BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sejarah membuktikan bahwa posisi umat Islam
secara politik dan ekonomi sejak zaman
orde baru hingga saatini senantiasa berada dipinggiran, sangat ironis sekali mengingat hampir90% lebih
rakyat Indonesia beragama Islam, artinya
berbicara tentang Indonesia adalah berbicara tentang Islam di Indonesia, karena itu setiap visi tentang
Indonesia, pada dasarnya adalah visi tentang
Islam di Indonesia.
Umat Islam dewasa ini menghadapi paradoks yang
merupakan kenyataan yang tidak bisa
ditolak adanya, hak-hak umat belum mendapatkan
tempat semestinya, dibanding negeri Jiran, Malasia yang jumlah umat islamnya hanya sekitar 65% dari
keseluruhan jumlah penduduk negara tersebut,
ternyata hak-hak umat Islam terpenuhi, negara itu mampu menjalankan syariat Islam dengan lebih leluasa serta
dijamin oleh negara. Di Indonesia, kenyataan
di masa lalu ternyata berlaku sebaliknya, posisi umat Islam melalui partai Islam yang direpresentasikan oleh
masyumi begitu kuat dan mendominasi panggung
perpolitikan di negeri ini pada dekade 50-an, kalau pun Masyumi kandas itu lantaran konspirasi politik orde
lama, yang mengusung nasakom dan menjadikan
masyumi tergusur secara politis sebagai the
common enemy, Nur Cholish Majid,
Cita-Cita Politik Islam, h.xiv Masyumi
pun terpinggirkan sebagai kekuatan oposan sebelum akhirnya memilih jalannya sendiri yakni membubarkan diri.
Pasca runtuhnya Masyumi sebagai
representasi umat Islam dan representasi
golongan oposisi pada zamannya maka sejak saat itu peran politik Islam dimatikan, aspirasi-aspirasi politik
umat Islam mengalami kebuntuan, tidak
ada lagi suara lantang dan vokal.
Di era reformasi, dengan ditandai
runtuhnya rezim orde baru yang di awali
krisis moneter pada tahun 1997-1998, telah memberikan peluang untuk menata kembali kehidupan poltik, ekonomi dan
hukum, tututan penataan kembali sistem
politik, ekonomi dan hukum dikenal sebagai tuntutan reformasi total atau menyeluruh.
Untuk itu diperlukan langkah-langkah konkrit,
seperti pemilu, era ini diharapkan bisa
mengoreksi berbagai kesalahan kebijakan masa lalu, bisa menjadi awal kebangkitan Indonesia
baru yang lebih demokratis, menjungjung
tinggi hak-hak asasi manusia (HAM) dan mengedepankan keadilan di berbagai bidang kehidupan baik sosial,
politik, maupun ekonomi.
Disisi lain, pasca reformasi
pemberlakuan syari’at Islam mulai jadi tuntutan
dan aspirasi sebagian kelompok Islam untuk memformalisasikan Islam secara keseluruhan dan mendapatkan legitimasi
dan operasionalisasi melalui nsegara
secara formal, hal ini menurut mereka merupakan tuntutan agama yang harus diperjuangkan, sesuai dengan firman
Allah dalam al-Qur’an yang berbunyi: Syamsuddin
Haris, Kekuasaan Transisional:Problem Penyelenggaraan Pemilu 1999, “Sesungguhnya
Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili
antara manusia dengan apa yang telah
Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu
menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat(QS.
An-Nisa’ 105) Pasca dikeluarkannya
undang-undang otonomi daerah, berbagai daerah
banyak menelorkan Perda Syari’ah sebagai bukti riil dari perjuangan pemberlakuan Syari’at Islam secara
konstitusional, seperti Aceh, Banten dan daerah lainnya, sejak otonomi daerah dilakukan
hingga juli 2006, tercatat terdapat 56
kebijakan peraturan daerah dalam berbagai bentuk, peraturan daerah (perda), surat edaran dan keputusan
kepala daerah. Produk kebijakan daerah
tersebut secara tegas berorientasi pada ajaran moral agama Islam hingga pantas disebut perda syari’at Islam.
Secara konstitusi, formalisasi syari’at
Islam ini diperjuangkan olehpartai-partai bersegmen massa Islam diparlemen, seperti, PPP, PKS, PKB, PAN dan
PBB, namun perjuangannya tidak berjalan
mulus karena tidak didukung oleh suara mayoritas parlemen.
Indonesia sebagai negara plural,
tentu praktik perjuangan menerapkan Syari’at
Islam tidaklah mudah, selalumenimbulkan pro dan kontra, banyak kelompok yang belum sepakat dengan penerapan
kebijakan publik yang bernuansa syari’at
Islam, kelompok ini biasanya adalah minoritas non- Depag-RI, Al-Qur’an dan
Terjemahnya, h. 139 muslim dan kalangan
Islam moderat. Di internal umat Islam sendiri ada tiga kelompok dalam pemahaman syari’at Islam dan
penerapannya, yaitu; Pertama, mereka
yang menjadikan Islam sebagai ideologi yang manifestasinya berbentuk pelaksana’an ajaran
agama (syari’at) Islam secara formal
sebagai hukum positif. Kedua, mereka
yang hanya mendukung pelaksanan etika
moral dan menolak formalisasi dan juga keterlibatan agama dalam kontek kehidupan bernegara. Ketiga,
mengambil jalan tengah (middle way),
mereka yang mendukung formalisasi syari’at untuk hukum private tertentu, tetapi
untuk lainnya cukup dengan menjadikan ajaran Islam sebagai sumber etika moral atau input bagi hukum
nasional dan kebijakan publik lainnya.
Dalam diskursus ini, salah satu
partai yang mencantumkan Islam sebagai
ideologinya adalah PBB (Partai Bulan Bintang). Bahkan partai ini dapat diposisikan sebagai gerakan serupa pada
awal berdirinya Republik Indonesia,
yakni Masyumi. Keseriusan PBB untuk menegakkan syari’at Islam setidaknya tergambar jelas pada
Platformyang melandasi perjuangan politiknya,
mulai dari asas hingga visi-misinya, untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang Islami, PBB ingin
memposisikan diri sebagai partai politik
Islam terdepan yang konsisten ingin memperjuangkan syariat Islam di Indonesia, salah satu poin penting
dalam konsep piagam Jakarta yang
dipandang paling ideal dalam formalisasi syariat Islam dalam konstitusi, karena hanya dengan jalan itulah
pemberlakuan syariat Islam di Indonesia
dapat di tempuh.
Penegakan Syari’at Islam di
Indonesia pada dasarnya bukanlah pekerjaan
mudah, banyak kendala dan tantangannya yang kerap mengiringi gerakan semacam ini, lantas seperti apakah
sebetulnya strategi PBB dalam penegakan
syari’at Islam di Indonesia ?. Tentunya PBB mempunyai strategi perjuangan partai. Diantaranya; Pertama,
pembinaan ukhuwah Islamiyah dengan
menghormati pluralitas kehidupan berbangsa. Kedua, penyerataan kehidupan antar individu, antar kelompok dan
antar agama. Ketiga, penyerataan
kehidupan antar individu, antar kelompok dan antar bangsa.
Keempat, konsolidasi dan penyerataan
partai. Kelima,PBB menjadi aset umat dan memelopori penyatuan partai-partai
Islam. Dari gambaran di atas, peneliti
hendak menelusuri secara ilmiah tentang gerakan penegakan syari’at Islam di Indonesia. Penelitian terhadap
gerakan penegakan syari’at Islam di Indonesia
ini khusunya Studi Kritis terhadap Partai Bulan bintang dianggap perlu karena belum ada penelitian yang khusus
dalam membahas strategi partai Bulan
Bintang (PBB) dalam penegakan syari’at Islam.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka
rumusan masalah dalam penelitian ini
yaitu: 1. Bagaimana plat formpartai PBB dalam
menegakkan syari’at Islam di Indonesia ?
2.
Bagaimana faktor pendukung dan penghambat partai PBB dalam menegakkan syari’at Islam di Indonesia ? 3.
Bagaimanakah strategi partai PBB dalam menegakkan syari’at Islam di Indonesia ? C.
Kajian pustaka Penelitian tentang
Gerakan penegakan Syari’at Islam di Indonesia (Studi kritis terhadap partai Bulan Bintang) ini
secara khusus belum pernah dilakukan oleh
mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya. Penelitian yang pernah dilakukan tentang Syariat Islam misalnya skripsi Abdul
Rojak fakultas Syariah jurusan siyasah
jinayah tahun 2004 yang berjudul, Sisi Fundamentalisme Partai Politik Islam Di Indonesia (Telaah Kritis Terhadap
Partai Bulan Bintang)skripsi ini hanya
berbicara tentang sisi-sisi fundamentalisme Islam dari akar sejarahnya, mengkaji tentang pemerintahan islam secara umum
dan juga pemerintahan Islam dalam
pandangan partai bulan bintang. Dalam skripsi ini juga dibahas sedikit tentang penegakan negara Islam. Namun dalam
skripsi ini sama sekali tidak membahas
secara detail atau spesifik gerakan penegakan syariat Islam di Indonesia baik melalui parlemen maupun dalam
bentuk perda syariat Islam yang biasa
disebut dengan qanun.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi