Kamis, 21 Agustus 2014

Skripsi Siyasah:KEDUDUKAN DAN FUNGSI KOMISI KEPOLISIAN NASIONAL UU. NO. 2/2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA RI Jo PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO. 17 TAHUN 2005 DITINJAU DARI FIQH SIYA>SAH


 BAB I  PENDAHULUAN  
A. Latar Belakang  Penyelanggaraan pemerintahan yang baik merupakan cita-cita setiap  negara ataupun masyarakat, dalam artian terbebas dari penyimpanganpenyimpangan yang dapat merugikan negara ataupun masyarakat. Dalam hal ini  sangat dipengaruhi oleh sikap dan keinginan para pemegang kekuasaan atau  lembaga pemerintahan atau alat perlengkapan negara.
Dalam tradisi negara demokrasi, telah dikenal tiga pilar pemegang  mandat kekuasaan negara, yaitu kekuasaan pemerintahan (eksekutif), kekuasaan  perundangan (legislatif) dan kekuasaan kehakiman (yudikatif). Meski dalam  implementasinya di berbagai negara dapat ditemukan berbagai fariasi dan  bentuknya, ada yang menggunakan pola pemisahan kekuasaan (separation of  power), ada yang menggunakan pembagian kekuasaan (deviation of power),  selain itu ada yang menggunakan pola convergence (campuran). Dari berbagai  fariasi dan pola tersebut untuk menjalankan kekuasaan negara, ternyata tidak  ditemukan pola yang paling unggul. Realitas tersebut menandakan bahwa dalam  penyelenggaraan negara tidak semata-mata ditentukan oleh tiga pilar kekuasaan  1   besar itu, tetapi lebih dipengaruhi oleh budaya politik dan budaya demokrasi dari  negara yang bersangkutan.

 Dalam perkembangan negara demokrasi sekarang, diberbagai belahan  dunia dapat ditemukan perkembangan menarik mengingat pilar kekuasaan  negara ternyata tidak hanya bertumpu pada konsep “trias politica” saja sebagai  “state primery institution” (kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif), tetapi  ada keperluan untuk menyelenggarakan kekuasaan lainya yaitu kekuasaan bidang  perbantuan (state auxiliary institution) yang bersifat konsultatif, pertimbangan  atau kepenasehatan (“konsultative power”) dan pengawasan (“examinative  power”).
 Dalam teori “catur praja” memunculkan adanya pembagian kekuasaan di  dalam menjalankan pemerintahan ataunegara, dan menempatkan kekuasaan  polisi (kepolisian) dalam suatu kekuasaan tersendiri diluar kekuasaan eksekutif.
Munculnya konsep ini, karena tugas dan tujuan pemerintah atau negara tidak lagi  membuat dan mempertahankan hukum dan tidak hanya melaksanakan undangundang atau merealisir kehendak negara, akan tetapi menjadi lebih luas, yaitu  untuk menyelenggarakan kepentingan umum, artinya suatu negara dijalankan  oleh alat pemerintahan (bestuur orgaan) yang meliputi badan pemerintah yang  diberi kewenangan oleh undang-undang untuk bertindak atas nama negara atau   Z ulkarnain dkk, Komisi Pengawas Penegak Hukum, h. 1-2   Sadjijono, Hukum Kepolisian (Polri dan Good Governance), h. 89   pemerintah, dan badan pemerintahan sebagai satu kesatuan hukum yang  dilengkapi kewenangan untuk memaksa.
 Reformasi di bidang hukum yang terjadi sejak tahun 1998 telah  dilembagakan melalui pranata perubahan UUD 1945. Semangat perubahan UUD  1945 adalah mendorong terbangunnya struktur ketatanegaraan yang lebih  demokratis. Perubahan UUD 1945 sejak reformasi telah dilakukan sebanyak  empat kali.
Hasil perubahan UUD 1945 melahirkan bangunan kelembagaan negara  yang satu sama lain dalam posisi setara dengan saling melakukan kontrol (cheks  and balances), mewujudkan supremasi hukum dan keadilan serta menjamin dan  melindungi hak asasi manusia. Kesetaraan dan ketersediaan saling kontrol inilah  prinsip dari sebuah negara demokrasi dan negara hukum.
 Pasca amandemen UUD 1945 menyebabkan berubahnya sistem  ketatanegaraan yang berlaku meliputi jenis dan jumlah lembaga negara, sistem  pemerintahan, sistem peradilan dan sistem perwakilannya. Sejalan dengan itu,  muncul lembaga-lembaga dalam bentuk komisi, untuk menjawab tuntutan  masyarakat. Pembentukan lembaga-lembaga yang berbentuk komisi ini sangat  pesat perkembangannya sepanjang reformasi.
 Ibid  Titik Triwulan Tutik, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD  1945, h.1   Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, UUD 1945 dengan jelas  membedakan cabang-cabang kekuasaan negara dalam bidang legislatif,  eksekutif, dan yudikatif yang tercermin dalam fungsi-fungsi MPR, DPR dan  DPD, Presiden dan Wakil Presiden, serta Mahkamah Agung (MA), Badan  Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembagalembaga negara yang utama (mains state organs).
 Adapun selain itu, seperti Komisi Yudisial, Kepolisian Negara, Tentara  Nasional Indonesia, Bank Sentral, Komisi Pemilihan Umum, Dewan  Pertimbangan Presiden, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNASHAM),  Komisi Pengawas Persaiangan Usaha (KPPU), dan sebagainya adalah sebagai  lembaga negara bantu (state auxiliary bodies).
 Beranjak dari konsep pembagian kekuasaan di atas, lembaga Polisi  sebagai fungsi maupun sebagai bagian dari lembaga dalam pemerintahan yang  juga memiliki kekuasaan dapat dikaji eksistensinya dalam suatu pemerintahan  negara, disamping lembaga-lembaga yang lain, yakni lembaga eksekutif,  legislatif maupun yudisiil.
Lembaga Polisi dalam konsepnya lahir dari adanya fungsi kepolisian yang  telah ada dalam masyarakat, karena kepentingan dan kebutuhan untuk  terpeliharanya dan terjaganya rasa aman, tenteram, keteraturan dan ketertiban  dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, membahas Polisi sebagai fungsi   Ibid. h.
 Ibid. h. 211   maupun organ atau lembaga, tidak dapat dilepaskan dari konsep pemikiran  tentang adanya perlindungan hukum bagi rakyat, karena dalam perspektif fungsi  maupun lembaga polisi memiliki tanggung jawab untuk melindungi rakyat dari  segala bentuk ancaman kejahatan dan gangguan yang dapat menimbulkan rasa  tidak aman, tidak tertib dan tidak tenteram.
 Sebagaimana dalam pasal 2 UU No.
2 Tahun 2002 bahwa fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan  negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan  hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
 Dalam masyarakat yang sedang mengalami transisi, keberadaan polisi  sangat diperlukan. Pada masyarakat demikian sering terjadi pergeseran nilai  kehidupan yang mengimbas pada terjadinya penyimpangan perilaku sosial,  misalnya kejahatan dengan segala bentuk dan karakternya. Karena itu  keberadaan polisi sangat urgen untuk menjaga ketentraman, keamanan dan  ketertiban “orde” masyarakat agar tidak rusak perilaku destruktif kaum penjahat.
Meskipun begitu, tidak sedikit masyarakat yang memandang polisi  dengan “sebelah mata”. Polisi dinilai sebuah ancaman bagi keselamatan  masyarakat. Hal tersebut tidak terlepasdari perilaku segelintir oknum polisi  yang menyakitkan terhadap masyarakat, sehingga pada akhirnya menjadikan  pandangan dan penilaian yang sinis oleh masyarakat secara sama rata   Sadjijono, Hukum Kepolisian,h.90-  Pasal 2 UU RI No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia   bahwasanya perilaku Polisi semuanya kurang baik.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi