BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Islam adalah
agama yang berisi
petunjuk-petunjuk Allah untuk
manusia agar menjadi
umat yang baik,
beradab dan berkualitas,
sehingga mampu membangun
peradaban yang maju,
adil, demokratis serta
bebas dari ancaman, penjajahan
dan penindasan. Agar
dapat tercapai hal
tersebut, maka diperlukan dakwah, karena Islam adalah agama yang
meyakinkan manusia tentang kebenaran dan
menyerukan manusia agar menjadi penganutnya (Pimay, 2007: 1).
Perkembangan Islam sampai saat ini sangat
ditopang oleh gerakan dakwah yang dilakukan
oleh umatnya. Dalam
pelaksanaannya, tugas ini
merupakan kelanjutan dari
tugas kerasulan Muhammad
SAW, yang berusaha menyebarluaskan Islam
kepada seluruh umat
manusia (Pimay, 2007:
3). Tugas dakwah
selanjutnya diwariskan kepada
ulama. Masalah selanjutnya
tinggal lagi pemecahannya
tentang tugas wajib
dakwah itu terpikul pada ulama atau
ummat (Zaidillah, 2002: 12).
Dalam hal ini Allah SWT berfirman: Artinya: “Dan
hendaklah ada di
antara kamu segolongan
umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma'ruf
dan mencegah dari
yang munkar; merekalah
orang-orang yang beruntung.”
(Depag RI, QS. Ali Imran: 104) Dakwah
Islamiyah telah dilaksanakan oleh nabi Muhammad SAW dengan sebaik-baiknya
dan diteruskan oleh
sahabat, khalifah dan
akhirnya diikuti oleh para ulama,
sebagai pewaris nabi.
Berdasarkan keterangan di
atas dapat disimpulkan bahwa dakwah suatu tugas yang
tidak bisa ditawar-tawar, suatu tugas suci
yang wajib dilaksanakan kapanpun dan dimana pun. Dan
sekalipun ditolak, sebab tugas
da’i mengajak kepada
jalan Tuhan-Mu, sedangkan
hati Allah yang mengetahui
(Zaidallah, 2002: 27).
Perkembangan
dakwah Islam dewasa
ini bukan hanya
memerlukan kualitas maupun
kuantitas lembaga-lembaga dakwah
yang yang mengorganisir dan mencetak para da’i, melainkan harus
dilengkapi dengan beberapa syarat atau faktor-faktor lain.
Diantara syarat yang
diperlukan adalah keikhlasan
dalam menyampaikan atau
menyiarkan dakwah serta
penggunaan metode yang
sesuai dengan obyek yang
didakwahi.
Islam
menjamin terwujudnya kebahagiaan
dan kesejahteraan umat manusia, bilamana
ajaran Islam itu
dijadikan pedoman hidup
dan dilaksanakan dengan
sungguh-sungguh. Dakwah Islam
merupakan sumber penting
dalam dinamika perkembangan
Islam dimuka bumi
ini. Disamping itu,
dakwah dan Islam merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan karena Islam berkembang melalui
dakwah (Soleh. 1997: 1).
Karena Islam sebagai agama dakwah merupakan
tata nilai yang bergerak antara kewajiban,
ajaran dan kebudayaan,
maka dakwah akan
senantiasa mempertimbangkan aspek-aspek
kemanusiaan, selain aspek
ajaran yang terjadi substansi informasi dalam proses tersebut.
Dakwah sendiri merupakan aktualisasi imani yang dimanifestasikan dalam
suatu kegiatan manusia
untuk melakukan proses rekayasa sosial dari usaha mempengaruhi
cara merasa, berfikir, bersikap, dan
berperilaku sesuai dengan tuntunan sosial dan norma agama (Farid, 2002: 7).
Pada dasarnya Alquran menyuruh setiap orang
Islam untuk menyeru umat manusia kejalan
Allah dengan bijaksana,
dengan nasehat dan
argumentasi yang baik.
Dari sinilah setiap
orang Islam pada
hakekatnya berkewajiban untuk berdakwah agar kebenaran agama yang telah diterima
dapat dinikmati oleh orang lain. Artinya
kebenaran yang ada pada Islam harus senantiasa disebarluaskan dan ditularkan
keseluruh pelosok masyarakat
luas dengan sikap,
pandangan bijak, nasehat yang indah, dan argumentasi yang kukuh.
Disamping
menjadi agama dakwah,
Islam juga sebagai
rahmat bagi seluruh alam, Islam dapat menjamin terwujudnya
kebahagiaan dan kesejahteraan manusia, bilamana
ajaran Islam yang
mencakup aspek kehidupan
itu dijadikan pedoman hidup dan dilaksanakan dengan
sungguh-sungguh (Ahmad, 1988: 2).
Perkembangan dan perubahan manusia dengan
segala manifestasinya yang beragam sangatlah
dituntut untuk di
antisipasi. Sebab perkembangan
dan perubahan budaya
manusia dimaksud menunjuk
pada keadaan dinamis,
yang senantiasa meliputi
perubahan dan pergeseran,
bahkan untuk abad
mutakhir ini berkembang
itu tidak bersifat
evolusioner tetapi merupakan
lompatan-lompatan yang tajam
(Toffler, 1988: 23-33).
Dengan kemajuan tersebut membawa banyak
perubahan bagi masyarakat baik bersikap,
berfikir, dan bertingkah
laku sehari–hari. Masyarakat
yang demikian itu oleh J. Useem
dan R. H .Ussem, disebut modernizing
society, yakni masyarakat yang sedang
mencoba membebaskan diri dari nilai-nilai masa lalu dan menggapai
masa depan dengan
membuat nilai-nilai baru
(Sarwono, 1991: 102-103).
Manusia
selalu mengembangkan kebudayaan
sebagai kerangka acuan dalam memahami
dan menyesuaikan diri
dengan lingkungan dan
juga harus belajar memahami dan menghayati kebudayaan
dalam memahami kehidupannya.
Bukan
hal yang berlebihan
bila dikatakan sukses
dan tidaknya suatu
dakwah, suatu usaha perbaikan
masyarakat banyak tergantung pada pemimpin, peran da’i dan mubaligh (Zaidallah, 2002: 48).
Terlebih
pada zaman modern
dimana permasalahan kehidupan
yang semakin kompleks,
masyarakat harus bisa
menyiapkan diri secara
matang lahir dan
batin, serta harus
dibekali dengan pengetahuan
dan keterampilan yang memadai yang
erat hubungannya dengan
masalah yang timbul
dalam hidup bermasyarakat.
Jadi
dakwah merupakan proses
penyelenggaraan suatu aktivitas
secara sadar dengan misi utama
untuk menyelenggarakan manusia dengan cara yang baik dan penuh kebijaksanaan. Dalam melakukan
dakwah Islamiyah tidak terlepas dari hambatan dan
persoalan dakwah dan
tidak terlepas dari
metode yang dipakai dalam
melaksanakan aktifitas dakwah,
untuk mencapai sukses
tidaknya dakwah tersebut (Hamka dan Rofiq, 1989: 18).
Meskipun demikian, da’i
harus memperhatikan kondisi
masyarakat untuk dapat menyampaikan
dakwahnya agar mudah
diterima. Penentu atau
perumus tujuan yang
baik yang harus
memperhatikan masyarakat dakwahnya
(Ghozali, 1997: 10).
Demikian
dengan seluruh aktifitas
dakwah sama pentingnya
dari unsurunsur lainnya, seperti
subyek dan obyek dakwah, metode dan sebagainya. Ba hkan lebih dari itu metode dan media dakwah, sarana
dakwah sekaligus strategi dakwah juga
ditentukan atau berpengaruh olehnya (tujuan dakwah) (Syukur, 1983: 49 -50).
Dari
sinilah sangat diperlukan
tokoh ulama yang
kharismatik yaitu pemimpin yang dapat memimpin, membimbing,
mempengaruhi, dan mengontrol pikiran,
perasaan, dan perilaku umat yang menuju kepada keberhasilan dan cita cita dakwah,
terkait dengan peranan
tersebut, bimbingan dan
konseling yang diberikan kyai akan dapat memberikan model
kemandirian ekonomi Ulama merupakan
sumber inspirasi dan aspirasi pengayom dan penggerak masyarakat
yang mampu memberikan
bimbingan dan corak
kehidupan masyarakat sekitar.
Ulama telah menjadi
bagian yang tak
terpisahkan dari perjalananan hidup masyarakat yang telah
mendapatkan arti dan tempat tersendiri.
Hakikat Islam sebagai rahmatal lil alamin menuntut dakwah tidak hanya terbatas pada permasalahan teologi saja,
tetapi juga pada permasalahan berbagai segi kehidupan seperti
sosial, ekonomi, politik,
dan budaya. Mengikuti perkembangan
zaman, dakwah tidak
hanya dilakukan dengan
menggunakan media konvensional,
yaitu dengan berkhutbah
dan lain sebagainya,
tetapi juga dilakukan
dengan pendekatan pendidikan,
salah satu lembaga
pendidikan yang paling sukses dalam memajukan umat adalah
dengan melalui pondok pesantren. Pondok
pesantren adalah lembaga
pendidikan Islam yang
telah berkembang dan mencapai
masa keemasannya jauh sebelum Belanda membawa sistem
pendidikan formal ke
Indonesia. Semula pesantren
dikenal sebagai lembaga pendidikan Islam yang dipergunakan
sebagai tempat untuk menyebarkan agama
Islam dan mendalami ajaran-ajarannya, yang tumbuh dimasyarakat dengan sistem
asrama, sekaligus bersifat
independen dalam segala
hal, sejarah juga membuktikan bahwa
pesantren dengan tradisi-tradisi pada
warisan budaya lokal mampu
bertahan dari segala deraan zaman. Setidaknya pesantren mampu bertahan dengan
kokoh dalam kepungan
sistem pendidikan aristrokasi
di era penjajahan sehingga
memunculkan sistem pendidikan
rakyat yang murah
dan demok ratis (Jalaludin. 1990: 9).
Salah satu masalah mendasar yang dihadapi
bangsa Indonesia di sepanjang perjalanannya menjadi
bangsa merdeka adalah
masalah pengangguran.
Keberadaan
masalah tersebut bahwa
di negeri gemah
ripah loh jinawi
ini, lapangan pekerjaan
yang tersedia tidak
mampu menampung ledakan
angkatan kerja. Akibatnya pengangguran
menjadi fenomena mengemuka sekaligus menjadi salah
satu masalah serius
dalam lingkaran persoalan
nasional yang bernama kemiskinan.
Oleh karena itu
mengatasi masalah pengangguran
menjadi agenda penting
dalam kerangka pembangunan
dan penanggulangan kemiskinan (Mubyarto, 2000: 32).
Pola
pesantren di Indonesia
dibedakan menjadi dua,
yaitu pondok salaf dan pondok
khalaf. Sebenarnya tidak
ada dasar yang
membedakan antara keduanya,
baik dari segi
sistem yang digunakan
maupun dari model kelembagaannya, terbukti
sistem pengajian yang
diterapkan pada sebuah pesantren
salaf ternyata juga
dipakai di pesantren
modern. Begitu juga
dengan model kelembagaan
pesantren modern banyak digunakan
di pesantren salaf (Wahjoetomo,
1997: 82).
Dewasa
ini kalangan pesantren
mulai menerapkan sistem
madrasati atau model
klasikal. Kelas-kelas dibentuk
secara berjenjang dengan
tetap memakai kurikulum
dan materi pembelajaran
dari kitab-kitab kuning,
dilengkapi dengan pelatihan ketrampilan seperti menjahit,
pertukangan, dan mengetik.
Pada
masa sekarang lulusan
dari lembaga-lembaga pendidikan
Islam, terutama pesantren
dituntut melahirkan manusia -manusia yang
memiliki kepribadian yang
mantap, punya eto
kerja yang tinggi,
loyal terhadap bidang kerjanya, sekaligus bisa bersaing dengan cara
yang sehat sesuai dengan nilai dan ajaran
agama.
Ulama
atau kyai tidak
hanya dituntut dapat
menjadi imam dalam
hal keberagamaan tetapi juga
memiliki tanggung jawab memajukan umm at, sehingga umat tidak dalam keadaan stagnan dan dapat
melaksanakan kehidupan sehari-hari sesuai dengan
ajaran agama, termasuk
pula di dalamnya
tentang pola fikir
dan bersikap. Terkait
dengan peran kyai
sebagai pembimbing dan
konselor Islam, maka diharapkan kyai dapat memberikan
bimbingan kepada masyarakat, sehingga masyarakat dapat
melaksanankan kehidupan sehari-hari
sesuai dengan ajaran agama.
Menurut
Faqih Ainur Rokhim ( 2001: 45) fungsi bimbingan dan konseling Islam antara lain: 1. Prefentif
atau pencegahan yaitu
membantu individu menjaga
dan mencegah timbulnya
masalah dengan cara
pemberian bantuan meliputi
pengembangan strategi dan
program-program pengaktualisasian diri bagi seorang klien.
2.
Kuratif atau pengentasan
yaitu membantu individu
memecahkan masalah yang dihadapinya.
3.
Presertatif atau yaitu
bertujuan untuk membantu
individu menjaga situasi
dan kondisi semula
tidak baik/mengandung masalah
menjadi baik atau
terpecahkan dan kebaikan itu
dapat bertahan lama.
4.
Development merupakan fungsi
BKI yang terfokus
pada upaya pemberian bantuan
berupa pemeliharaan dan
pengembangan situasi dan
kondisi yang telah baik agar
tetap menjadi baik
atau bahkan lebih
baik sehingga tidak memungkinkan
menjadi sebab munculnya masalah.
Di kalangan
masyarakat desa Krasak,
wejangan seorang kyai
menjadi pusat kepentingan (center
of interest). Kyai menjadi rujukan pengambil keputusan bukan
hanya dalam masalah
religius tetapi juga
sosial, politik, kesehatan, ekonomi,
dan kebudayaan baik
yang mengikat kepentingan
individual maupun kolektif. Hal tersebut juga yang menunjukan
peran kyai salaf dalam membentuk sikap
kemandirian santri yang memiliki berbagai latar belakang, peran ini pula yang
dijalankan sosok K. H. Misbachul
Munir, tokoh sentral
dari ponpes Al Hidayat
Krasak Demak. Kyai
melihat dalam masyarakat
banyak sekali lulusan pondok
pesantren yang unggul
dalam masalah agama
tetapi hanya secara konstekstual
dan banyak sekali
yang tidak diamplikasikan dalam
kehidupan mereka, Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi