BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Manusia
bukan semata-mata fisik-material, tetapi
di balik itu,
ia memiliki dimensi lain yang dipandang sebagai hakikat manusia, yakni
dimensi rohaniah (spiritual). Oleh sebab
itu, manusia tidak mungkin mampu menjalani hidup
tanpa membekali kedua
unsur yang ada
pada dirinya itu.
Rohaniah manusia yang
menopang kehidupan jasmaniahnya
tidak boleh diabaikan dalam kehidupan. Kalau dimensi fisik dapat
hidup dan merasa senang dengan makanan
yang bersifat material, maka rohani manusia akan dapat hidup dan merasa tenteram dengan makanan yang bersifat
spiritual. Iman dan keyakinan adalah
makanan rohani manusia (Ali, 2002: 151).
Do'a mempunyai
makna yang penting
bagi kehidupan setiap
insan.
Makna itu sebenarnya bukan hanya
menyangkut spiritual manusia, tetapi juga menyangkut
fisik-biologis dan psikis
(jiwa)-nya. Oleh karena
itu do'a mempunyai
hubungan yang erat dengan kesehatan
mental dan ilmu kedokteran.
Menurut Hawari (2002: 12) dari semua cabang ilmu kedokteran, maka
cabang ilmu kedokteran
jiwa (psikiatri) dan
kesehatan mental (mental health)
adalah yang paling
dekat dengan agama.
Dalam hal ini
fokus kajian yang ada pada ilmu kedokteran jiwa dan
kesehatan mental berbicara keadaan kesejahteraan
dan kebahagiaan pada diri manusia. Begitu pula agama (ad-diin) diajarkan kepada manusia agar jiwanya menjadi
sehat (Hawari. 2002: 12).
Untuk
membentuk kesehatan mental
dicari bagian ajaran
Islam yang relevan
dengan kesehatan mental.
Di antara sekian
banyak cara, maka
do'a menjadi pilihan
dalam pembentukan kesehatan
mental. Dengan do'a
akan membuahkan keberuntungan
dan kebahagiaan, (Yaqub,
1998: 263). Dalam Al-Qur’an
surat Al-Mu’min ayat 60, Allah berfirman: Artinya: Dan Tuhanmu Berfirman: “berdoalah
kepadaku niscaya akan kuperkenankan bagimu,
sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan
diri dari menyembahku akan masuk neraka jahanam
dalam keadaan hina dina (Depag RI, 1986: 767).
Berdo'a merupakan
salah satu adab
yang mendapat perhatian
khusus dalam rangka
mendekatkan diri dan
mengingat Allah dalam
hati, serta menyebut
nama-Nya pada lisan
berdasarkan perintah Allah
dalam al-Qur'an dan
contoh-contoh dari Nabi
SAW (Ya'qub, 1980:
263). Doa merupakan bagian
dari zikir, dan
zikir berarti mengingat,
menyebut, mengucapkan, mengagungkan
dan menyucikan. Maksudnya
mengingat, menyebut, mengucapkan,
mengagungkan dan menyucikan
Allah dengan mengulangulang salah
satu nama-Nya atau
kalimat keagungan-Nya (Tebba,
2004: 77).
Oleh karena
itu secara etimologi,
perkataan zikir yang
berakar pada kata zakaraartinya
mengingat, memperhatikan, mengenang, mengambil pelajaran, mengenal,
mengerti dan ingatan.
Dalam kehidupan manusia,
unsur ingat ini sangat dominan
adanya, karena merupakan
salah satu fungsi
intelektual.
Menurut pengertian
psikologis, zikir (ingatan)
sebagai "suatu daya
jiwa seseorang yang
dapat menerima, menyimpan
dan memproduksikan kembali pengertian-pengertian atau tanggapan-tanggapan
manusia (Anshori, 2003: 16).
Menurut Mujib
dan Mudzakir (2001:
237) do'a dan
zikir dapat mengembalikan
kesadaran seseorang yang
hilang, sebab aktivitas do'a
dan zikir mendorong
seseorang untuk mengingat,
menyebut dan mereduksi kembali
hal-hal yang tersembunyi
dalam hatinya. Dengan
demikian, inti pendapat
Mujib dan Mudzakir
menunjukkan bahwa esensi
do'a adalah agar manusia selalu
mengingat ajaran agama,
dan esensi ini
sesuai pula dengan esensi
dakwah yaitu agar
manusia menerima ajaran
agama dengan penuh kesadaran.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Arifin (2006: 6) bahwa esensi dakwah
adalah terletak pada
ajakan, dorongan (motivasi),
rangsangan serta bimbingan terhadap
orang lain untuk
menerima ajaran agama
dengan penuh kesadaran
demi untuk keuntungan
pribadinya sendiri, bukan
untuk kepentingan juru
dakwah/juru penerang.
Berdasarkan pandangan
kedua ahli tersebut
dapat ditarik kesimpulan bahwa
dakwah dalam rangka
menyadarkan manusia untuk
selalu mengingat Allah
SWT dapat menggunakan
pendekatan psikologis. Demikian
pula, do'a sebagai
bagian dari materi
dakwah, dalam penyampaiannya kepada
mad'u dapat menggunakan
pendekatan psikologis.
Semua agama
meyakini bahwa do’a
mempunyai peranan sangat penting
dan dibutuhkan manusia.
Sebagai seorang muslim
meyakini bahwa sumber
segala kekuatan dan
kekuasaan itu ada
pada Allah SWT.
Dia menyuruh manusia
supaya bermohon kepada-Nya,
dan Dia berjanji
akan mengabulkan permohonan
(do’a) hamba-Nya (Daradjat,
1992: 15). Do’a adalah suatu
tugas agama yang
sangat penting kedudukannya
dan sangat mahal nilainya. Dia adalah suatu pintu yang
besar di antara pintu-pintu ibadat yang lain,
dalam memperhambakan diri
kepada Allah dan
memperlihatkan ketundukkan jiwa
kepada-Nya (Ash Shiddieqy, 1986: 97).
Do’a mempunyai hubungan yang erat
dengan rohani manusia, karena itu Nasution
sebagai mantan ketua
DDII (Dewan Dakwah
Islamiyah Indonesia) meyakini
persoalan do'a tidak lepas dari pendekatan psikologis.
Nasution (1984: 56) mengemukakan:
Dilihat dari sudut kejiwaan (psikologi),
do'a itu mempunyai pengaruh terhadap
perkembangan rohaniah, membuat rohaniah semakin tenang dan kuat, mampu dan mempunyai daya tahan
membendung desakandesakan keinginan jasmaniah. Do'a itu membentangkan tali
pegangan bagi manusia,
memperkuat semangat berjuang
(fighting-spirit), mendatangkan pengharapan
(optimisme). Sebagai diketahui,
keadaan lahiriah atau
jasmaniah manusia ditentukan
oleh keadaan jiwanya, rohaniahnya.
Percobaan-percobaan dan penyelidikan-pcnyelidikan secara
ilmiah terhadap pengaruh
dan kekuatan do'a
itu dalam membentuk rohaniah manusia telah diakui oleh
beberapa pakar.
“Arti pentingnya” pendapat
Nasution di atas yaitu bahwa pendapatnya mengandung
ajakan agar manusia
bersedia masuk ke
jalan Allah karena dengan
begitu, maka kegelisahan
manusia modern dapat
diatasi. Dengan demikian ajakan Nasution untuk kembali ke
jalan Allah sangat relevan dengan dakwah karena
sebagaimana pendapat Hafidhuddin
(2000: 77) bahwa dalam pengertian
yang integralistik, dakwah
merupakan suatu proses
yang berkesinambungan yang
ditangani oleh para
pengemban dakwah untuk mengubah sasaran
dakwah agar bersedia
masuk ke jalan
Allah, dan secara bertahap menuju perikehidupan yang islami.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya dapat
ditegaskan, hikmah berdo'a adalah agar
manusia memperoleh kebahagiaan baik di dunia maupun akhirat, demikian
pula memiliki maksud
yang sama serta
tidak berbeda dengan bimbingan dan konseling Islam, hal ini
sebagaimana dikemukakan Musnamar (1992:
5) konseling islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar menyadari
kembali akan eksistensinya
sebagai makhluk Allah
yang seharusnya hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah
sehingga dapat mencapai kebahagiaan di
dunia dan di akhirat.
Melihat pengertian
tersebut, dapat diambil
kesimpulan bahwa “arti pentingnya” pendapat M. Yunan Nasution
yaitu pendapatnya dapat dijadikan masukan dalam
mengembangkan bimbingan dan
konseling Islam oleh
para konselor sehingga
dapat menjadi solusi
terhadap problematika yang
sedang dihadapi dan dialami para
konseli atau klien. Sehubungan dengan itu, menurut Adz-Dzaky
(2002: 189) konseling
dalam Islam adalah
suatu aktifitas memberikan
bimbingan, pelajaran dan
pedoman kepada individu
yang meminta bimbingan
(klien) dalam hal
bagaimana seharusnya seorang
klien dapat mengembangkan potensi
akal fikirannya, kejiwaannya,
keimanan dan keyakinan
serta dapat menanggulangi
problematika hidup dan
kehidupannya dengan baik
dan benar secara
mandiri yang berparadigma
kepada al-Qur'an dan as-Sunnah Rasulullah SAW.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi