BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Al-Qur’an
merupakan kalam Allah
yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad saw.
Sebagai pedoman hidup
bagi seluruh umat
manusia. AlQur’an mengatur
tingkah laku dan tata cara hidup manusia Sebagai pedoman hidup, Al-Qur’an mengandung keilmuwan dan
wacana yang sangat luas dan mendalam yang
mengatur kehidupan manusia
secara menyeluruh. Isi
dan kandungan Al-Qur’an
juga merupakan sumber
wacana yang di
dalamnya terkandung perintah
mengenai zakat, infaq dan shadaqah.
Islam menginginkan agar setiap manusia mempersiapkan kehidupan terbaiknya.
Dimana dengan hal
itu bisa menikmati
kehidupannya yang dipenuhi dengan keberkahan langit dan bumi,
serta mampu mendayagunakan segala apa
yang ada di
dalamnya dengan sebaik
mungkin. Hingga akhirnya manusia
akan merasakan kebahagiaan di berbagai aspek kehidupan dan juga keamanan yang meliputi hati. Serta rasa syukur
terhadap semua nikmat yang diterimanya
di semua kisi-kisi dadanya. Dengan demikian, manusia pun akan mampu beribadah kepada Allah dengan penuh
kekhusyu’an dan juga dengan persiapan
yang baik.
Sehingga para fakir miskin dapat
merasakan ni’mat Allah yang telah diberikan kepadanya,
dan bisa menumbuhkan
rasa syukur mereka
kepada Allah SWT. Dengan tujuan
di atas inilah,
maka Allah mewajibkan
zakat dan menjadikannya sebagai
pondasi terhadap keberlangsungan Islam
di muka bumi dengan cara mengambil zakat, infaq dan
shadaqah tersebut dari orangorang yang mampu
dan kaya serta
memberikannya kepada fakir
miskin , demi
membantunya dalam menutupi
kebutuhan materi; seperti
halnya kebutuhan makan,
minum, pakaian, dan
juga tempat tinggal.
(Yusuf Qaradhawi: 2005. 27).
Badan Amil Zakat (BAZ) adalah
sebuah lembaga yang dibentuk oleh pemerintah berdasarkan
UU No. 38 th 1999. Di
tingkat Kabupaten/ Kota dengan SK
Bupati/Walikota atas usul
Kepala Kantor Kementerian
Agama Kabupaten/Kota, sedangkan
di Kecamatan dengan SK Camat atas usul Kepala KUA. Pada tingkat
Desa/Dinas/Badan/Kantor/Instansi lain dapat dibentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ) oleh BAZ. BAZ Kabupaten bertugas mengumpulkan, mendistribusikan, dan mendayagunakanzakat
sesuai dengan ketentuan agama.
BAZ berfungsi sebagai jembatan
antara muzakki (pezakat) dan mustahik(penerima).
Adapun biaya operasional diperoleh dari pemerintah dan dari jatah amil. BAZ Kabupaten Jepara yang dibentuk dengan SK Bupati No.
165 th. 2008 saat ini telah melangkah menuju yang lebih baik. Hal ini
dapat dilihat dari perkembangan pada 2
tahun terakhir yang mengalami peningkatan.
Dalam menjalankan
kegiatan BAZ Kabupaten
Jepara mempunyai kebijakan bahwa zakat tidak boleh dipaksakan tetapi
melalui penghayatan dan kesadaran, oleh karena
itu sosialisasi dan
penghayatan harus dilakukan
secara terus menerus
kebijakan lain adalah
mengupayakan agar PNS,
BUMN, BUMD dapat menjadi sponsor dan pelopor dalam penunaian
zakat.
Secara kebahasaan,
istilah zakat memiliki
berbagai pengertian.
Secara asal
kata, sebagaimana dijelaskan
oleh Munawir (1997:
577), zakat berasal dari kata ةﺎﻛز
berarti berkah, bersih, baik dan meningkat.
Oleh ashShiddieqy (2006: 3), makna tersebut disejajarkan dengan beberapa
makna lain yakni nama’
(kesuburan), thaharah (kesucian),
barakah (keberkahan), dan berarti
juga tazkiyah (mensucikan). Meski
terdapat perbedaan, oleh jumhur ulama
makna secara harfiah
dari zakat mengerucut
pada pengertian proses pembersihan
diri yang didapatkan
setelah pelaksanaan kewajiban
membayar zakat(Fazlurrahman,
1996: 235).
Zakat termasuk
salah satu rukun
Islam, Zakat mulai
disyari’atkan pada bulan
Syawal tahun ke 2 Hijriah
sesudah pada bulan
Ramadhannya diwajibkan zakat
fitrah. Jadi mula-mula
diwajibkan zakat fitrah,
baru kemudian diwajibkan zakat
mal atau zakat harta kekayaan.
Zakat diwajibkan atas orang Islam
yang mempunyai kekayaan yang cukup
nishab, yaitu jumlah
minimal harta yang
wajib dikeluarkan zakatnya.
Jika kurang
dari itu kekayaan
belum dikenai zakat.
Adapun saat haul
ialah waktu wajib mengeluarkan
zakat yang telah memenuhi nishabnya (Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Dirjen Bimas
Islam dan Penyelenggara Haji Depag
RI,2003: 117).
Di dalam
Al-Qur’an, Allah SWT
telah menyebutkan tentang
zakat dan shalat
sejumlah 82 ayat.
Dari sini dapat
disimpulkan secara deduktif bahwa
setelah shalat, zakat
merupakan rukun islam terpenting. Zakat
dan shalat dalam
Al-Qur’an dan al-Hadist dijadikan
sebagai perlambang keseluruhan
ajaran Islam. Pelaksanaan
shalat melambangkan baiknya hubungan
seorang dengan Tuhannya,
sedang zakat adalah
lambang harmonisnya hubungan
antara sesama manusia.
Oleh karena itu
zakat dan shalat
merupakan pilar-pilar berdirinya
bangunan Islam. Jika keduanya hancur,
Islam sulit untuk
bertahan (Muhammad, 2002: 12).
Para pemikir ekonomi
Islam kontemporer, sebagaimana
dijelaskan oleh Ali
(2006: 7), menyatakan
bahwa zakat dialokasikan untuk
memenuhi kebutuhan delapan golongan. Sebagaimana firman Allah dalam
Al-Qur’an “Sesungguhnya zakat-zakat itu,
hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang
miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak,
orang-orang yang berhutang,
untuk jalan Allah
dan untuk mereka
yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang
diwajibkan Allah, dan Allah
Maha mengetahui lagi
Maha Bijaksana” (Q.S.
atTaubah: 60) (Depag, 1992: 288).
Dapat diketahui
bahwa zakat merupakan
hak bagi golongan penerimanya.
Konsekuensinya, setelah zakat
diberikan kepada delapan golongan,
maka hak penggunaan
tergantung kepada keinginan
dari delapan golongan
penerima tersebut yang
pada dasarnya berhubungan
dengan upaya pemenuhan kebutuhan golongan penerima. Pada
intinya, melalui syariat zakat, kehidupan
orang-orang fakir, miskin, dan orang-orang menderita lainnya, akan terperhatikan dengan baik(Hafidhuddin,
2002:12).
Namun pada
perkembangannya, zakat tidak
lagi hanya difungsikan sebagai sarana pemenuhan kebutuhan golongan
penerimanya saja, khususnya bagi kelompok
fakir dan miskin.
Di kalangan lama
kontemporer, distribusi zakat yang semula hanya bernilai konsumtif
dikembangkan menjadi distribusi zakat
bernilai produktif. Maksudnya adalah bahwa zakat tidak ditujukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi kelompok fakir dan
miskin saja namun juga difungsikan sebagai
sarana untuk menghilangkan
faktor-faktor penyebab kemiskinan dan kefakiran dengan menjadikan
zakat sebagai modal usaha bagi para
mustahik (Hafidhuddin, 2002:10-11).
Selain dalam bentuk zakat, ada
juga bentuk lain dalam ajaran Islam yang memiliki
hubungan dengan permasalahan
ekonomi. Bentuk tersebut adalah
infak dan shadaqoh.
Infak dan shadaqah
secara sederhana memiliki kesamaan
yakni pemberian yang diberikan
kepada orang lain yang tidak ada ketentuan, baik ketentuan jenis
harta, batasan harta, maupun
kelompok yang berhak
menerimanya. Namun demikian,
antara infak dan
shadaqah juga memiliki perbedaan. Infak merupakan amalan
yang berbentuk pemberian harta benda sedangkan
shadaqah belum tentu
dalam bentuk harta
benda (yang bernilai ekonomi). Kedua jenis amalan ini
memiliki nilai sunnah, bukan wajib layaknya
ibadah zakat.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi