BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Pada
dasarnya, zakat merupakan
suatu tanda yang
jelas dan tegas dari
Tuhan untuk menjamin tidak seorang pun menderita kekurangan sarana untuk memenuhi kebutuhan pokoknya akan
barangdan jasa (Chapra, 1999: 290). Oleh
karena itu, zakat
bisa menjadi sumber
dana tetap yang
cukup potensial yang
dapat digunakan untuk
mengangkat kesejahteraan umat terutama
golongan fakir miskin sehingga dapat hidup layak secara mandiri tanpa harus menggantungkan nasibnya atas belas
kasihan orang lain (Zuhdi, 1994:189).
Zakat adalahperintah agama yang
berorientasikan pada kepentingan umat,
karena selain menjalankan apa
yang diperintahkan Allah, zakat juga mempunyai dampak
positif terhadap masyarakat secara
langsung terhadap yang
berhak, sehingga tercipta
satu aspek sosial
yang dapat yang
dapat menimbulkan sikap
kebersamaan, persaudaraan, dan
tolong menolong (Rusyd,
t.th:10 ). Di
samping fungsi di
atas, zakat juga
berguna untuk membersihkan
harta dari kotoran, menjauhkan
dari mara bahaya,
dan sebagai bukti ketaatan
seorang hamba kepada Tuhan. Zakat juga merupakan penyucian
dari sifat buruk,
pelit, dan sarana
bagi orang kaya
untuk mendekatkan diri kepada
Allah SWT (Sa’di, 2006: 167).
Hal ini
sebagaimana Firman Allah
SWT dalam surat
al-Taubah ayat 103 sebagai
berikut: ”Ambillah zakat
dari sebagian harta
mereka, dengan zakat
itu kamu membersihkan
dan mensucikan mereka
dan mendoalah untuk
mereka. Sesungguhnya doa
kamu itu (menjadi) ketenteraman
jiwa bagi mereka.
dan Allah Maha
mendengar lagi Maha Mengetahui”.
dalam ayat
tersebut berarti menumbuhkan kebaikan
pada mereka dengan harta yang
dizakatkan (Khalid, 2004:113).
Maka dari itu,
zakat diibaratkan seperti
benteng yang melindungi harta
dari penyakit dengki
dan iri hati
dan zakat ibarat
pupuk yang dapat menyuburkan
harta untuk berkembang dan tumbuh (Hasan, 2003: 2 ).
Pada dasarnya
zakat dikenakan pada
harta yang diperoleh
dan dimiliki oleh seorang muslim.
Jika muslim mempunyai harta dalam kondisi cukup nisab, maka ia wajib mengeluarkan zakatnya (Mursyidi, 2003: 170).
Term zakat berbeda
dengan istilah lain
walaupun memiliki kemiripan, misalnya
dengan kata sedekah.
Kata sedekah berakar
dari kata shadaqah yang
berarti jujur atau
benar. Secara terminologis,
kata ini mengandung makna
pemberian sejumlah harta
tertentu kepada orang
lain untuk kemaslahatan
umat Islam. Zakat
dinamakan sedekah karena
tindakan itu menunjukkan kebenaran seseorang hamba dalam
beribadah dan melakukan ketaatan kepada
Allah SWT.
Istilah lain yang
memiliki tujuan yang
sama dengan zakat,
namun implikasi hukumnya berbeda adalah
infaq. Kata infaq
berakar dari kata nafaqa yang
artinya laku, laris
dan habis. Pemaknaan
istilah infaq berarti memberikan
sejumlah harta tertentu
bagi orang yang
membutuhkan. Infaq dapat
dikeluarakan oleh orang
yang beriman baik
yang berpenghasilan tinggi atau rendah, dalam keadaan lapang atau
sempit (Hasan, 2011: 4-5).
Agarzakat, infaq dan shadaqah
dapat lebih bermanfaat, maka sudah menjadi
tugas Amil sebagai pihak
yang bertugas mengelola
zakat untuk dapat
mengoptimalkan fungsi atau
daya guna zakat
dan mendistribusikan dana
zakat secara amanah
kepada pihak-pihak yang
benar-benar berhak menerimanya
secara proporsional dan
profesional sesuai dengan
tuntunan Al-Qur’an dan
As-sunnah, sehingga zakat
tersebut menjadi tepat
guna, berhasil guna, dan
berdaya guna. Sebagaimana
tercermin dalam firman Allah SWT QS Annisa [4] : 58 yang berbunyi : ”Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hukum di antara
manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha mendengar lagi Maha melihat”.
Yangdimaksud dengan amanat dalam
surat an-Nisa:58, ialah tugastugas yang telah dipercayakan kepada manusia
sebagai khalifah, dalam hal ini juga
berlaku bagi para Amil yang bertugas untuk mengelola zakat baik dari
penghimpunan,
pendistribusian maupun pendayagunaan. Secara
tidak langsung ketika
program -program
pendayagunaan diluncurkan, para
amil berusaha untuk mengajak
masyarakat (muzaki) untuk berzakat. Oleh karena itu,
dapat dikatakan bahwa
lembaga zakat merupakan
lembaga dakwah.
Karena dengan aktivitas lembaga tersebut dapat
mengajak masyarakat untuk menunaikan
zakat (amar ma’ruf ) dan mencegah
seseorang untuk menahan hartanya (nahi
munkar). Oleh karena itu, dalam prosesnya sangat diperlukan pengawasan. Pengawasan merupakan fungsi
terakhir dari manajemen.
Adapunfungsi -fungsi manajemen
tidak lain berkaitan dengan fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan
dan tentunya ada
proses pengawasan yang
harus diperhatikan, agar
dana zakat tersebut
bisa berfungsi optimal
dan tersalurkan kepada
yang lebih berhak
secara proporsional dengan
efektif dan efisien (Sudewo, 2004:64).
Dalam suatu organisasi pengawasan
menduduki posisi penting
karena pengawasan bertujuan
untuk mencegah atau
memperbaiki kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, dan lainnya yang tidak sesuai
dengan tugas dan wewenang yang telah
ditentukan. Arti dari
pengawasan memiliki banyak
pengertian, salah satunya menurut
Hasibuan (2005:242) pengawasan adalah pengukuran dan
perbaikan terhadap pelaksanan
kerja bawahan, agar
rencana-rencana yang telah
dibuat untuk mencapai
tujuan-tujuan perusahaan dapat terselenggara.
Pengawasan lembaga amil
zakat sesungguhnya terkait
erat dengan program
yang direncanakan, karena
itu hakekat dari
tujuan pengawasan adalah
menjamin tercapainya tujuan
lembaga amil zakat
dengan cara mengembalikan atau meluruskan berbagai
penyimpangan yang tidak sesuai dengan
yang diprogramkan (Sudewo: 2004, 140).
Prosespengawasan merupakan kewajiban yang
terus menerus harus dilakukan untuk
pengecekan terhadap jalannya
perencanaan dalam organisasi, dan untuk memperkecil tingkat
kesalahan kerja. Kesalahan kerja dengan adanya
pengontrolan dapat ditemukan
penyebab kesalahan kerja tersebutdan dapat
diluruskan(Hasan, 2011: 25 ).
Nilai pengawasan sangat strategis karena
hasil akhir dari
semua proses akan
menjadi taruhan jika fungsi
kontrol atau pengawasan tidak berjalan dengan benar. Banyak sekali manfaat
yang dapat diambil
ketika control berjalan,
misalnya untuk memonitor,
memberikan penghargaan serta
menegaskan berbagai perilaku positif, menjadikan segala sumber daya tetap
berjalan direlnya, memelihara anggaran, mengkoordinasikan standar
hukum, aturan dasar
serta normanorma yang sudah ditetapkan dan lain-lain (Cahyo Pramono. Pengawasan, Sumber
www. Waspada Online.
Com. Diambil dari
internet 19 Oktober 2011).
Unsur pengawas
dalam struktur organisasi
BAZ adalah Komisi Pengawas.
Pengawasan terhadap organisasi
BAZ dilakukan secara
khusus oleh Komisi Pengawas yang
dibentuk oleh pemerintah atau pengurus BAZ itu
sendiri. Adapun tugas
komisi pengawas dimuat
dalam Keputusan Menteri
Agama Nomor 581
Tahun 1999 Pasal
9 ayat (3),
dalam pasal tersebut
disebutkan bahwa tugas
komisi pengawas adalah
melaksanakan pengawasan terhadap
pelaksanaan tugas administratif
dan teknis pengumpulan,
pendistribusian,
pendayagunaan zakat, serta
penelitian dan pengembangan pengelolaan zakat (Hasan,
2011:50-51).
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi