Rabu, 20 Agustus 2014

Skripsi Dakwah:PENGUMPULAN DAN PENDISTRIBUSIAN ZAKAT DALAM UPAYA PENGENTASAN KEMISKINAN TAHUN 2010/2011 (study analisis pengelolaan ZIS di BAZ kabupaten jepara)


BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang  Al-Qur’an  merupakan  kalam  Allah  yang  diturunkan  kepada  Nabi  Muhammad  saw.  Sebagai  pedoman  hidup  bagi  seluruh  umat  manusia.  AlQur’an mengatur tingkah laku dan tata cara hidup manusia Sebagai pedoman  hidup, Al-Qur’an mengandung keilmuwan dan wacana yang sangat luas dan  mendalam  yang  mengatur  kehidupan  manusia  secara  menyeluruh.  Isi  dan  kandungan  Al-Qur’an  juga  merupakan  sumber  wacana  yang  di  dalamnya  terkandung perintah mengenai zakat, infaq dan shadaqah.
Islam menginginkan agar  setiap manusia mempersiapkan kehidupan  terbaiknya.  Dimana  dengan  hal  itu  bisa  menikmati  kehidupannya  yang  dipenuhi dengan keberkahan langit dan bumi, serta mampu mendayagunakan  segala  apa  yang  ada  di  dalamnya  dengan  sebaik  mungkin.  Hingga  akhirnya  manusia  akan merasakan kebahagiaan di berbagai aspek kehidupan dan juga  keamanan yang meliputi hati. Serta rasa syukur terhadap semua nikmat yang  diterimanya di semua kisi-kisi dadanya. Dengan demikian, manusia pun akan  mampu beribadah kepada Allah dengan penuh kekhusyu’an dan juga dengan  persiapan yang baik.
Sehingga para fakir miskin dapat merasakan ni’mat Allah yang telah  diberikan  kepadanya,  dan  bisa  menumbuhkan  rasa  syukur  mereka  kepada  Allah SWT.    Dengan  tujuan  di  atas  inilah,  maka  Allah  mewajibkan  zakat  dan menjadikannya  sebagai  pondasi  terhadap  keberlangsungan  Islam  di  muka  bumi dengan cara mengambil zakat, infaq dan shadaqah tersebut dari orangorang  yang  mampu  dan  kaya  serta  memberikannya  kepada  fakir  miskin  ,  demi  membantunya  dalam  menutupi  kebutuhan  materi;  seperti  halnya  kebutuhan  makan,  minum,  pakaian,  dan  juga  tempat  tinggal.  (Yusuf  Qaradhawi: 2005. 27).
Badan Amil Zakat (BAZ) adalah sebuah lembaga yang dibentuk oleh  pemerintah  berdasarkan  UU  No.  38  th  1999. Di  tingkat  Kabupaten/  Kota  dengan  SK  Bupati/Walikota  atas  usul  Kepala  Kantor  Kementerian  Agama  Kabupaten/Kota, sedangkan di Kecamatan dengan SK Camat atas usul Kepala  KUA. Pada tingkat Desa/Dinas/Badan/Kantor/Instansi lain dapat dibentuk Unit  Pengumpul Zakat (UPZ) oleh BAZ.  BAZ Kabupaten bertugas mengumpulkan,  mendistribusikan, dan mendayagunakanzakat sesuai dengan ketentuan agama.
BAZ  berfungsi sebagai  jembatan  antara  muzakki (pezakat)  dan  mustahik(penerima). Adapun biaya operasional diperoleh dari pemerintah dan  dari jatah amil. BAZ Kabupaten  Jepara yang dibentuk dengan SK Bupati No.
165 th. 2008 saat ini telah    melangkah menuju yang lebih baik. Hal ini dapat  dilihat dari perkembangan pada 2 tahun terakhir yang mengalami peningkatan.
Dalam  menjalankan  kegiatan  BAZ  Kabupaten  Jepara  mempunyai  kebijakan  bahwa zakat tidak boleh dipaksakan tetapi melalui penghayatan dan kesadaran,  oleh  karena  itu  sosialisasi  dan  penghayatan  harus  dilakukan  secara  terus   menerus  kebijakan  lain  adalah  mengupayakan  agar  PNS,  BUMN,  BUMD  dapat menjadi sponsor dan pelopor dalam penunaian zakat.
Secara  kebahasaan,  istilah  zakat  memiliki  berbagai  pengertian.
Secara  asal  kata,  sebagaimana  dijelaskan  oleh  Munawir  (1997:  577),  zakat  berasal dari kata    ةﺎﻛز berarti  berkah, bersih, baik dan  meningkat.  Oleh ashShiddieqy (2006: 3), makna tersebut disejajarkan dengan beberapa makna lain  yakni  nama’  (kesuburan),  thaharah  (kesucian),  barakah (keberkahan),  dan  berarti  juga  tazkiyah (mensucikan).  Meski  terdapat perbedaan,  oleh  jumhur  ulama  makna  secara  harfiah  dari  zakat  mengerucut  pada  pengertian  proses  pembersihan  diri  yang  didapatkan  setelah  pelaksanaan  kewajiban  membayar  zakat(Fazlurrahman, 1996: 235).
Zakat   termasuk  salah  satu  rukun  Islam,  Zakat  mulai  disyari’atkan  pada  bulan  Syawal  tahun  ke  2  Hijriah  sesudah  pada  bulan  Ramadhannya  diwajibkan  zakat  fitrah.  Jadi  mula-mula  diwajibkan  zakat  fitrah,  baru  kemudian diwajibkan zakat mal atau zakat harta kekayaan.
Zakat diwajibkan atas orang Islam yang mempunyai  kekayaan yang  cukup  nishab,  yaitu  jumlah  minimal  harta  yang  wajib  dikeluarkan  zakatnya.
Jika  kurang  dari  itu  kekayaan  belum  dikenai  zakat.  Adapun  saat  haul  ialah  waktu wajib mengeluarkan zakat yang telah memenuhi nishabnya (Direktorat  Pengembangan Zakat dan Wakaf Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggara Haji  Depag RI,2003: 117).
Di  dalam  Al-Qur’an,  Allah  SWT  telah  menyebutkan  tentang  zakat  dan  shalat  sejumlah  82  ayat.  Dari  sini  dapat  disimpulkan  secara  deduktif   bahwa  setelah  shalat,  zakat  merupakan  rukun  islam terpenting.  Zakat  dan  shalat  dalam  Al-Qur’an dan  al-Hadist  dijadikan  sebagai  perlambang  keseluruhan  ajaran  Islam.  Pelaksanaan  shalat  melambangkan  baiknya  hubungan  seorang  dengan  Tuhannya,  sedang  zakat  adalah  lambang  harmonisnya  hubungan  antara  sesama  manusia.  Oleh  karena  itu  zakat  dan  shalat  merupakan  pilar-pilar  berdirinya  bangunan  Islam.  Jika  keduanya  hancur,  Islam  sulit  untuk  bertahan (Muhammad,  2002:  12).  Para  pemikir  ekonomi  Islam  kontemporer,  sebagaimana  dijelaskan  oleh  Ali   (2006:  7),  menyatakan  bahwa  zakat dialokasikan  untuk  memenuhi  kebutuhan  delapan  golongan. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an  “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,  orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang  dibujuk  hatinya,  untuk  (memerdekakan)  budak,  orang-orang  yang  berhutang,  untuk  jalan  Allah  dan  untuk  mereka  yuang  sedang  dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah,  dan  Allah  Maha  mengetahui  lagi  Maha  Bijaksana”  (Q.S.  atTaubah: 60) (Depag, 1992: 288).
Dapat  diketahui  bahwa  zakat  merupakan  hak  bagi  golongan  penerimanya.  Konsekuensinya,  setelah  zakat  diberikan  kepada  delapan  golongan,  maka  hak  penggunaan  tergantung  kepada  keinginan  dari  delapan  golongan  penerima  tersebut  yang  pada  dasarnya  berhubungan  dengan  upaya  pemenuhan kebutuhan golongan penerima. Pada intinya, melalui syariat zakat,   kehidupan orang-orang fakir, miskin, dan orang-orang menderita lainnya, akan  terperhatikan dengan baik(Hafidhuddin, 2002:12).
Namun  pada  perkembangannya,  zakat  tidak  lagi  hanya  difungsikan  sebagai sarana pemenuhan kebutuhan golongan penerimanya saja, khususnya  bagi  kelompok  fakir  dan  miskin.  Di  kalangan  lama  kontemporer,  distribusi  zakat yang semula hanya bernilai konsumtif dikembangkan menjadi distribusi  zakat bernilai produktif. Maksudnya adalah bahwa zakat tidak ditujukan untuk  memenuhi kebutuhan konsumsi kelompok  fakir dan  miskin saja  namun  juga  difungsikan  sebagai  sarana  untuk  menghilangkan  faktor-faktor  penyebab  kemiskinan dan kefakiran dengan menjadikan zakat sebagai modal usaha bagi  para mustahik (Hafidhuddin, 2002:10-11).
Selain dalam bentuk zakat, ada juga bentuk lain dalam ajaran Islam  yang  memiliki  hubungan  dengan  permasalahan  ekonomi.  Bentuk  tersebut  adalah  infak  dan  shadaqoh.  Infak  dan  shadaqah  secara  sederhana  memiliki  kesamaan  yakni pemberian  yang diberikan kepada orang  lain  yang tidak ada  ketentuan, baik ketentuan  jenis  harta, batasan  harta, maupun kelompok  yang  berhak  menerimanya.  Namun  demikian,  antara  infak  dan  shadaqah  juga  memiliki perbedaan. Infak merupakan amalan yang berbentuk pemberian harta  benda  sedangkan  shadaqah  belum  tentu  dalam  bentuk  harta  benda  (yang  bernilai ekonomi). Kedua jenis amalan ini memiliki nilai sunnah, bukan wajib  layaknya ibadah zakat.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi