BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Demokrasi mempunyai arti penting bagi
masyarakat yang menggunakannya, sebab
dengan demokrasi hak masyarakat untuk menentukan sendiri jalannya organisasi negara dapat dijamin.
Namun kenyataannya, realita kepolitikan Orde Baru yang ditandai dengan
besarnya peranan pemerintah dalam menentukan
jalannya negara dan keterlibatannya dalam berbagai sektor kehidupan masyarakat, telah menimbulkan
minimal dua tanggapan. Pertama, tanggapan
yang mempertanyakan relevansi realitas tersebut dengan prinsip demokrasi sebagai salah satu prinsip hidup
bernegara yang fundamental.
Tanggapan ini seakan menggugat
kenyataan bahwa peranan negara yang begitu besar dan yang pada batas tertentu telah
menghambat aspirasi dan partisipasi dari bawah adalah realitas yang agaknya kurang
menguntungkan bagi pelaksanaan demokrasi
dan perlu diambil langkah-langkah konstruktif.
Kedua, tanggapan yang mencoba
menjelaskan atau memberi pijakan teoretis
atas realitas kepolitikan yang menunjukkan dominasi peran negara itu.
Pada tanggapan yang kedua ini,
telah dimunculkan bermacam-macam pendekatan Moh. Mahfud MD, Hukum dan Pilar-pilar
Demokrasi, h. 7 seperti:
patrimonialisme, pasca kolonial, politik birokratis, rezim birokratis otoritarian, maupun strategi korporatisme.
Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara pada
umumnya memberikan pengertian bahwa pada
tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok mengenai kehidupannya,
termasuk dalam menilai kebijaksanaan
pemerintah, karena kebijaksanaan tersebut menentukan kehidupan rakyat. Dengan demikian, negara demokrasi
adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan
kehendak dan kemauan rakyat, atau, jika ditinjau dari sudut organisasi, ia berarti suatu pengorganisasian
negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri
atau atas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada di tangan rakyat.
Miriam Budiarjo, merumuskan ciri-ciri negara
demokrasi sebagai rechtsstaat; lebih rinci
disebut: 1) perlindungan konstitusional, 2) badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak, 3)
pemilihan umum yang bebas, 4) kebebasan
menyatakan pendapat, 5) kebebasan berserikat atau berorganisasi dan beroposisi, dan 6) pendidikan kewarganegaraan.
Lebih lanjut Miriam Budiarjo menuturkan
bahwa hal itu bisa terwujud jika: 1) pemerintahannya bertanggung jawab, 2) dewan perwakilan rakyat hasil
pemilihan umum bebas bertindak melakukan
pengawasan, 3) adanya beberapa partai politik, 4) adanya pers atau media yang independen, dan 5) adanya sistem
peradilan yang bebas, yang menjamin
hak-hak asasi manusia.
Moh. Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia: Studi tentang
Interaksi Politik dan Kehidupan
Ketatanegaraan, h. 1-2 Ibid., h. 2 Franz Magnis Suseno, Mencari Sosok Demokrasi:
Sebuah Telaah Filosofis, h. 56 Kendati
demikian, menurut Abdurrahman Wahid, demokrasi bukanlah proses yang semudah dibayangkan. Ia
adalahproses yang rumit, yang tidak hanya menyangkut aspek kelembagaan saja, melainkan
juga menyangkut aspek-aspek lain dalam
kehidupan. Semuanya itu harus ada jika ingin demokrasi benar-benar berjalan. Tanpa kelengkapan semua aspek
tersebut, demokrasi seperti halnya sebuah
mobil yang tidak akan berfungsi. Aspek itu adalah tradisi atau proses.
Bagaimana pun banyaknya lembaga
didirikan yang menunjukkan demokrasi dalam
sebuah masyarakat, yang jelas ia tidak hidup di dalamnya. Dengan ungkapan lain, demokrasi adalah proses dalam
kehidupan bermasyarakat, yang harus
diwujudkan terus menerus, untuk menjaga kelangsungan hidupnya.
Meskipun pada umumnya pengertian demokrasi itu
dapat dikatakan tidak mengandung
kontradiksi karena di dalamnya meletakkan posisi rakyat dalam posisi yang amat penting, namun pelaksanaannya
atau perwujudannya dalam lembaga
kenegaraan ternyata prinsip ini telah menempuh berbagai rute yang tidak selalu sama. Adanya berbagai rute
ataupengejawantahan tentang demokrasi itu menunjukkan pula beragamnya kapasitas peranan
negara atau peranan rakyat.
Indonesia sebagai negara yang
lahir dari pengalaman kolonialisme telah
menjadikan demokrasi sebagai salah
satuprinsip ketatanegaraannya. Terjadinya beberapa kali perubahan terhadap konstitusi
atau pertukaran rezim dan pemimpin nasional
tidak pernah menggeser prinsip demokrasi ini. Bahkan tema penting Abdurrahman Wahid, Membangun Demokrasi, h. 83
yang selalu dikampanyekan adalah
“menegakkan kehidupan demokrasi” yang diyakini
sebagai hak politik yang amat penting bagi rakyat.
Tetapi pada kenyataannya, perjalanan demokrasi
di Indonesia belum menemukan rute yang
pasti,artinya pengejawantahan “peran” masih berlangsung tarik-menarik yang tidak seimbang
antara“negara” dan “masyarakat”. Misalnya pada awal lahirnya perubahan kekuasaan politik
atau rezim elit politik baru, selalu tampak
bahwa negara mentolelir berlangsungnya langgam pluralisme-liberal, sehingga rakyat mempunyai peranan dan
kedudukan di atas negara. Tetapi semakin
lama perjalanan suatu rezim, langgam pluralisme-liberal bergeser ke langgam organisme otoriter.
Di sisi lain, Islam sebagai agama yang dianut
oleh mayoritas penduduk di Indonesia,
mempunyai konsep yang ideal dalam upaya mewujudkan demokrasi yang konstitusional demi terwujudnya kehidupan
yang harmonis. Konsep yang dibangun oleh
Islam, sebagaimana tertuang dalam al-Qur’an, adalah konsep syura (musyawarah).
Dimana konsep ini menekankan pentingnya melakukan perundingan untuk menghasilkan kesepakatan
dalam memecahkan sebuah persoalan.
Sebagaimana diperintahkan oleh Allah SWT dalam al-Qur’an surat Ali-Imra@n: 159.
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu
berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diridari
sekelilingmu. Karena itu maafkanlah
mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarah-lah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakkal-lah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukaiorang-orang yang bertawakkal kepada-Nya“. (Q.S. Ali-Imra@n: 159) Merujuk pada pemaparan di atas, hal itulah
yang menjadi landasan utama peneliti
untuk melakukan penelitian secara lebih mendalam mengenai konsep syuradalam Islam atas pemikiran Mahfud MD,
seorang pakar ilmu hukum dan ilmu
politik, tentang pelaksanaan demokrasi konstitusional di Indonesia.
Konsentrasi peneliti dalam
melakukanpenelitian ini adalah mengenai “Konsep Syura dalam Islam atas Pelaksanaan Demokrasi
Konstitusional di Indonesia Menurut
Pemikiran Mahfud MD”.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi