Rabu, 20 Agustus 2014

Skripsi Dakwah:PERAN KYAI SALAF DALAM MENUMBUHKAN SIKAP KEMANDIRIAN SANTRI DI BIDANG EKONOMI


BAB I PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang Islam  adalah  agama  yang  berisi  petunjuk-petunjuk  Allah  untuk  manusia  agar  menjadi  umat  yang  baik,  beradab  dan  berkualitas,  sehingga  mampu  membangun  peradaban  yang  maju,  adil,  demokratis  serta  bebas  dari  ancaman,  penjajahan  dan  penindasan.  Agar  dapat  tercapai  hal  tersebut,  maka  diperlukan  dakwah, karena Islam adalah agama yang meyakinkan manusia tentang kebenaran  dan menyerukan manusia agar menjadi penganutnya (Pimay, 2007: 1).
 Perkembangan Islam sampai saat ini sangat ditopang oleh gerakan dakwah  yang  dilakukan  oleh  umatnya.  Dalam  pelaksanaannya,  tugas  ini  merupakan  kelanjutan  dari  tugas  kerasulan  Muhammad  SAW,  yang  berusaha  menyebarluaskan  Islam  kepada  seluruh  umat  manusia  (Pimay,  2007:  3).  Tugas  dakwah  selanjutnya  diwariskan  kepada  ulama.  Masalah  selanjutnya  tinggal  lagi  pemecahannya  tentang  tugas  wajib  dakwah  itu terpikul  pada  ulama atau  ummat  (Zaidillah, 2002: 12).

 Dalam hal ini Allah SWT berfirman:    Artinya:  “Dan  hendaklah  ada  di  antara  kamu  segolongan  umat  yang  menyeru  kepada  kebajikan,  menyuruh  kepada  yang  ma'ruf  dan  mencegah  dari  yang  munkar;  merekalah  orang-orang  yang  beruntung.”    (Depag  RI,  QS. Ali Imran: 104)    Dakwah Islamiyah telah dilaksanakan oleh nabi Muhammad SAW dengan  sebaik-baiknya  dan  diteruskan  oleh  sahabat,  khalifah  dan  akhirnya  diikuti  oleh  para  ulama,  sebagai  pewaris  nabi.  Berdasarkan  keterangan  di  atas  dapat  disimpulkan bahwa dakwah suatu tugas yang tidak bisa ditawar-tawar, suatu tugas  suci yang wajib dilaksanakan kapanpun dan dimana pun.  Dan  sekalipun ditolak,  sebab  tugas  da’i  mengajak  kepada  jalan  Tuhan-Mu,  sedangkan  hati  Allah  yang  mengetahui (Zaidallah, 2002: 27).
 Perkembangan  dakwah  Islam  dewasa  ini  bukan  hanya  memerlukan  kualitas  maupun  kuantitas  lembaga-lembaga  dakwah  yang  yang  mengorganisir  dan mencetak para da’i, melainkan harus dilengkapi dengan beberapa syarat atau  faktor-faktor  lain.  Diantara  syarat  yang  diperlukan  adalah  keikhlasan  dalam  menyampaikan  atau  menyiarkan  dakwah  serta  penggunaan  metode  yang  sesuai  dengan obyek yang didakwahi.
 Islam  menjamin  terwujudnya  kebahagiaan  dan  kesejahteraan  umat  manusia,  bilamana  ajaran  Islam  itu  dijadikan  pedoman  hidup  dan  dilaksanakan  dengan  sungguh-sungguh.  Dakwah  Islam  merupakan  sumber  penting  dalam  dinamika  perkembangan  Islam  dimuka  bumi  ini.  Disamping  itu,  dakwah  dan  Islam merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan karena Islam berkembang  melalui dakwah (Soleh. 1997: 1).
 Karena Islam sebagai agama dakwah merupakan tata nilai yang bergerak  antara  kewajiban,  ajaran  dan  kebudayaan,  maka  dakwah  akan  senantiasa  mempertimbangkan  aspek-aspek  kemanusiaan,  selain  aspek  ajaran  yang  terjadi  substansi informasi dalam proses tersebut. Dakwah sendiri merupakan aktualisasi   imani  yang  dimanifestasikan  dalam  suatu  kegiatan  manusia  untuk  melakukan  proses rekayasa sosial dari usaha mempengaruhi cara merasa, berfikir, bersikap,  dan berperilaku sesuai dengan tuntunan sosial dan norma agama (Farid, 2002: 7).
 Pada dasarnya Alquran menyuruh setiap orang Islam untuk menyeru umat  manusia  kejalan  Allah  dengan  bijaksana,  dengan  nasehat  dan  argumentasi  yang  baik.  Dari  sinilah  setiap  orang  Islam  pada  hakekatnya  berkewajiban   untuk  berdakwah agar kebenaran agama yang telah diterima dapat dinikmati oleh orang  lain. Artinya kebenaran yang ada pada Islam harus senantiasa disebarluaskan dan  ditularkan  keseluruh  pelosok  masyarakat  luas  dengan  sikap,  pandangan  bijak,  nasehat yang indah, dan argumentasi yang kukuh.
 Disamping  menjadi  agama  dakwah,  Islam  juga  sebagai  rahmat  bagi  seluruh alam, Islam dapat menjamin terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan  manusia,  bilamana  ajaran  Islam  yang  mencakup  aspek  kehidupan  itu  dijadikan  pedoman hidup dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh (Ahmad, 1988: 2).
 Perkembangan dan perubahan manusia dengan segala manifestasinya yang  beragam  sangatlah  dituntut  untuk  di  antisipasi.  Sebab  perkembangan  dan  perubahan  budaya  manusia  dimaksud  menunjuk  pada  keadaan  dinamis,  yang  senantiasa  meliputi  perubahan  dan  pergeseran,  bahkan  untuk  abad  mutakhir  ini  berkembang  itu  tidak  bersifat  evolusioner  tetapi  merupakan  lompatan-lompatan  yang tajam (Toffler, 1988: 23-33).
 Dengan kemajuan tersebut membawa banyak perubahan bagi masyarakat  baik  bersikap,  berfikir,  dan  bertingkah  laku  sehari–hari.  Masyarakat  yang  demikian itu oleh J. Useem dan R. H .Ussem, disebut  modernizing society, yakni   masyarakat yang sedang mencoba membebaskan diri dari nilai-nilai masa lalu dan  menggapai  masa  depan  dengan  membuat  nilai-nilai  baru  (Sarwono,  1991:  102-103).
 Manusia  selalu  mengembangkan  kebudayaan  sebagai  kerangka  acuan  dalam  memahami  dan  menyesuaikan  diri  dengan  lingkungan  dan  juga  harus  belajar memahami dan menghayati kebudayaan dalam memahami kehidupannya.
 Bukan  hal  yang  berlebihan  bila  dikatakan  sukses  dan  tidaknya  suatu  dakwah,  suatu usaha perbaikan masyarakat banyak tergantung pada pemimpin, peran da’i  dan mubaligh (Zaidallah, 2002: 48).
 Terlebih  pada  zaman  modern  dimana  permasalahan  kehidupan  yang  semakin  kompleks,  masyarakat  harus  bisa  menyiapkan  diri  secara  matang  lahir  dan  batin,  serta  harus  dibekali  dengan  pengetahuan  dan  keterampilan  yang  memadai  yang  erat  hubungannya  dengan  masalah  yang  timbul  dalam  hidup  bermasyarakat.
 Jadi  dakwah  merupakan  proses  penyelenggaraan  suatu  aktivitas  secara  sadar dengan misi utama untuk menyelenggarakan manusia dengan cara yang baik  dan penuh kebijaksanaan. Dalam melakukan dakwah Islamiyah tidak terlepas dari  hambatan  dan  persoalan  dakwah  dan  tidak  terlepas  dari  metode  yang  dipakai  dalam  melaksanakan  aktifitas  dakwah,  untuk  mencapai  sukses  tidaknya  dakwah  tersebut (Hamka dan Rofiq, 1989: 18).
 Meskipun demikian,  da’i  harus  memperhatikan kondisi masyarakat untuk  dapat  menyampaikan  dakwahnya  agar  mudah  diterima.  Penentu  atau  perumus   tujuan  yang  baik  yang  harus  memperhatikan  masyarakat  dakwahnya  (Ghozali,  1997: 10).
 Demikian  dengan  seluruh  aktifitas  dakwah  sama  pentingnya  dari  unsurunsur lainnya, seperti subyek dan obyek dakwah, metode dan sebagainya. Ba hkan  lebih dari itu metode dan media dakwah, sarana dakwah sekaligus strategi dakwah  juga ditentukan atau berpengaruh olehnya (tujuan dakwah) (Syukur, 1983: 49 -50).
 Dari  sinilah  sangat  diperlukan  tokoh  ulama  yang  kharismatik  yaitu  pemimpin yang dapat memimpin, membimbing, mempengaruhi, dan mengontrol  pikiran, perasaan, dan perilaku umat yang menuju kepada keberhasilan dan cita cita  dakwah,  terkait  dengan  peranan  tersebut,  bimbingan  dan  konseling  yang  diberikan kyai akan dapat memberikan model kemandirian ekonomi  Ulama merupakan sumber inspirasi dan aspirasi pengayom dan penggerak  masyarakat  yang  mampu  memberikan  bimbingan  dan  corak  kehidupan  masyarakat  sekitar.  Ulama  telah  menjadi  bagian  yang  tak  terpisahkan  dari  perjalananan hidup masyarakat yang telah mendapatkan arti dan tempat tersendiri.
 Hakikat Islam sebagai  rahmatal lil alamin  menuntut dakwah tidak hanya  terbatas pada permasalahan teologi saja, tetapi juga pada permasalahan berbagai  segi  kehidupan  seperti  sosial,  ekonomi,  politik,  dan  budaya.   Mengikuti  perkembangan  zaman,  dakwah  tidak  hanya  dilakukan  dengan  menggunakan  media  konvensional,  yaitu  dengan  berkhutbah  dan  lain  sebagainya,  tetapi  juga  dilakukan  dengan  pendekatan  pendidikan,  salah  satu  lembaga  pendidikan  yang  paling sukses dalam memajukan umat adalah dengan melalui pondok pesantren.    Pondok  pesantren  adalah  lembaga  pendidikan  Islam  yang  telah  berkembang dan mencapai masa keemasannya jauh sebelum Belanda membawa  sistem  pendidikan  formal  ke  Indonesia.  Semula  pesantren  dikenal  sebagai  lembaga pendidikan Islam yang dipergunakan sebagai tempat untuk menyebarkan  agama Islam dan mendalami ajaran-ajarannya, yang tumbuh dimasyarakat dengan  sistem  asrama,  sekaligus  bersifat  independen  dalam  segala  hal,  sejarah  juga  membuktikan  bahwa  pesantren  dengan  tradisi-tradisi  pada  warisan  budaya  lokal  mampu bertahan dari segala deraan zaman. Setidaknya pesantren mampu bertahan  dengan  kokoh  dalam  kepungan  sistem  pendidikan  aristrokasi  di  era  penjajahan  sehingga  memunculkan  sistem  pendidikan  rakyat  yang  murah  dan  demok ratis  (Jalaludin. 1990: 9).
 Salah satu masalah mendasar yang dihadapi bangsa Indonesia di sepanjang  perjalanannya  menjadi  bangsa  merdeka  adalah  masalah  pengangguran.
 Keberadaan  masalah  tersebut  bahwa  di  negeri  gemah  ripah  loh  jinawi  ini,  lapangan  pekerjaan  yang  tersedia  tidak  mampu  menampung  ledakan  angkatan  kerja. Akibatnya pengangguran menjadi fenomena mengemuka sekaligus menjadi  salah  satu  masalah  serius  dalam  lingkaran  persoalan  nasional  yang  bernama  kemiskinan.  Oleh  karena  itu  mengatasi  masalah  pengangguran  menjadi  agenda  penting  dalam  kerangka  pembangunan  dan  penanggulangan  kemiskinan  (Mubyarto, 2000: 32).
 Pola  pesantren  di  Indonesia  dibedakan  menjadi  dua,  yaitu  pondok  salaf  dan  pondok  khalaf.  Sebenarnya  tidak  ada  dasar  yang  membedakan  antara  keduanya,  baik  dari  segi  sistem  yang  digunakan  maupun  dari  model   kelembagaannya,  terbukti  sistem  pengajian  yang  diterapkan  pada  sebuah  pesantren  salaf  ternyata  juga  dipakai  di  pesantren  modern.  Begitu  juga  dengan  model  kelembagaan  pesantren  modern  banyak  digunakan  di  pesantren  salaf  (Wahjoetomo, 1997: 82).
 Dewasa  ini  kalangan  pesantren  mulai  menerapkan  sistem  madrasati  atau  model  klasikal.  Kelas-kelas  dibentuk  secara  berjenjang  dengan  tetap  memakai  kurikulum  dan  materi  pembelajaran  dari  kitab-kitab  kuning,  dilengkapi  dengan  pelatihan ketrampilan seperti menjahit, pertukangan, dan mengetik.
 Pada  masa  sekarang  lulusan  dari  lembaga-lembaga  pendidikan  Islam,  terutama  pesantren  dituntut  melahirkan  manusia -manusia  yang  memiliki  kepribadian  yang  mantap,  punya  eto  kerja  yang  tinggi,  loyal  terhadap  bidang  kerjanya, sekaligus bisa bersaing dengan cara yang sehat sesuai dengan nilai dan  ajaran agama.
 Ulama  atau  kyai  tidak  hanya  dituntut  dapat  menjadi  imam  dalam  hal  keberagamaan tetapi juga memiliki tanggung jawab memajukan umm at, sehingga  umat tidak dalam keadaan stagnan dan dapat melaksanakan kehidupan sehari-hari  sesuai  dengan  ajaran  agama,  termasuk  pula  di  dalamnya  tentang  pola  fikir  dan  bersikap.  Terkait  dengan  peran  kyai  sebagai  pembimbing  dan  konselor  Islam,  maka diharapkan kyai dapat memberikan bimbingan kepada masyarakat, sehingga  masyarakat  dapat  melaksanankan  kehidupan  sehari-hari  sesuai  dengan  ajaran  agama.
  Menurut Faqih Ainur Rokhim ( 2001: 45) fungsi bimbingan dan konseling  Islam antara lain: 1.   Prefentif  atau  pencegahan  yaitu  membantu  individu  menjaga  dan  mencegah  timbulnya  masalah  dengan  cara  pemberian  bantuan  meliputi  pengembangan  strategi dan program-program pengaktualisasian diri bagi seorang klien.
 2.  Kuratif  atau  pengentasan  yaitu  membantu  individu  memecahkan  masalah  yang  dihadapinya.
 3.  Presertatif  atau  yaitu  bertujuan  untuk  membantu  individu  menjaga  situasi  dan  kondisi  semula  tidak  baik/mengandung  masalah  menjadi  baik  atau  terpecahkan  dan kebaikan itu dapat bertahan lama.
 4.  Development  merupakan  fungsi  BKI  yang  terfokus  pada  upaya  pemberian  bantuan  berupa  pemeliharaan  dan  pengembangan  situasi  dan  kondisi  yang  telah  baik  agar  tetap  menjadi  baik  atau  bahkan  lebih  baik  sehingga  tidak  memungkinkan menjadi sebab munculnya masalah.
 Di  kalangan  masyarakat  desa  Krasak,  wejangan  seorang  kyai  menjadi  pusat kepentingan (center of interest). Kyai menjadi rujukan pengambil keputusan  bukan  hanya  dalam  masalah  religius  tetapi  juga  sosial,  politik,  kesehatan,  ekonomi,  dan  kebudayaan  baik  yang  mengikat  kepentingan  individual  maupun  kolektif. Hal tersebut juga yang menunjukan peran kyai salaf dalam membentuk  sikap kemandirian santri yang memiliki berbagai latar belakang, peran ini pula  yang  dijalankan  sosok  K.  H.  Misbachul  Munir,  tokoh  sentral  dari  ponpes  Al Hidayat  Krasak  Demak.  Kyai  melihat  dalam  masyarakat  banyak  sekali  lulusan  pondok  pesantren  yang  unggul  dalam  masalah  agama  tetapi  hanya  secara   konstekstual  dan  banyak  sekali  yang  tidak  diamplikasikan  dalam  kehidupan  mereka, 

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi