BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Ada
berbagai jenis teori atau pendekatan yang muncul untuk mengetahui fenomena kepemimpinan. Teori-teori tersebut
berbeda dari sudut
pandang dan perspektifnya dalam
mengamati kepemimpinan. Jika
kita memandang seorang pemimpin berdasarkan
karakteristik sifat-sifat yang
dimilikinya, maka kita cendrung
menggunakan pendekatan teori
sifat tersebut. Jika kita
memandang seorang pemimpin berdasarkan prilaku-prilaku yang dimunculkan, maka
kita cenderung melihat fenomena
kepemimpinan dari pendekatan
teori prilaku, dan seterusnya.
Diskursus
kepemimpinan di Indonesia
tidak pernah usang diperbincangkan, baik dikalangan akademisi maupun praktisi, baik tingkat regional maupun nasional. Sejarah telah
memberikan banyak bukti
bahwa peristiwa-peristiwa yang
terjadi di belahan
bumi ini banyak dipengaruhi
oleh persoalan kepemimpinan.
Baik
peristiwa tersebut berdampak
positif ataupun negatif.
. Harbani Pasolong, Kepemimpinan Birokrasi, h.
. Y. W. Sunindhia, dan Widiyanti Ninik,
Kepemimpinan Dalam Masyarakat Modern, h.
Permasalahan
kepemimpinan adalah permasalahan
masa depan bangsa.
Krisis multi dimensi yang
melanda negara Indonesia, khususnya
krisis kepemimpinan, meniscayakan
pentingnya mendiskusikan secara
terus -menerus persoalan kepemimpinanuntuk mencari solusi jangka panjang.
Proses kepemimpinan
pada prinsipnya merupakan
gejala sosial, karena berlangsung dalam
interaksi antar manusia
sebagai makhluk sosial.
Kepemimpinan tidak dapat
dilepaskan hubungannya dengan situasi sosio politik yang terbentuk
dan sedang berlangsung
di lingkungan suatu masyarakat.
Oleh karena situasi sosio politik itu selalu berkembang dan dapat
berubah-ubah, maka proses
kepemimpinan tidak mungkin
dilakukan sebagai kegiatan
rutin yang diulang-ulang.
Sampai detik ini sejumlah masalah masih
mengidap di tubuh bangsa ini.
salah satufaktor
penyebabnyaditengarai akibat dari sistem kepemimpinan yang tidak jelas.
Dunia mengakui kedaulatan
dan kebesaran bangsa
Indonesia, walaupun dibidang politik,
hukum, dan keamanan, bangsa ini
masih rapuh.
Rumah bangsa ini seakan-akan
tidak punya pagar, kapal-kapal asing bebas keluar masuk menjarah ikan di perut
laut pedalaman. Bahkan negara tetangga tanpa rasa takut memindahkan patok-patok
batas negara. Sementara, budaya koruptif begitu akut dan sistemik di seluruh
struktururusan publik.
. M. Dalyono., Kepemimpinan Menurut Islam, h.
141-142.
Di
sektor Kesra, sejumlah borok bangsa
masih belum hilang, angka kemiskinan tinggi, pendidikan dan
kesehatan mahal, anak-anak busung
lapar belum hilang dari
angka statistik. Dan untuk
urusan bencana, begitu lambat penanganannya. Ini
adalah wujud minimnya rasa
empati negara terhadap kesengsaraan
rakyatnya. Belum lagi konflik horizontal, baik yang bermotif SARA ataupun
ekonomi. Ini pertanda pemimpin
negara tidak hadir
di saat rakyat membutuhkan sebagai
lembaga yang memiliki
otoritas mengatur ketertiban.
Semua persoalan di atasbermuara
pada persoalan kepemimpinan. Banyak wacana yang kemudian muncul, kenapa
masalah-masalah yang membelit bangsa ini jadi bertumpuk dan tidak pernah
diselesaikan. Sebab, pemimpin bangsa pada umunya hanya sibuk
membangun benteng kekuasaan
dengan permainan citra.
Semua masalah bangsa diselesaikan
dengan retorika, iklan
di media massa,
atau setidaknya dengan kata “akan” lewat statemen di forum kenegaraan.
Dengan kata “akan” itu seolah-olah masalah telah terselesaikan, padahal tidak.
Di
negara Indonesia, kita tahu bahwa
sistem politik menganut
sistem kepartaian dalam seleksi
kepemimpinan. Di dalam
sistem politik Indonesia ini, peran politik
rakyat diaktualisasikan melalui
perwujudan partai-partai politik, sehingga pemilu
di Indonesia adalah
pemilihan partai politik
yang dianggap mampu menyuarakan
aspirasi politiknya oleh rakyat.
Sistem politik yang demikian ini menjadikan rakyat mempunyai
kepatuhan yang tanpa kontrol kritis terhadap partai poitik. Rakyat dalam
konstitusi cukup berhenti pada pelimpahan
. http://www.kemalstamboel.com/blog-manajemen/masalah-pemimpin-dan- wewenang
pada lembaga kepartaian,
tanpa adanya kontrol berkelanjutan
secara langsung, apakah aspirasi
mereka dapat disalurkan atau tidak,
bahkan tidak ada mekanisme kontrol yang
diciptakan sehingga dapat
memudahkan bagi rakyat untuk mengontrol
terhadap prilaku elit politiknya, yang kemudian tidak memungkinkan bagi
mereka melakukan praktek-praktek
nipotisme dalam mengambil kebijakan
publik. Lemahnya manajemen dalam
suatu lembaga atau parpol akan berakibat pada proses aplikasinya,
seperti terjadinya ketidak adilan.
Dalam hal ini Allah berfirman
dalam al-Qur’a>n: “Berlakulah adil walaupun terhadap kerabat.”
(al-An’a>m: 152) Kondisi sistemik
yang demikian tidak
disikapi secara kritis
oleh kebanyakan
partai-partai politik yang
ada, melainkan kondisi ini
justru dimanfaatkan, untuk menggaet pendukung emosional membuta
dari massa partainya demi
meraih kekuasaan. Popularitas
tokoh sering dijadikan sebagai tunggangan politik
dengan memakai dalil-dalil
agama (politisasi agama). Hal demikian juga
menunjukkan bahwa proses
demokratisasi di Indonesia tidak bejalan.
Demokrasi tidak lebih hanya
sebagai kedok untuk
mempertahankan status quo, dan dijadikan slogan untuk mempengaruhi massa.
Kondisi seperti
ini, diakui atau
tidak, sangat menghambat terhadap
kedewasaan rakyat dalam berpolitik. Rakyat dalam menyuarakan aspirasi . DEPAG RI, Al-Qur’an dan Terjemah,h.
politiknya lebih dipengaruhi oleh emosi
ketokohan, agama, serta etnis, ketimbang mempertimbangkan pilihannya yang rasional terhadap platform sebuah partai, idealita dan program dari partai
terhadap masa depan bangsademi keadilan dan kesejahteraan bersama.
Disisi lain,
di tengah-tengah
ketidakberdayaan bangsa ini
menangani berbagai persoalan pelik seperti kemiskinan, pengangguran,
korupsi, disintegrasi, kelaparan, dan
keterbelakangan, para elit partai
politik justru terus
sibuk bermanuver dan saling telikung berebut kekuasaan atau pengaruh.
Dalam
kondisi demikian, akhirnya
dibutuhkan pemimpin partai
politik alternatif, pemimpin yang
mampu mengakomudir seluruh
kepentingan rakyat yang plural
ini, mempunyai komitmen yang kuat untuk mengabdi kepada bangsa, dan
memiliki dedikasi yang
tinggi untuk membangun bangsa Indonesia lebih bermartabat, sehingga
mampu berkompetisi dengan
negara-negara lain yang secara
sosio politik, sosio ekonomi dan
budaya lebih maju, bukan hanya memanfaatkan
kekuasaannyauntuk kepentingan pribadi atau kelompok.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi