Kamis, 21 Agustus 2014

Skripsi Siyasah:KEDUDUKAN DISSENTING OPINIONHAKIM DALAM MENJATUHKAN VONIS PIDANA MENURUT UU NO. 8 TH. 1981 (Pasal 182 Ayat 6) TENTANGHUKUM ACARA PIDANA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ACARA PERADILAN ISLAM SKRIPSI


BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Tudingan  bahwa  negeri  ini  sarangnya  para mafia  peradilan  memang  ada benarnya. Fenomena ini  terbukti  dengan  adanya  berbagai  kasus  yang  jelas-jelas terbukti  melawan Hukum,  namun  dalam  pelaksanaannya  mereka  yang  menjadi terdakwa  bisa  bebas  dari  jeratan Hukum. Masih  ingatkah  kita  akan  kasus  yang menimpa  mantan Mensesneg  Akbar  Tandjung dalam  penyalahgunaan  dana Non budgeter sebesar40 milyar.
 Salahsatu kasus yang fenomenal terjadi di negeri ini, kalau kita dengar sebuah kasus korupsi rasanya telinga kita tidak asing lagi, karena sudah puluhan, bahkan ratusan kasus yang menimpapara pejabat negeri ini.
Perilaku  suap  dalam  peradilan  yang  sudah  menjadi  patologi  social  yang segera harus dibasmi. Tindakan tersebut menciptakan atmosfer  yang tidak sehat di dalam kehidupan bernegara.Banyak orang kalah di pengadilan bukan karena salah, tapi karena tidak adauang. Dalam konteks ini Robert Klitgard pernah mengatakan bahwa  uang  suap  akan  mengakibatkan  konstruksi  gedung-gedung  tidak  aman, pegawai  pemerintah  kurang  bermutu,  atau  kelalaian  polisi (pejabat) dan  hanya ''keburukan-keburukan umumlah'' yang akan timbul  .
Bebicara mafia peradilanatau suap dalam peradilan, akhir-akhir ini muncul wacana  baru  untuk  mengantisipasi  banyaknya  kasus  suap di  pengadilan yakni  Sinar Harapan, Ricando Rumba, : Kejutan Kecil Dissenting Opinion,   dengan  istilah Dissenting  Opinion. Dissenting  Opinion adalah  pranata  yang membenarkan perbedaan pendapat hakim (Minoritas) atas putusan pengadilan  Pengadilan merupakan tempat dimana masyarakat mencari keadilan. Dalam kaitannya  putusan  hakim  dalam  suatu  pengadilan  memperhatikan  mekanisme  dan aturan-aturan  didalamnya.  Perbedaan  pendapat  dalam  memutuskan  suatu  perkara menjadi salah satu aturan dalam pengambilan keputusan hakim.

Perbedaan pendapat atau yang lebih dikenal dengan legal opinion tidak bisa dilakukan  oleh  setiap  hakim  dalam  setiap  perkara.  Ada  aturan  dan  batasan  dalam membuat  legal  opinion  atau  yang  sering  kita  jumpai  dengan  sebutan dissenting opinion.
Secara simbolik kesan yang ingin diberikan dalam Dissenting Opinionadalah wujud  keberanian.  Perbedaan  pendapat  dalam  segala  hal  adalah  suatu  anugerah, karena dari adanya perbedaan yang bisa disatukan akan menjadi sebuah tatanan yang indah, karenapada dasarnya setiap warga Negara mempunyai hak untuk berserikat dan berkumpul menyampaikan pendapatnya  .
Mengenai  tindakan Hukum secara Dissenting  Opinion belum  diatur  dalam hukum acara pidana di Indonesia, namun dalam pasal 182 ayat 6 UU No. 8 Th  diterangkan  tentang  mekanisme  pengambilan  keputusan  sidang. Dalam  pasal   ayat 6 dinyatakan bahwa pada asasnya putusan  diambil dari musyawarah mufakat, namun  apabila  terjadi  perbedaan  maka  diambil  suara  terbanyak,  jika  tetap  terjadi  Robert Klitgard, Membasmi Korups, h   IKAHI,Varia Peradilan tahun ke XXI No. 253 Desember2006, h   UUD RI pasal   perbedaan maka yang akan diambil adalah putusan hakim yang paling meringankan bagi terdakwa  .
Dengan adanya ketentuan  UU No 8  tahun  1981  ini  telah  jelas  bahwa perbedaan  pendapat  hakim (dissenting  opinion) adalah  suatu  hal  yang  memang diperbolehkan  dalam  tata  laksana  persidangan  serta mempunyai  landasan Hukum yang kuat, sikap harus patuh pada ketua sidang dalam berbagaikasus yang dianggap mempunyai landasan Hukum kuat  untuk  berbeda  pendapat  masih  sulit  untuk diterapkan dalam peradilan di Indonesia.
Dengan demikian, pasal 182 ayat 6 UU No8 tahun 1981 menjelaskan bahwa Dissenting  Opinion yang  diperbolehkan  adalah  perbedaan  pendapat  yang mempunyai landasan Hukumyang kuat terkait dengankasus yang terjadi, baikdari perbedaan landasan Hukummaupun putusan.
Dalam sistem hukum kita mengenal adanya sistem hukum civil law (Eropa continental),yang  mana  sistem  hukum  ini  hanya  mengakui  suatu  undang-undang yang  dikodifikasikan,  sehingga  yurisprudensi  atau  pendapat  hukum tidak mempunyai tempat secara sah.
Pada  Undang-Undang  Hukum  Acara  Pidana  pranata Dissenting  Opinion tidak diatur secara langsung, namun pada pasal 182 ayat 6 Undang-Undang Hukum Acara  Pidana  mengandung  unsur-unsur  dan  batasan  terhadap  ketentuan  perbedaan pendapat  dan  putusan  hakim  minoritas.(Dissenting  Opinion).  Namun  pada  Ketentuan dalam Pasal 182 ayat 6 UU No 8 tahun   penerapannya  sering  kali  terjadi  perbedaan  penafsiran  terhadap  kedudukan  yang sesungguhnya dari Dissenting Opinion.
Perbedaan pendapat diantara para ahli hukum dalam menerapkan dissenting opinionmembuat pertanyaan besar bagi para ahli hukum. Dalam kaitannya dengan putusan hakim yang mengandung dissenting opinion dari berbagai kasus yang terjadi didalam sidang tidak diketahui secara langsung oleh masyarakat luas maupun para ahli  hukum,sehingga  banyak  yang  tidak  memahami  kedudukan  dissenting  opinion dalam mekanisme pengambilan putusan.
Dalam  konteks Islam, peradilan   telah  lama  dikenal  sejak  zaman  zahiliyah, peradilan ini adalah suatu tugas suci yang diakui oleh seluruh bangsa, baik mereka tergolong  bangsa-bangsa  yang  telah  maju  ataupun  belum. Di  dalam peradilan  itu terkandung seruan amar ma’ruf nahi munkar, menyampaikan hak kepada yang harus menerimanya  dan menghalangi orang  yang  zalim dari  pada  berbuat  aniaya,  serta mewujudkan  perbaikan  umum.  Dengan  peradilanlah  dilindungi  harta,  jiwa  dan kehormatan.  Apabila  peradilan  tidak  terdapat  dalam  suatu  masyarakat,  maka masyarakat akan kacau  .
Dalam penerapannya, hukum acara peradilan tidak lepas dari perdebatan di dalammenafsirkan suatu Hukum, baik dalam memutuskan perkaraatau menjatuhkan vonis  pidana, illustrasi perbedaan  pendapat di  antara  hakim  merupakan  hal  yang wajar  dan  merupakan  salah  satu  syarat  daripada  hakim  yakni mujtahid, yang  Teungku Hasby Ash Shidiqy,Peradilan dan Hukum Acara Islam, h   merupakan salah  satu  ketentuan  daripada  peradilan Islam hakim  harus mujtahid.
Sebagaimana hadits Rasulullah SAW:
Dari  ‘Amr  ibnul  ‘Ash  bahwa  Rasulullah  SAW.  bersabda:  “Apabila  seorang hakim  berijtihad  lalu  dia  benar dalam  ijtihadnya,  maka  dia  mendapatkan  dua pahala. Dan apabila dia berijtihad akan tetapi salah dalam ijtihadnya, maka dia mendapatkan satu pahala”  Hal  ini  dikarenakan  dalam  kehidupan  bermasyarakat  yang  kompleks, kita tidak  bisa  menghindarkan  suatu  perbedaan (ijtihad),  namun  apabila  perbedaan  itu bisa kita sikapi sebagai suatu keragaman, maka akan menjadi suatu rahmat. Namun dalam Islam sendiri  juga  diatur  bagaimana cara berijtihad  dan  syarat-syaratnya, sehingga  tidak  semua  orang  bisa  berijtihad,  kecuali  yang  telah  memenuhi  syarat sebagai seorang mujtahidsebagaimana hadits Nabi SAW: “Sesungguhnya  aku hanyalah  manusia,  sedang  kamu  datang  kepadaku  untuk  menyelesaikan persengketaan  di  antara  kamu.  Mungkin  sebagian  dari  kamu  lebih  pintar menyampaikan  hujjahnya  daripada  sebagian  yang  lain:  lalu  aku  memutuskan baginya sesuai dengan apa yang aku dengar darinya. Maka barang siapa yang aku  putuskan  baginya  sebagian hak dari  saudaranya,  maka  hendaklah  dia  itu tidak  mengambilnya;  karena  sesungguhnya  aku  potongkan  baginya  sepotong dari api neraka.”   H.R. Al-Bukhari dan Muslim  H.R. Al-Bukhari, Muslim dan Pemilik-pemilik Sunan.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi