BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Tudingan bahwa
negeri ini sarangnya
para mafia peradilan memang
ada benarnya. Fenomena ini
terbukti dengan adanya
berbagai kasus yang
jelas-jelas terbukti melawan
Hukum, namun dalam
pelaksanaannya mereka yang menjadi terdakwa bisa
bebas dari jeratan Hukum. Masih ingatkah
kita akan kasus
yang menimpa mantan
Mensesneg Akbar Tandjung dalam penyalahgunaan dana Non budgeter sebesar40 milyar.
Salahsatu kasus yang fenomenal terjadi di
negeri ini, kalau kita dengar sebuah kasus korupsi rasanya telinga kita tidak
asing lagi, karena sudah puluhan, bahkan ratusan kasus yang menimpapara pejabat
negeri ini.
Perilaku suap
dalam peradilan yang
sudah menjadi patologi
social yang segera harus dibasmi.
Tindakan tersebut menciptakan atmosfer
yang tidak sehat di dalam kehidupan bernegara.Banyak orang kalah di
pengadilan bukan karena salah, tapi karena tidak adauang. Dalam konteks ini
Robert Klitgard pernah mengatakan bahwa
uang suap akan
mengakibatkan konstruksi gedung-gedung
tidak aman, pegawai pemerintah
kurang bermutu, atau
kelalaian polisi (pejabat)
dan hanya ''keburukan-keburukan
umumlah'' yang akan timbul .
Bebicara mafia peradilanatau suap
dalam peradilan, akhir-akhir ini muncul wacana
baru untuk mengantisipasi banyaknya
kasus suap di pengadilan yakni Sinar Harapan, Ricando Rumba, : Kejutan Kecil
Dissenting Opinion, dengan istilah Dissenting Opinion. Dissenting Opinion adalah pranata
yang membenarkan perbedaan pendapat hakim (Minoritas) atas putusan
pengadilan Pengadilan merupakan tempat
dimana masyarakat mencari keadilan. Dalam kaitannya putusan
hakim dalam suatu
pengadilan memperhatikan mekanisme
dan aturan-aturan
didalamnya. Perbedaan pendapat
dalam memutuskan suatu
perkara menjadi salah satu aturan dalam pengambilan keputusan hakim.
Perbedaan pendapat atau yang
lebih dikenal dengan legal opinion tidak bisa dilakukan oleh
setiap hakim dalam
setiap perkara. Ada
aturan dan batasan
dalam membuat legal opinion
atau yang sering
kita jumpai dengan
sebutan dissenting opinion.
Secara simbolik kesan yang ingin
diberikan dalam Dissenting Opinionadalah wujud
keberanian. Perbedaan pendapat
dalam segala hal
adalah suatu anugerah, karena dari adanya perbedaan yang
bisa disatukan akan menjadi sebuah tatanan yang indah, karenapada dasarnya
setiap warga Negara mempunyai hak untuk berserikat dan berkumpul menyampaikan
pendapatnya .
Mengenai tindakan Hukum secara Dissenting Opinion belum
diatur dalam hukum acara pidana
di Indonesia, namun dalam pasal 182 ayat 6 UU No. 8 Th diterangkan
tentang mekanisme pengambilan
keputusan sidang. Dalam pasal ayat 6 dinyatakan bahwa pada asasnya
putusan diambil dari musyawarah mufakat,
namun apabila terjadi
perbedaan maka diambil
suara terbanyak, jika
tetap terjadi Robert Klitgard, Membasmi Korups, h IKAHI,Varia Peradilan tahun ke XXI No. 253
Desember2006, h UUD RI pasal perbedaan maka yang akan diambil adalah
putusan hakim yang paling meringankan bagi terdakwa .
Dengan adanya ketentuan UU No 8
tahun 1981 ini
telah jelas bahwa perbedaan pendapat
hakim (dissenting opinion)
adalah suatu hal
yang memang diperbolehkan dalam
tata laksana persidangan
serta mempunyai landasan Hukum yang
kuat, sikap harus patuh pada ketua sidang dalam berbagaikasus yang dianggap mempunyai
landasan Hukum kuat untuk berbeda
pendapat masih sulit
untuk diterapkan dalam peradilan di Indonesia.
Dengan demikian, pasal 182 ayat 6
UU No8 tahun 1981 menjelaskan bahwa Dissenting
Opinion yang diperbolehkan adalah
perbedaan pendapat yang mempunyai landasan Hukumyang kuat
terkait dengankasus yang terjadi, baikdari perbedaan landasan Hukummaupun
putusan.
Dalam sistem hukum kita mengenal
adanya sistem hukum civil law (Eropa continental),yang mana
sistem hukum ini
hanya mengakui suatu
undang-undang yang
dikodifikasikan, sehingga yurisprudensi
atau pendapat hukum tidak mempunyai tempat secara sah.
Pada Undang-Undang
Hukum Acara Pidana
pranata Dissenting Opinion tidak
diatur secara langsung, namun pada pasal 182 ayat 6 Undang-Undang Hukum Acara Pidana
mengandung unsur-unsur dan
batasan terhadap ketentuan
perbedaan pendapat dan putusan
hakim minoritas.(Dissenting Opinion).
Namun pada Ketentuan dalam Pasal 182 ayat 6 UU No 8
tahun penerapannya sering
kali terjadi perbedaan
penafsiran terhadap kedudukan
yang sesungguhnya dari Dissenting Opinion.
Perbedaan pendapat diantara para
ahli hukum dalam menerapkan dissenting opinionmembuat pertanyaan besar bagi
para ahli hukum. Dalam kaitannya dengan putusan hakim yang mengandung
dissenting opinion dari berbagai kasus yang terjadi didalam sidang tidak
diketahui secara langsung oleh masyarakat luas maupun para ahli hukum,sehingga banyak
yang tidak memahami
kedudukan dissenting opinion dalam mekanisme pengambilan putusan.
Dalam konteks Islam, peradilan telah
lama dikenal sejak
zaman zahiliyah, peradilan ini
adalah suatu tugas suci yang diakui oleh seluruh bangsa, baik mereka tergolong bangsa-bangsa
yang telah maju
ataupun belum. Di dalam peradilan itu terkandung seruan amar ma’ruf nahi
munkar, menyampaikan hak kepada yang harus menerimanya dan menghalangi orang yang
zalim dari pada berbuat
aniaya, serta mewujudkan perbaikan
umum. Dengan peradilanlah
dilindungi harta, jiwa
dan kehormatan. Apabila peradilan
tidak terdapat dalam
suatu masyarakat, maka masyarakat akan kacau .
Dalam penerapannya, hukum acara
peradilan tidak lepas dari perdebatan di dalammenafsirkan suatu Hukum, baik
dalam memutuskan perkaraatau menjatuhkan vonis
pidana, illustrasi perbedaan
pendapat di antara hakim
merupakan hal yang wajar
dan merupakan salah
satu syarat daripada
hakim yakni mujtahid, yang Teungku Hasby Ash Shidiqy,Peradilan dan Hukum
Acara Islam, h merupakan salah satu
ketentuan daripada peradilan Islam hakim harus mujtahid.
Sebagaimana hadits Rasulullah
SAW:
Dari ‘Amr
ibnul ‘Ash bahwa
Rasulullah SAW. bersabda:
“Apabila seorang hakim berijtihad
lalu dia benar dalam
ijtihadnya, maka dia
mendapatkan dua pahala. Dan
apabila dia berijtihad akan tetapi salah dalam ijtihadnya, maka dia mendapatkan
satu pahala” Hal ini
dikarenakan dalam kehidupan
bermasyarakat yang kompleks, kita tidak bisa
menghindarkan suatu perbedaan (ijtihad), namun
apabila perbedaan itu bisa kita sikapi sebagai suatu keragaman,
maka akan menjadi suatu rahmat. Namun dalam Islam sendiri juga
diatur bagaimana cara
berijtihad dan syarat-syaratnya, sehingga tidak
semua orang bisa
berijtihad, kecuali yang
telah memenuhi syarat sebagai seorang mujtahidsebagaimana
hadits Nabi SAW: “Sesungguhnya aku hanyalah manusia,
sedang kamu datang
kepadaku untuk menyelesaikan persengketaan di
antara kamu. Mungkin
sebagian dari kamu
lebih pintar menyampaikan hujjahnya
daripada sebagian yang
lain: lalu aku
memutuskan baginya sesuai dengan apa yang aku dengar darinya. Maka
barang siapa yang aku putuskan baginya
sebagian hak dari
saudaranya, maka hendaklah
dia itu tidak mengambilnya;
karena sesungguhnya aku
potongkan baginya sepotong dari api neraka.” H.R. Al-Bukhari dan Muslim H.R. Al-Bukhari, Muslim dan Pemilik-pemilik
Sunan.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi