BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Indonesia
adalah negara yang
mayoritas masyarakatnya muslim.
Jika dilihat dari sejarahnya agama Islam masuk ke
Indonesia dibawa oleh para pedagang
dari berbagai bangsa,
salah satunya adalah
negara India tepatnya
Gujarat. Selain agama
para pedagang ini
juga secara otomatis membawa budaya dari negara mereka.
Indonesia adalah
negara yang kaya
akan budaya, hal ini menarik bagi
dunia luar untuk
masuk ke Indonesia.
Dengan masuknya pola
pikir barat sepertihalnya
manusia menemukan dirinya
sebagai kekuatan yang dapat menyelesaikan
persoalan-persoalan hidup. Manusia
dipandang sebagai makhluk yang
hebat, yang independen
dari Tuhan dan
alam.
Manusia modern
Barat sengaja melepaskan
diri dari keterikatannya dengan
Tuhan (theomosphisme), untuk
selanjutnya membangun tatanan manusia
yang semata-mata berpusat
pada manusia (antropomorphisme).
Manusia menjadi
tuan atas nasibnya
sendiri, yang mengakibatkan terputusnya
dari nilai-nilai spiritual.
Akibatnya, manusia modern
Barat pada akhirnya tidak mampu
menjawab persoalan-persoalan hidup sendiri (Khatib, 2005:1 ).
Pada era
global masuknya budaya
luar di atas
membuat identitas diri mulai
pudar. Spiritual masyarakat
Indonesia semakin menurun karena pola pikir
masyarakat Indonesia, yang tidak
lagi mementingkan nilai-nilai moral yang
terkandung dalam ajaran
Islam, sebagai akibat
dari kebudayaan asing
yang dengan mudahnya
masuk ke Indonesia
tanpa adanya dasar keimanan yang
kuat untuk membentengi agama dari
masingmasing individu dan masyarakat dan juga
sikap ikut-ikutan kepada dunia barat.
Kehausan spiritual terjadi
ketika masyarakat lebih
cenderung rasional dan
menemukan batas rasio
itu sendiri sehingga
mereka butuh akan dorongan
jiwa yang pasti.
Disini pendorong jiwa
adalah agama (Islam) karena peranan agama memberikan
harapan dan ketenangan, maka fungsi
agama berlaku pada semua masyarakat dan adat istiadatnya karena agama Islam menghormati perbedaan.
Kemajuan teknologi
informasi melahirkan arus
besar yang lazim disebut globalisasi
dampak yang begitu
besar itu telah
nampak mempengaruhi tata
pergaulan dan nilai-nilai
kehidupan manusia, kenyataan
ini menyadarkan kita
untuk segera berbenah,
memperbaiki, mengelola dan
meningkatkan wisata religi, baik segi sosial, ekonomi dan budaya
wisata religi bahkan
sering kita lakukan,
tetapi belum tentu
tahu apa makna
wisata religi itu
sendiri, wisata religi
di Indonesia itu
sangat banyak dan yang paling
menonjol adalah tempat ziarah atau
wisata religi walisongo, masyarakat
Indonesia untuk berziarah
kemakam para wali
di jawa maupun
diluar jawa sangat
antusias sehingga banyak
lembaga dan organisasi yang memberangkatkan para
jama’ahnya.
Wisata, sebuah
kata yang sering
kita dengar atau
bahkan kita lakukan.
Kegiatan yang sering
kita lakukan tersebut,
sering kali tidak pernah
kita pikirkan secara
mendalam. Berbicara mengenai
wisata tidak terlepas dari pembicaraan tentang perjalanaan
merupakan cikal bakal dari wisata.
Perjalanan pada hakekatnya adalah perpindahan atau gerakan dari satu
tempat ketempat lain
untuk suatu tujuan
secara umum dan
tujuan secara agama.
Menurut pandangan
Al-Quran wisata diambil
dari kata siyahah yang secara populer diartikan perjalanan wisata. Kata ini mengandung arti menurut ulama syi’ah kontemporer, juga
memahami kata saihun pada QS Al-Tawbah
perjalanan wisata. Wisata
di Jelaskan dalam
QS Al-Tawbah 112.
Artinya: Mereka
itu adalah orang-orang
yang bertobat, yang beribadah,
yang memuji (Allah), yang melawati, yang rukuk, yang sujud, yang menyuruh berbuat makruf dan mencegah berbuat mungkar dan yang memelihara
hukum-hukum Allah. Dan
gembirakanlah orang-orang mukmin itu.
Ayat diatas menjelaskan tentang
perjalanan wisata yang bertujuan untuk memperoleh
pembelajaran dan pengajaran
(Ibrah) (Depatemen Agama
RI 2007, 365
: 367). Wisata
adalah sebuah perjalanan
untuk memperoleh pengalaman,
pelajaran atau pengajaran (Ibrah) (Shihab, : 549).
Dalam menghadapi
berbagai masalah yang
semakin berat dan kompleks, sebagai
akibat tuntutan perkembangan
ilmu pengetahuan , teknologi,
globalisasi dan tuntutan
kebutuhan, maka kiranya
kegiatan dakwah yang
dilakukan perorangan kurang
memadai. Oleh karena
itu hendaknya dilakukan
melalui sebuah kelembagaan
yang ditata dengan baik dan menghimpun berbagai keahlian yang
diperlukan.
Apabila dilihat
dari kuantitas, lembaga
dakwah yang ada di
Indonesia jumlahnya
cukup banyak, yang
seharusnya membawa peningkatan
kualitas dan kuantitas
umat. Namun kenyataannya
jumlah yang banyak
belum mencerminkan peningkatan
lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi dakwah
Islam pada umumnya
seperti apa yang diharapkan. Hal ini karena tidak ada kesatuan antara
teori strategis, teknik perencanaan,
pengorganisasian dan pelaksanaan
dakwah. (Ahmad, 1983: 4).
Setiap organisasi
pasti mempunyai tujuan
yang ingin dicapai, demikian juga majlis ta’lim Al-Islami yang
berazaskan Islam sudah barang tentu
mempunyai tujuan yang hendak dicapai.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut,
maka majlis ta’lim Al-Islami membuat rencana kerja yang berupa program
kerja untuk satu
periode kepengurusan yaitu
program kerja jangka pendek, menengah dan jangka panjang.
Majlis Ta’lim
Al-Islami ini ditinjau
dari aspek pengorganisasian telah berkembang
cukup baik, hal
itu ditandai dengan
berkembangnya cabang-cabang panitia
kecil penyelenggara wisata
religi yang tersebar
di daerah-daerah, seperti
pekalongan, pemalang, batang
dan semarang .
Namun, dalam
aspek dakwah yang
diimplementasikan dalam bentuk wisata
religi misalnya belum
berjalan sebagaimana diharapkan.
Hal ini ditandai
dengan kurang meningkatnya
jumlah jama'ah wisata
religi di masing-masing daerah.
Berdasarkan uraian
tersebut, maka jelaslah
bahwa pada dasarnya pengorganisasian yang
terdapat pada majlis
ta’lim ini sudah
berjalan dengan baik.
Atas dasar itu
mendorong peneliti mengangkat
tema ini.
Sedangkan alasan
peneliti memfokuskan pembahasan
pada aspek pengorganisasian adalah
karena pengorganisasian merupakan
titik tolak dari suatu organisasi atau lembaga apakah
organisasi atau lembaga itu bisa mencapai
hasil yang diharapkan atau tidak, maka hal itu tergantung pada aspek
pengorganisasian. Jika aspek
pengorganisasiannya sudah dibentuk sedemikian rupa sesuai dengan prinsip atau
fungsi manajemen maka bisa diharapkan bahwa
organisasi atau lembaga
tersebut mencapai hasil
yang diharapkan.
Dengan latar
belakang di atas
penulis tertarik untuk
meneliti permasalahan dalam
sebuah skripsi yang
berjudul “Pengelolaan Wisata Religi
dalam Memberikan Pelayanan
Ziarah pada Masyarakat
Muslim (Studi Kasus fungsi Pengorganisasian Majli Ta’lim Al-Islami KH.
Abdul Kholiq Di Pegandon – Kendal
2008-2010).
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi