Kamis, 21 Agustus 2014

Skripsi Siyasah:PEMBERLAKUAN PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 DAN NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENDIRIAN RUMAH IBADAH DALAM PERSPEKTIF FIQH SIYASAH.


BAB I  PENDAHULUAN  
A.  Latar Belakang Masalah  Suatu kenyataan yang tidak dapat disangkal jika berbicara tentang  identitas Indonesia adalah pluralitas, kemajemukan yang bersifat  multidimensional. Kemajemukan suku, ras, etnik golongan dan agama adalah  warna dasar dan nafas yang membuat Indonesia memiliki nilai yang unik dan  spesifik.
Negara berkewajiban memfasilitasi masyarakat yang hidup di dalam  wilayahnya untuk dapat hidup rukun berdampingan. Pancasila sebagai dasar  negara berusaha mewujudkan kerukunan penduduk termasuk di dalamnya  kerukunan dalam beragama. Pancasila telah disepakati menjadi dasar negara  dan berfungsi untuk mengayomi kemajemukan agama di Indonesia. Sila-sila  dalam pancasila diperincikan lagi ke dalam Undang-Undang Dasar yang disebut  UUD 1945 melalui pasal-pasalnya.
Negara menjamin kebebasan semua warga negaranya untuk  melaksanakan kepercayaannya masing-masing seperti tercantum dalam UUD  1945 Pasal 29 ayat (2) yang berbunyi: ”Negara menjamin kemerdekaan tiaptiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah  2 menurut agama dan kepercayaan itu”.
1 Oleh karena itu rumah ibadah dan  pelaksanaan ibadah umat beragama adalah hal yang penting dan mendasar bagi  setiap umat beragama yang jamin negara.

Pemerintah berusaha mewujudkan kerukunan umat beragama melalui  Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No.
01/Ber-MDN-MAG/1969 Tanggal 13 September 1969. Kendatipun demikian,  berbagai kasus pengerusakan tempat ibadah oleh kelompok-kelompok tertentu  pada tahun 2005 sempat menyulut ketegangan antara umat beragama.
Kehidupan beragama yang kurang kondusif ini menurut pemerintah disebabkan  oleh peraturan yang dimaksud adalah, SKB No. 01/Ber-MDN-MAG/1969,  belum mengatur secara rinci prosedur pendirian tempat ibadah.
Sikap diskriminatif dan pelecehan terhadap agama dalam berbagai  ketentuan perundangan dan yang terwujud melalui bentuk-bentuk praktis  seharusnya tidak boleh terjadi dalam sebuah negara yang berpancasila. Apalagi  hal tersebut dijamin dalam pasal 29 UUD 1945.
Peraturan Bersama No. 01/Ber-MDN-MAG/1969 Tanggal 13  September 1969 yang selama ini justru menjadi penghalang bagi pembangunan  gedung gereja harus dicabut dan diganti dengan yang baru, yang lebih adil,  demokratis dan menghargai kemajemukan. Sebagaimana diketahui bila  pancasila telah disepakati menjadi dasar negara dan berfungsi untuk  1 UUD 1945, hal. 18  3 mengayomi kemajemukan agama di Indonesia. Apakah republik Indonesia  masih bisa dikatakan sebagai negara yang berdasarkan Pancasila ketika  sebagian umat beragama di Indonesia masih mengalami kesulitan dan  diskriminasi yang sistemik.
Penutupan secara paksa sekelompok orang terhadap kehadiran dan  keberadaan suatu tempat peribadatan, biasanya dimulai dengan adanya alasan  terganggunya kenyamanan, ketertiban  serta keharmonisan hubungan antara  umat beragama di lingkungan tersebut, lambat laun ketidakharmonisan tersebut  dapat memicu emosi masyarakat menjadi suatu gerakan massa yang dapat  merugikan umat beragama lainnya. Berdirinya rumah ibadat yang tidak tepat  pada tempatnya, misalnya berada di tengah-tengah pemukiman padat penduduk,  sehingga menyebabkan setiap ada kegiatan peribadatan, penduduk setempat  merasa terganggu ketenteramannya dengan suara bising kendaraan hilir mudik,  terlebih lokasi rumah ibadah tersebut terletak pada ruas jalan sempit yang tidak  memadai, serta yang terpenting. Oleh karena itulah pemerintah mengeluarkan  Peraturan Bersama 2 Menteri sebagai acuan mendirikan rumah ibadat. Yaitu  Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBMA dan  MDN) No. 8 Tahun 2006 dan No. 9 Tahun 2006, selanjutnya disebut SKB 2  Menteri, yang membahas tentang pendirian rumah ibadat dan pedoman  penyiaran agama.
4 Pemerintah seharusnya mengusahakan untuk membuat aturan-aturan  penjelas yang lebih detail, 2 hal yang saling berkaitan, yaitu pembinaan  kerukunan umat beragama melalui pembentukan Forum Kerukunan Umat  Beragama (FKUB) dan prosedur pendirian rumah ibadat. Penelitian ini  berusaha melihat bagaimana Surat Keputusan Bersama 2 Menteri Agama No. 8  Tahun 2006 dan No. 9 Tahun 2006 tersebut dalam mengatur pendirian rumah  ibadat agar kerukunan antar umat beragama terpelihara. Karena sebenarnya  agama Islam adalah ajaran agama yang berisikan nilai-nilai yang mengatur  kehidupan masyarakat secara keseluruhan baik di bidang sosial, ekomoni,  budaya bahkan politik. Setiapagama, bukan lembaga, bukan tokoh, bukan pula  sekedar doktrin/tradisi, tetapi merupakan pesan-pesan profetis yang  sesungguhnya dari agama-agama yang berisikan nilai-nilai yang diaplikasikan  pemeluknya dalam kehidupan sehari-hari 2 .
Agama sendiri juga merupakan kontrol sosial, sekaligus menempatkan  agama sebagai kritik atas dirinya sendiri sehingga agama tidak menjadi tirani.
3 Agama merupakan nilai-nilai yang menjadi muatan subtansial. Seperti  dicontohkan oleh Piagam Madinah yang dibuat Muhammad SAW.
Piagam Madinah oleh beberapa ahli dianggap sebagai loncatan sejarah  yang luar biasa dalam perjanjian multikultural, karena sifatnya inklusif. Piagam  2 Th. Sumartana dkk, Agama dan Negara, Perspektif: Islam, Buddha, Hindu, Konghucu,  Protestan, hal. ix  3 Hendro Prasetyo, Islam & Civil Society, hal. 5  5 Madinah berhasil mengakhiri kesalahpahaman antara pemeluk agama selain  Islam dengan jaminan keamanan yang dilindungi konstitusi negara 4 . Menurut  Munawir Sjadzali Piagam Madinah adalah suatu konstitusi negara Madinah  yang mampu memberi landasan bagi kehidupan bernegara dalam masyarakat  yang majemuk di Madinah. Landasan tersebut adalah; pertama, semua umat  Islam adalah satu kesatuan, walaupun berasal dari berbagai suku dan golongan.
Kedua, hubungan komunitas muslim dan hubungan ekstern antara komunitas  muslim dengan non-muslim didasarkan pada prinsip bertetangga baik, saling  membantu menghadapi musuh bersama, membela orang yang teraniaya, saling  menasehati dan menghormai kebebasan beragama.
5 Upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat pada merupakan cita-cita  dari pembangunan agama. Kesejahteraan dalam hal ini mencakup dimensi lahir  batin, material dan spiritual. Lebih dari itu agama menghendaki agar  pemeluknya menjalani kehidupan yang aman dan damai. Oleh karena itu  pembangunan agama diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata dalam  mewujudkan Indonesia yang aman, damai, dan sejahtera. Sejalan dengan  realitas kehidupan beragama yang berkembang di masyarakat dengan  pengembangan nilai-nilai keagamaan serta peningkatan kerukunan umat  beragama.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi