BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Setelah berahirnya reformasi, perbincangan
wacana kepemimpinan perempuan selalu
memperoleh perhatian yang sangat besar oleh banyak kalangan. Kesetaraan gender antara laki-laki
dan perempuan, merupakan salah satu isu
besar dalam pemikiran Islam kontemporer di samping isu demokrasi, relasi agama dan negara. Isu ini muncul dari
keperihatinan yang sangat mendalam atas
ketertindasan kaum perempuan dan perlakuan tidak adil terhadap mereka hampir dalam seluruh ruang.
Sehingga kesempatan seorang perempuan untuk menempatkan posisi dikursi parlemen,
baik di legislatif maupun eksekutif sangatlah
terbatas.
Keterwakilan perempuan dalam
pemerintahan baik di lembaga eksekutif ataupun
legislatif sangatlah penting. Karena perempuan, yang mampu dan memudahkan akses bagi persoalan perempuan
untuk mengawasi dan menyuarakan kebijakan-kebijakan
yang masih tidak adil bagi hak-hak perempuan.
Adnan Mahmud, Pemikiran Islam Kontemporer di Indonesia, h.
Ufi Ulfiah, Perempuan di Panggung Politik, h.
1 Keterlibatan perempuan dalam dunia politik
juga menjadi catatan sejarah Nabi
Muhammad. Beberapa perempuan pada masa itu turun ke medan perang, berdiskusi di majlis-majlis, menjadi
imamshalat, (seperti Ummu Waraqoh ra.), menjadi
guru bagi kaum laki-laki, menjadi sumber pendapatan bagi keluarga dan masyarakat dan lain-lain.
Namun banyak kalangan yang berbeda pandangan,
termasuk umat Islam sendiri tidak setuju
terhadap masuknya perempuan di wilayah publik. Aktivitas publik merupakan hak asasi setiap manusia,
termasuk perempuan. Perempuan mempunyai
hak yang sama, sebagaimana apa yang selama ini dilakukan oleh seorang laki-laki termasuk memimpin dalam
wilayah publik.
Sejarah kepemimpinan perempuan
dalam Islam memang tidak begitu mendapat
porsi pembahasan yang cukup proporsional. Dalam wacana Islam di Indonesia persoalan ini juga masih jarang
dibicarakan. Intelektual seperti Nur Cholis
Masjid yang panggilan akrabnya Cak Nur, tokoh pembaharu Islam di Indonesia misalnya, pernah dikritik oleh
kalangan femenimis karena secara spesifik
ia tidak pernah menyentuh tema-tema perempuan dalam Islam.
Hal ini sangat berbeda dengan fenomena Islam di Timur
Tengah seperti Hasan Hanafi, Muhammad
Imarah, Muhammad Arkoun, Abdullah An-Naim, Nasr Hamid Abu Zaid, dan Muhammad Sahrur. Meskipun secara
biologis mereka laki-laki, namun mereka
menaruh perhatian pada isu kepemimpinan perempuan. Bagi mereka Ibid, h.
Syafiq Hasyim, Sejarah Kepemimpinan Perempuan,
h. 4 persoalan perempuan dalam Islam
sama pentingnya dengan persoalan peradaban Islam secara umum.
Selain tidak mendapat porsi atau kesempatan
yang signifikan, perempuan di wilayah
publik juga dikarenakan adanya sejumlah rambu-rambu yang didesain untuk menjegal atau menghalangi perempuan
tampil sebagai pemimpin publik.
Ironisnya, sebagian masyarakat
menganggap hal ini sebagai bukti ketidakmampuan
perempuan di ranah publik. Banyak kalangan menganggap bahwa rendahnya partisipasi perempuan di dunia
publik merupakan hal yang natural
(takdir ketidakmampuan) saja. Tidak ada kesadaran bahwa rendahnya partisipasi itu karena sejarah kebaradaan
perempuan sebagai makhluk yang memiliki
hak selalu dinafikan (tidak dihitung) oleh kultur atau tradisi maupun oleh struktur sosial-politik yang ada.
Jika pandangan ini masih betah menetap dalam
mindset (pola pikir) bangsa Indonesia,
maka hak perempuan yang bebas berpartisipasi akan sangat sulit diwujudkan. Dirampasnya hak-hak
perempuan bukan karena tidak adanya deretan
undang-undang yang memayunginya. Problem terbesar bukan pada undang-undang tetapi karena memang hak itu
tidak diberikan atau bahkan dirampasnya.
Ibid,h.
Ulfah, Partisipasi Perempuan dalam Politik, h.
83 Peranan perempuan di pelbagai bidang
kehidupan, kiranya tidak perlu diragukan
lagi. Bukan saja di dalam bidang biologis dan alamiah saja, tetapi di bidang-bidang yang lain juga mempunyai hak dan
peran yang sama. Tentu saja ada
perbedaan besar kecilnya peranan disuatu bidang tertentu, sesuai dengan sifat-sifat yang berbeda antara perempuan dan
laki-laki. Adakalanya di suatu bidang,
perempuan punya peranan lebih besar dan adakalanya di bidang yang lain, laki-laki punya peranan lebih besar.
Kepemimpinan laki-laki atas perempuan dalam
pandangan beberapa ulama tidak hanya
sebatas dalam lingkup keluarga, tetapi meliputi pula kepemimpinan dalam masyarakat (kepemimpinan
publik) dan politik. Sehingga perempuan
mendapatkan kesempatan yang sama dengan
laki-laki dalam mengaktualisasikan
potensinya sebagai pemimpin.
Selain realitas di atas, yang
menjadi penghalang terhadap peran perempuan
dalam wilayah publik, yaitu tidak terlepas dari dua alasan dan larangan keterlibatan perempuan dalam bidang
kepemimpinan. Pertama,adanya ayat
al-Qur’an yang populer dijadikan rujukan yaitu surat an-Nisa>’ ayat 34 yang berbunyi (laki-laki adalah pemimpin bagi
kalangan perempuan). Kedua, juga
h{adi>s| yang menyatakan KH. Abdul Muchit Muzadi, Fiqih Perempuan Praktis, h.
Surat An-Nisa’, Jus 4, Ayat 34.
(tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan suatu urusannya kepada
perempuan).
Kedua dalil ini mempunyai keterkaitan
dalam memperkuat argumentasi ketidakbolehan
perempuan dalam memegang kepemimpinan. Adapun alasan lain, baik ayat maupun h{adi>s| tersebut,
mengisyaratkan bahwa kepemimpinan hanya
untuk kaum laki-laki, dan menegaskan keharusan perempuan mengakui kepemimpinan ini. Namun dalam kalangan
mufassir kontemporer melihat ayat dan
h{adi>s| tersebut tidak harus dipahamiseperti itu, apalagi ayat dan
h{adi>s| tersebut berkaitan dengan
persoalan rumah tangga.
Surat an-Nisa>’ ayat 34 secara
jelas menyajikan tentang pembagian kerja antara suami dan istri. Sementara h{adi>s|
yang mengatakan, “Tidak beruntung suatu
kaum yang menyerahkan urusanya kepada perempuan”, tidak digariskan secara umum. H{adi>s| ini berkaitan dengan
suatu peristiwa, seperti yang telah diriwayatkan
Bukhori, Ahmad, an-Nasa’i, dan Tirmidzi melalui Abu Bakrah.
“Ketika Rasulullah SAW mengetahui
bahwa masyarakat Persia mengangkat putri
Kisrah sebagai penguasa mereka, lalu beliau bersabda “Tidak beruntung suatu
kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada perempuan”.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi