
menjadi agama rahmatan lil ’alamin. Muslimah mengemukakan
bahwa dakwah lintas budaya sebagai salah
satu model pendekatan dan merupakan aktualisasi dari dakwah Islam
dan realitas kebudayaan masyarakat
Indonesia yang heterogen sebagai umat dakwah.
Kedua,
skripsi berjudul ”Dakwah
Cheng Ho terhadap
Masyarakat Tionghoa dan
Jawa pada Abad
15 di Kota
Semarang” oleh Wiwid
Prasetyo tahun 2005.
Dalam skripsi ini
menjelaskan nilai -nilai dakwah
Cheng Ho melalui
jalur asimilasi seperti
perdagangan, perkawinan, dan
akulturasi budaya.
Ketiga,
tesis yang berjudul
”Upacara Obong (Studi
tentang Agama dan
Budaya pada Masyarakat
Kalang)” oleh Achmad
Sholeh tahun 2004.
Dalam tesis ini menjelaskan tentang
keberagamaan orang kalang yang masih melaksanakan
upacara obong dalam hal ini yang dilaksanakan adalah upacara obong sependhak.
Dari
beberapa kajian penelitian
di atas, maka
dapat dilihat relevansinya
dengan penelitian ini.
Sebab pada dasarnya
peneliti sama meneliti
tentang dakwah lintas
budaya. Akan tetapi,
dalam penelitian ini dikhususkan mengkaji
tentang perspektif dakwah
lintas budaya dengan adanya
fenomena adat Kalang
Obong khususnya adat
kalang obong mitung dino yang ada di Desa Lumansari Kecamatan
Gemuh Kabupaten Kendal.
1.5.
Metodologi Penelitian 1.5.1
Jenis, Pendekatan, dan Spesifikasi Penelitian Jenis penelitian ini
adalah deskriptif kualitatif, karena metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati untuk diarahkan pada latar dan
individu secara holistik (utuh) (Moleong, 2005: 4).
Pendekatan
yang digunakan adalah
pendekatan fenomenologi.
Pendekatan
fenomenologi ini merupakan
pandangan berpikir yang menekankan pada
fokus kepada pengalaman-pengalaman subyektif manusia
dan
interpretasi-interpretasi
dunia. Dalam hal
ini, para fenomenologis ingin memahami bagaimana dunia
mu ncul kepada orang lain (Moleong,
2005: 15).
Dalam
pandangan fenomenologis penulis
akan berusaha memahami
arti peristiwa dan
kaitan-kaitannya terhadap orang
yang berada dalam
situasi-situasi tertentu. Fenomenologi
tidak berasumsi bahwa
peneliti mengetahui arti
sesuatu bagi orang-orang
yang sedang diteliti
mereka. Inkuiri fenomenologis
dimulai dengan diam.
Diam merupakan tindakan untuk
menangkap pengertian sesuatu yang sedang diteliti. Yang ditekankan oleh kaum
fenomenologis aspek subyektif dari perilaku orang. Mereka
berusaha untuk masuk
ke dalam dunia konseptual para
subyek yang ditelitinya
sedemikian rupa (Moleong, 2005: 17).
1.5.2
Definisi Konseptual Tentang
definisi konseptual ini
sangat penting sekali
karena banyak kata-kata
memiliki pengertian yang
sama sehingga menimbulkan
kesalahpahaman dari berbagai
pihak. Untuk itu
agar terhindar dari
kesalahpahaman, maka penulis
memberikan batasan istilah
atau definisi tersendiri.
Dengan demikian suatu
istilah hanya memiliki pengertian yang terbatas.
Upacara
Obong yang dilakukan
masyarakat kalang ini
adalah adat peninggalan dari
nenek moyang yang dilaksanakan saat salah satu anggota
keluarga meninggal dunia,
adat kalang obong
atau upacara obong
ini diadakan pada
hari ketujuh (mitung
dino), satu tahun (sependhak),
seribu (nyewu) hari setelah kematian merupakan upacara yang terpenting bagi masyarakat kalang.
Upacara ini bertujuan untuk memohon keselamatan
dari Tuhan, dewa-dewa, roh
leluhur dan rohroh
halus lainnya sesuai
kepercayaan masyarakat agar
kekuatan kekuatan supernatural itu memberikan suatu keselamatan kepada
orang yang telah meninggal. Upacara ini
penting untuk menciptakan
dan memelihara keselarasan
di dalam masyarakat,
dan kehidupan sosial,
sehingga senantiasa tercipta
dan terjaga keadaan
seimbang yang harmonis diantara
unsur-unsur alam. Menurut
kepercayaan orang kalang,
adat kalang obong
ini bertujuan pula
untuk menyucikan arwah
nenek moyang, ibu,
bapak, sanak saudara
dan keluarga-keluarganya yang telah meninggal.
Tetapi pada dasarnya
upaca ra ini tujuan
utamanya adalah memohon
keselamatan dari Tuhan
dan kekuatan-kekuatan supernatural
lainnya bagi orasng
yang ditinggalkan dan
yang meninggal. Bagi
orang yang ditinggalkan
agar supaya tidak
terkena penyakit dan
bahaya-bahaya lainnya sedangkan
yang meninggal supaya jalan menuju alam gaib menjadi lancar.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi