BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Islam adalah
agama yang berisi
dengan petunjuk-petunjuk agar manusia secara
individual menjadi manusia
yang baik, beradab,
dan berkualitas, selalu
berbuat baik sehingga
mampu membangun sebuah peradaban
yang maju, sebuah
tatanan kehidupan yang
manusiawi dalam arti kehidupan yang
adil, maju bebas
dari berbagai ancaman,
penindasan, dan berbagai
kekhawatiran. Agar mencapai
yang diinginkan tersebut
diperlukan apa yang dinamakan
sebagai dakwah. Karena dengan masuknya Islam dalam sejarah umat manusia, agama ini mencoba
meyakinkan umat manusia tentang kebenarannya
dan menyeru manusia agar menjadi penganutnya (Aziz, 2004: 1).
Di samping
itu, Islam juga
merupakan agama dakwah,
yaitu agama yang menugaskan umatnya untuk menyebarkan dan
menyiarkan Islam kepada seluruh umat
manusia sebagai rahmat
bagi seluruh alam.
Islam dapat menjamin
terwujudnya kebahagiaan dan
kesejahteraan umat manusia, bilamana ajaran Islam yang mencakup segenap
aspek kehidupan itu dijadikan sebagai pedoman
hidup dan dilaksanakan
dengan sungguh-sungguh. Usaha menyebarluaskan Islam
dan realisasi terhadap
ajarannya yaitu dengan berdakwah
(Shaleh, 1977: 1).
Sebagaimana dalam firman
Allah SWT. yang berbunyi
sebagai berikut : .
Artinya :
“Serulah (manusia) kepada
jalan Tuhanmu dengan
hikmah dan pelajaran
yang baik dan
bantahlah mereka dengan
cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah
yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang
yang mendapat petunjuk”
(Q.S. AnNahl: 125). (Depag RI,
2001: 748).
Dakwah adalah
aktivitas untuk mengajak
manusia menuju suatu tujuan.
Ia memerlukan kiat-kiat khusus agar dapat diterima secara efektif dan efisien
(Syabibi, 2008: 135).
Dakwah dalam konteks
perkembangan dan penyebaran
ajaran Islam menjadi
aspek kegiatan yang
cukup fundamental.
Islam tidak
mungkin dikenal dan
dipahami serta dianut
tanpa adanya proses dakwah
Rasul. Kegiatan dakwah
dalam perkembangannya ditradisikan
oleh para ulama’ dari
satu generasi ke
generasi hingga sekarang
(Syabibi, 2008: 20).
Untuk menyampaikan pesan
dakwah, seorang juru
dakwah (da'i) dapat menggunakan
berbagai macam media dakwah, baik itu media modern (media elektronika) maupun media tradisional
(Baroroh, dkk., 2009: 4).
Perwujudan dakwah
bukan sekedar usaha
peningkatan pemahaman dalam
tingkah laku dan
pandangan hidup saja,
tetapi juga menuju
sasaran yang lebih
luas. Apabila pada
masa sekarang ini,
ia harus lebih
berperan menuju kepada
pelaksanaan ajaran Islam
secara lebih menyeluruh
dan berbagai aspek kehidupan.
Dalam
melaksanakan dakwah Islam
untuk menyesuaikan suatu keadaan dalam
masyarakat yang akan
dihadapi, seorang da'i
harus memakai sebuah media, agar dalam melaksanakan
dakwahnya akan sampai ke sasaran yang
diharapkan (Arifin, 2005: 3).
Dakwah dengan
media tradisional dapat
menggunakan berbagai macam
seni pertunjukan yang
dipentaskan di depan
umum terutama sebagai sarana
hiburan yang memiliki
sifat komunikatif, seperti
seni ketoprak, karawitan,
wayang, seni teater
dan sebagainya. Dengan
demikian mempermudah bagi juru
dakwah untuk menyampaikan dakwah dan juga agar mudah
dipahami oleh sasaran
dakwah (mad'u), maka
sebaiknya dakwah dilakukan
dengan menggunakan salah
satu media yang
ada. Hal ini
untuk menyesuaikan keadaan
masyarakat yang tidak sama, disatu sisi sudah modern disisi
lain masih tradisional.
Oleh karena itu dalam berdakwah
walaupun sudah menggunakan
media modern namun
tidak menghilangkan media tradisional yang
masih digunakan dengan
baik, sehingga dalam
berdakwah penggunaan media
tersebut dapat disesuaikan
dengan keadaan masyarakat setempat.
Oleh karena keadaan
lingkungan masing-masing masyarakat
tidak selalu sama,
maka materinya juga
harus bervariasi menyesuaikan
keadaan dimana juru
dakwah harus mencari
masalah-masalah yang dihadapi
dan sekaligus memikirkan
pemecahannya yang nantinya
menjadi bahan pembicaraan dalam berdakwah (Baroroh, dkk.,
2009: 4).
Seni merupakan
media yang mempunyai
peran yang sangat
penting dalam pelaksanaan dakwah
Islam, karena media tersebut memiliki daya tarik yang
dapat mengesankan hati
pendengar maupun penontonnya.
Melihat kenyataan yang
demikian maka kesenian
memiliki peranan yang
tepat guna sehingga dapat mengajak kepada khalayak untuk
menikmati dan menjalankan isi yang
terkandung didalamnya. Seni dapat digunakan sebagai media dakwah karena
syair yang terpancar
bernilai dakwah sehingga
dikatakan bahwa seni sebagai
media untuk berdakwah. Kuntowijoyo
mengemukan bahwa kesenian yang merupakan
ekspresi dari keislaman
itu setidaknya mempunyai karakteristik Islam yang mencerminkan
karakteristik dakwah Islam seperti: a).
berfungsi sebagai
ibadah, tazkiyah, dan
tasbih, b). menjadi
identitas kelompok, c). berfungsi
sebagai syair (Baroroh, dkk., 2009: 4).
Beberapa group
kesenian maupun kebudayaan
diakhir-akhir ini nampak
sekali peranannya dalam
usaha penyebaran Islam.
Seperti group qosidah, dangdut, musik band, drama, wayang
kulit dan sebagainya.
Sebenarnya pada
mulanya group-group kesenian
tersebut bergerak hanya
pada lingkup hiburan.
Yang mana para
artis hanya komersil
lagunya atau sandiwaranya demi
memenuhi kebutuhan hidupnya. Akan tetapi
di saat sekarang ini mereka sudah
sadar bahwasanya group
yang dipimpinnya atau profesinya itu
dapat pula dimanfaatkan
sebagai media dakwah.
Seperti Ki Anom Suroto dengan wayang kulitnya, Emha Ainun Najib dengan
kelompok teaternya, H.
Fatholah Akbar dengan
Seni Ludruk Sari
Warninya mampu membawa
missi dakwahnya menuju
kelestarian dan pengembangan
Islam (Syukir, 1983: 179).
Drama
merupakan tiruan kehidupan
manusia yang diproyeksikan
di atas pentas.
Melihat drama, penonton
seolah melihat kejadian
dalam masyarakat. Kadang-kadang
konflik yang disajikan dalam drama sama dengan konflik
batin mereka sendiri.
Lakon drama sebenarnya
mengandung pesan atau ajaran (terutama ajaran moral) bagi
penontonnya. Penonton menemukan ajaran
itu secara tersirat dalam lakon drama (Waluyo, 2002: 1).
Drama dengan
seperangkat ide-ide dan
gagasan yang meliputi,
baik dalam diskursus budaya
maupun estetis, secara kreatif dapat dibangun sebagai jalan
untuk menyebarkan dogma-dogma,
tujuan, harapan dan
mimpi para pendukungnya
melalui prosedur-prosedur individual,
sosial, maupun teologikal sekaligus memiliki kemungkinan yang
ikhlas untuk direproduksi ke dalam
idiom-idiom komunikasi visual yang bersifat verbal maupun non verbal (Arifin, 2005: 8).
Drama tidak
lepas dari naskah,
maka baik naskah
maupun pentas berhubungan
dengan bahasa sastra.
Telaah drama harus
dikaitkan dengan sastra.
Sebagai karya sastra,
bahasa drama adalah
bahasa sastra, karena
itu sifat konotatif
juga dimiliki. Pemakaian
lambang, kiasan, irama,
pemilihan kata yang khas dan
sebagainya berprinsip sama dengan karya sastra yang lain (Waluyo, 2000: 2).
Waktu menonton suatu drama sering
terjadi penonton atau mad'u dapat memahami jalan
cerita sungguhpun ada
kata-kata atau kalimat
yang kurang dipahami.
Ini dimungkinkan karena
pembicaraan dalam dialog
suatu drama diikuti oleh mimik dan gerak-gerik serta
intonasi yang jelas oleh pelaku yang memainkan perannya
dengan baik. Melalui
drama, selain dapat
mempelajari dan menikmati isinya,
orang juga dapat memahami masalah yang disodorkan di dalamnya tentang masyakat melalui
dialog-dialog pelaku sekaligus belajar tentang
isi drama tersebut dan juga mempertinggi pengertian mereka tentang bahasa
lisan. Sehingga nilai-nilai
dakwah yang terkandung
di dalamnya mudah diserap oleh penonton atau mad'u
(Waluyo, 2002: 158).
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi