BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Salah
satu kebutuhan manusia
yang paling mendasar
dan bersifat esensial adalah kebutuhan akan informasi.
Informasiini memberikan banyak makna
bagi manusia, selain dapat mengikuti peristiwa-peristiwa yang terjadi disekitarnya,
juga dapat mencerdaskan
kehidupan, memperluas cakrawala pandangan dan dapat meningkatkan kedudukannya
ditengah masyarakat.
Globalisasi media
massa berawal pada
kemajuan teknologi komunikasi
dan informasi semenjak
1970-an. Dalam pengertian
itulah kita bertemu
dengan beberapa istilah
populer seperti banjir
komunikasi, era informasi, masyarakat informasi atau era
satelit. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
ternyata membawa dampak
yang tidak kecil
bagi masyarakat dunia. Dampak tersebut bukan hanya melanda
negara dunia ketiga, tetapi juga negara-negara yang
telah maju dalam
perkembangan peradaban dan teknologinya
(Kuswandi, 1996: 2).
Revolusi informasi dan komunikasi
telah melahirkan peradaban baru, sehingga mempermudah
manusia untuk saling
berhubungan serta meningkatkan mobilitas sosial. Di samping itu,
kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi pun mampu mengatasi jarak ruang dan waktu.
Dalam globalisasi
media massa dan
informasi, dunia menyaksikan peranan
telekomunikasi serta media
elektronik yang luar
biasa. Dunia menjadi semakin kosmopolitan dan manusia
saling mempengaruhi dalam hal perilaku. Arus
globalisasi itu tidak
berdiri sendiri, melainkan
ditemani oleh perdagangan
(globalisasi pasar) serta
perjalanan jauh dengan
transportasi udara secara cepat.
Industri komunikasi
pun kini berkembang
dengan pesatnya, masyarakat
sulit untuk mengantisipasi dampak
yang terjadi, baik
di kota maupun di desa yang tersentuh arus
perkembangan tersebut. Dengan hadirnya media
masa, baik cetak (surat kabar, majalah) maupun elektronik (radio, TV, film) dalam berbagai sajian isi atau pada
acaranya,otomatis menghembuskan era baru
yang secara perlahan memasuki dan merambahtata nilai dan norma masyarakat
perkotaan sekaligus pedesaan
yang terpencil sekalipun.
Berdasarkan hal
itu maka kita perlu memikirkan
intensitas pengaruh media massa
sebagai konsekuensi logis dari wujud pembangunan Indonesia di masa datang.
Aktualisasi peran
dakwah setiap muslim
menjadi terbuka, yaitu dengan memanfaatkan
multimedia sebagai wahana
dakwah. Kesibukan dan mobilitas yang
tinggi serta perubahan
dan pergeseran sosial
yang ada tidak memungkinkan
dakwah konvensional mampu menjangkau masyarakat secara efektif. Dakwah dengan menggunakan multimedia merupakan jawaban bagi
masyarakat dengan kondisi dan tatanan
seperti sekarang.
Dakwah multimedia
merupakan terobosan baru
bagi para mubaligh untuk dapat
melakukan aktifitas dakwah
di beberapa media,
mengingat selama ini
para mubaligh dalam melakukan
dakwahnya hanya sebatas
di mimbar saja. Dan kalau ada
yang melakukan dakwah dimedia elektronik atau media cetak, itupun hanya sebagian kecil saja
(Arifin, 2006: 54).
Banyak media yang dapat dijadikan sebagai lahan untuk
berdakwah, dan salah
satu media dakwah
yang dinilai efektif
adalah film. Karena
film diproduksi untuk
memberikan hiburan kepada
pemirsa namun dalam
film dapat terkandung fungsi
informatif, edukatif dan persuasif.
Yang dimaksud informatif disini
adalah, agar pesan yang disampaikan kepada seseorang
atau sejumlah orang
tentang hal-hal baru
yang diketahuinya. Sedangkan yang
dimaksud edukatif yaitu sebuah film haruslah bersifat
mendidik atau berpendidikan. Dan
yang terakhir adalah
persuasif yaitu proses mempengaruhi
sikap, pandangan, atau perilaku seseorang dalam bentuk
kegiatan membujuk, mengajak
sehingga ia melakukan
dengan kesadaran sendiri.
Sekarang ini
juga banyak sekali
film-film yang muncul
di bioskopbioskop, mulai dari
film percintaan, religi, sampaifilm yang bergenre horor komedi.
Diantara film-film sekarang
ini juga banyak film
yang menuai kontroversi dari masyarakat maupun dari
kalangan para ulama, dan yang lagi fenomenal
yaitu film-film horor komedi namun di dalamnya banyak terdapat adegan
yang seronok dari
para artis pemainnya.
Film porno akhir-akhir ini menjadi masalah,
menyusul produksi film
nasional, seperti gairah
malam, ranjang pemikat, akibat
hamil muda, kenikmatan tabu, selir, cinta dan nafsu, atau
setetes noda manis,
atau serial film-film
Dono-Kasino, memasuki pasaran dan tidak sedikit meraih penonton
terutama dari kalangan remaja. Di samping suksesnya
film-film diatas meraih
penonton, diluar gedung orang kemudian membincangkan
fenomena seks dan
pornografi yang saat ini bagaikan”paradigma”dalam
film nasional kita (Bungin, 2003: 115).
Dan salah
satu film porno
bergenre horor yang
menuai kontroversi yaitu
film “Paku Kuntilanak”
yang disutradarai oleh Findo
Purwono H.W.
dan dibintangi
oleh Dewi Persik.
Film yang diproduksi
oleh Ady Mulyana Hidayat ini sebenarnya bergenre horor komedi,
namunsetelah melihat adegan per adegan,
sejumlah pihak mengatakan film ini sebagai film semi BF (Blue Film). Pasalnya
selain banyak adegan
ranjang, film yang
berdurasi 1½ jam tersebut
memang dipenuhi adegan panas dan busana seksi, maka dari itu film “Paku Kuntilanak” ini ditentang oleh
masyarakat danpada ulama Indonesia yang tergabung dalam Majelis Ulama Indonesia
(MUI),MUI juga melarang film ini
ditayangkan di bioskop
dan meminta pihak
yang berwenang untuk menarik film
ini dari peredaran,
karena selain membuat
resah masyarakat dengan
adegan panasnya, film
ini juga bisa
merusak moral anak
bangsa (http://clubbing.kapanlagi.com/showthead.php?p.
31 Agustus 2010).
Adegan yang
paling menuai kontroversi
dikalangan para ulama
atau masyarakat di
film ini adalah
pada saat Dewi
Persik beradegan setengah telanjang pada saat mandi di bak kamar mandi
denganlawan mainnya yaitu Keith Foo
bintang luar negeri. Pasalnya pada saat itu tubuh Dewi Persik dan Keith Foo hanya dibalut busa, Dewi persik
telanjangdan bersetubuh dengan Keith Foo
layaknya suami istri.
Adegan tersebut berdurasi
cukup lama sehingga
membuat keduanya larut
dalam percintaan, selain
itu juga masih banyak lagi adegan ciuman Dewi Persik dengan
lawan mainnya. Dan dalam hal
ini dampaknya sudah
pasti masalah moral
bangsa. Mau dibawa kemana bangsa
ini kalau disuguhkan
hal-hal seperti itu?
Hal-hal yang berbau pornografi.
Dengan penduduk
Indonesia yang mayoritas
muslim, seharusnya dalam pembuatan film-film haruslah
mempertimbangkanapakah film tersebut layak atau
tidak ditayangkan, karena
masih banyak film
yang layak dibuat seperti
halnya film-film yang
berbau religius seperti;
Ayat-Ayat Cinta, atau Ketika Cinta
Bertasbih yang berhasil menyedot
penonton jutaan orang.
Tetapi ada
juga film-film yang
diklaim religius, yang
masih berhubungan dengan agama hanya judul filmnya saja, seperti
hidayah, jalan ilahi, rahasia ilahi dan
lain-lain. Isi filmya
malah bertentangan dengan
agama seperti kemusyrikan atau adegan yang cenderung porno.
n st� | ' s 8ӽ (�� n:yes'>
adalah muslim, atau sekitar 2,4
juta orang adalah
kaum muslim (http:
// sosbud.kompasiana.com/ 2010/0208/
fundraising-untuk-muslim-tunanetra).
Hal ini harus
menjadi perhatian pemerintah
Indonesia dalam menangani kaum tunanetra di Indonesia.
Yayasan Sahabat Mata adalah salah satu lembaga
yang berperan aktif dalam memperhatikan
kehidupan beragama dan
sekaligus aspek kehidupan sosial
bagi penyandang tunanetra
di wilayah Semarang
dan sekitarnya.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi