Kamis, 21 Agustus 2014

Skripsi Siyasah:KEWENANGAN HAKIM TATA USAHA NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 9 TAHUN 2004 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA MENURUT FIQH SIYASAH


BAB I  PENDAHULUAN  
A. Latar Belakang Masalah  “Warga ring I Proyek pembangunan Listrik Tenaga Uap (PLTU) di desa  Wadung, Kecamatan Jenu, Tuban, mempertanyakan dokumen Analisis Mengenai  Dampak Lingkungan (AMDAL) proyek listrik Nasional tersebut.”  Kutipan  kalimat diatas merupakan isi berita dari salah satu media cetak Surabaya, yang  memberitakan bahwa tanpa sepengetahuan warga dan pertimbangan lingkungan,  pihak PLTU atas rekomendasi dari DEPHUT, mempergunakan tanah Negara  yang biasa digunakan warga untuk mendirikan PLTU.
Kutipan berita di atas menggambarkan bahwa setiap keputusankeputusan yang dikeluarkan oleh Badan-badan pemerintahan, rawan akan  terjadinya rasa ketidakpuasan dari masyarakat, atau telah merasa dirugikan.
Untuk menyelesaikan salah satu contoh permasalahan di atas, diperlukan  lembaga independent yang menjadi jembatan penghubung antara kedua belah  pihak, sekaligus memberikan keputusan yang bijaksana.
Permasalahan seperti contoh kasus diatas, dapat kita kategorikan dalam  sengketa tentang administrasi Negaraatau masalah Tata Usaha Negara.
Kemudian pihak manakah yang berwenang menyelesaikan masalah ini. Dalam   Surabaya Pagi, Selasa 14 April 2009, hal 15  2  Pasal 12 ayat 1 Undang-Undang No 9 tahun 2004 tentang PTUN disebutkan  bahwa, hakim pengadilan adalah pejabat yang melakukan tugas kekuasaan  kehakiman.

 Dalam Pasal 1 Undang-undang No 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan  kehakiman disebutkan bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan Negara  yang merdeka untuk menyelenggarakan Peradilan guna menegakkan hukum dan  keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara hukum Republik  Indonesia.
 Kemudian dalam Pasal 47 Undang-undang No 5 Tahun 1986 tentang  Peradilan Tata Usaha Negara juga disebutkan, pengadilan bertugas memeriksa,  memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara.
 Berdasarkan uraian pasal demi pasal di atas dapat diambil kesimpulan  bahwa hakim Tata Usaha Negara adalahpejabat yang berwenang memeriksa,  memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara di dalam lingkungan  PTUN. Secara umum memang kewenangan hakim adalah memeriksa, memutus,  dan menyelesaikan sengketa. Namun dari penjelasan di atas dapat disimpulkan  bahwa kewenangan Hakim TUN adalah sebatas pada permasalahanpermasalahan yang ada di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara atau tentang  Tata Usaha Negara. Jadi yang membedakan hakim TUN dengan hakim yang  lainnya adalah hanya mengenai bidang yang menjadi wilayah garapannya.
2Undang-undang No 9 Tahun 2004, Pasal 12 ayat 1    Undang-undang No 4 Tahun 2004, Pasal 1   Undang-undang No 5 Tahun 1986, Pasal 47  3  Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28, maka  sesuatu yang amat penting adalah diberikannya perlindungan hukum serta  perlindungan hak-hak asasi manusia kepada rakyat Indonesia dari tindakan  pemerintah. Sarana untuk mencapai keinginan tersebut sudah lama tertanam di  hati Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagai wakil rakyat  Indonesia maupun di hati pemerintah Indonesia, namun kenyataannya baru dapat  diwujudkan pada akhir tahun 1986 dalam wujud Undang-undang No. 5 Tahun  1986 yaitu tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan sempat diperbaharui  dengan dikeluarkannya Undang-undang Republik Indonesia No. 9 Tahun 2004  tentang Perubahan Undang-undang Republik Indonesia tentang Peradilan Tata  Usaha Negara.
Pasal 1 angka 4 UU No.5 Tahun 1986 menyebutkan, Sengketa Tata  Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara  antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat Tata Usaha  Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya  Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan  peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Mengacu pada rumusan di atas, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur  sengketa Tata Usaha Negara terdiri dari:  a.  Subyek yang bersengketa adalah orang atau badan hukum privat di satu  pihak dan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara di lain pihak.
4  b.  Obyek sengketa adalah keputusan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat  Tata Usaha Negara  Unsur-unsur pengertian istilah KTUN sebagai obyek sengketa TUN  menurut UU No.5 tahun 1986 ialah  :  a.  Penetapan tertulis  Keputusan itu memang diharuskan tertulis, namun yang disyaratkan tertulis  bukanlah bentuk formatnya seperti surat keputusan pengangkatan dan  sebagainya. Persyaratan tertulis itu diharuskan untuk kemudahan segi  pembuktian. Merupakan suatu KeputusanBadan atau Pejabat Tata Usaha  Negara menurut undang-undang ini apabila sudah jelas;  (1)  Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara mana yang mengeluarkannya.
(2)  Maksud serta mengenai hal apa isi tulisan itu.
(3)  Kepada siapa tulisan itu ditujukan dan apa yang ditetapkan di dalamnya.
b.  Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara  Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat di pusat  dan daerah yang melakukan kegiatan yang bersifat eksekutif.
c.  Berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundangundangan.
d.  Bersifat konkrit, individual dan final.
 W. Riawan Tjandra, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, hal. 7    A Siti Soetani, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, hal 11-12  5  Bersifat konkrit artinya obyek yang diputuskan dalam Keputusan Tata  Usaha Negara itu tidak abstrak, tetapi terwujud, tertentu atau dapat ditentukan.
Bersifat individual artinya Keputusan Tata Usaha Negara tidak ditujukan untuk  umum Bersifat final artinya sudah definitive, dan karenanya dapat menimbulkan  akibat hukum. Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum  perdata. Menimbulkan akibat hukum artinya perbuatan hukum yang diwujudkan  dalam pembuatan Keputusan Tata Usaha Negara oleh Badan atau Pejabat Tata  Usaha Negara itu dapat menimbulkan hak atau kewajiban pada seseorang atau  badan hukum perdata.
Kemungkinan besar bidang-bidang yang akan banyak menimbulkan  perkara-perkara tata usaha negara nantinya adalah  ; perijinan, masalah  kepegawaian negeri, masalah keuangan negara, masalah perumahan dan  pergedungan, masalah pajak, masalah cukai, masalah agraria, perfilman,  pemeriksaan bahan makanan dan mutu barang, keselamatan kerja perusahaan,  jaminan sosial, kesehatan rakyat, pengamanan rumah penginapan, keamanan  toko, pasar, perawatan infrastruktur, lalu lintas jalan, penanggulangan sampah,  pendidikan, perbankan, kejahatan komputer, HAM, dan lain-lain.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi